Untuk Kelima Kalinya Walikota Bontang Temui Kemenkeu, Bahas Alokasi Dana Bagi Hasil Migas

dari draft sementara yang diterima Pemkot Bontang, hingga kini belum ada kepastian terkait pengakuan daerah pengolah Migas.

istimewa
Pertemuan‎ Walikota Bontang, Neni Moerniaeni dengan pihak Kemenkeu, di gedung Radius Prawiro, Lt3, Jakarta, Kamis (25/1) 

Laporan Wartawan TribunKaltim.co Udin Dohang

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG-- Perjuangan Pemkot Bontang untuk mendapatkan alokasi dana bagi hasil bagi daerah pengolah (DBH) Migas, terus dilanjutkan. Kamis (25/1) Walikota Bontang Neni Moerniaeni bersama Ketua DPRD Bontang Nursalam, kembali berkunjung ke Kementrian Keuangan di Jakarta, guna menindaklanjuti penyusunan revisi UU Nomor 33/2004, tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.

Kunjungan ini merupakan yang kelima kalinya, sejak Neni menjabat sebagai Walikota Bontang, tahun 2016.‎ Turut hadir dalam pertemuan dengan pihak Kemenkeu, Ketua Komisi II DPRD Ubayya Bengawan, Anggota Komisi II, Takbir Ali, Arif, Suwardi, Kadir Tappa, Sudiyo, dan sejumlah Kepala Dinas di lingkungan Pemkot Bontang.

Sementara dari pihak Kemenkeu, rombongan Pemkot Bontang diterima oleh Kepala Seksi Alokasi DBH Kemenkeu, Bambang, dan Danang.

Baca: Sempat Diduga Terkait Jaringan Teroris, PNS Kukar Ajukan Gugatan Praperadilan Kepada Polda Kaltim

Dalam penjelasannya, Neni mempertanyakan proggres perumusan revisi RUU 33/2004. Pasalnya, dari draft sementara yang diterima Pemkot Bontang, hingga kini belum ada kepastian terkait pengakuan daerah pengolah Migas.

Dari total 110 pasal yang akan direvisi, tak satu pun yang menyebutkan daerah pengolah Migas.

"Kalau tidak salah, ini sudah ke-5 kalinya saya kesini untuk memperjuangkan supaya daerah pengolah Migas, diakomodir dalam RUU 33/2004,‎" ujar Walikota Neni.

Baca: Kemenkes Pastikan Vaksin Difetri Bakal Dikirim ke Kaltim Pada . . .

Menurut Neni, selama ini terminologi daerah pengolah Migas tidak dikenal dalam UU perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Regulasi tersebut, kata Neni kurang adil bagi daerah pengolah mengingat dampaknya cukup luas. Terutama dampak kesehatan dan ancaman bencana industri.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved