Berita Eksklusif
Moeis Hassan Layak Raih Gelar Pahlawan Nasional, Ini Sikapnya terhadap Gubernur Belanda
Jelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus, geliat pengajuan nama tokoh Kaltim bisa mendapat gelar Pahlawan Nasional ikut muncul.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Jelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus, geliat pengajuan nama tokoh Kaltim bisa mendapat gelar Pahlawan Nasional ikut muncul. Terbaru, nama Abdoel Moeis Hassan, putra asli Samarinda diajukan Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Bahari (Lasaloka-KSB) diusulkan ke pemerintah pusat agar masuk tokoh Pahlawan Nasional.
Adalah Muhammad Sarip, perwakilan dari Lasaloka-KSB yang juga penulis buku berjudul "Moeis Hassan dalam Sejarah Perjuangan dan Revolusi di Kaltim" ikut menceritakan sosok Moeis Hassan sehingga nama tersebut layak mendapat gelar kehormatan tersebut.
Ditemui di kediamannya, Jl Perjuangan, Samarinda, Selasa (14/8), Sarip menjelaskan mengenai bagaimana ia bisa mendapatkan informasi terkait Abdoel Moeis Hassan.
Baca: Fuad Bawazier Ungkap Skenario di Balik Penetapan Sandiaga Uno jadi Cawapres Prabowo
"Moeis Hassan sudah wafat di Jakarta pada 21 November 2005. Dalam penulisan buku, saya sengaja tidak berhubungan dengan keluarga Moeis Hassan. Kami juga tegaskan proses riset sejarah ini dilakukan secara mandiri tanpa ada intervensi penguasa, pesanan cerita sejarah, serta riwayat fiktif yang disengaja," ujarnya.
Lantas, siapakah sebenarnya Abdoel Moeis Hassan? "Banyak pihak yang menyangka ia adalah orang yang namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah di Samarinda Seberang. Sebagian orang juga mengira, ia adalah orangtua atau kakek dari pengurus parpol era abad ke-21 yang bernama fam "Moeis". Itu keliru. Abdoel Moeis Hassan bukanlah I.A. Moeis," jelas Sarip.
Dikemukakan, Abdoel Moeis Hassan lahir di Samarinda, 2 Juni 1924 dan wafat di Jakarta, 21 November 2005. Ia merupakan seorang tokoh pemuda pergerakan kebangsaan di Samarinda era 1940-1945 dan pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Kalimantan Timur (1945-1949).
Masa remaja dihabiskan dalam perkumpulan kepemudaan untuk kemerdekaan, bernama Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) yang didirikan. Aminah Syukur dan A.M. Sangadji pernah menjadi gurunya. Di usia 22 tahun Moeis Hassan sudah menjadi pemimpin perjuangan diplomasi di Samarinda dalam gerakan kaum Republiken menentang NICA.
Baca: Ahok Tidak Ambil Bebas Bersyarat, Bagaimana Sikapnya Terkait Pilpres 2019?
Ketua Ikatan Nasional Indonesia (INI) Samarinda dan Ketua Front Nasional merupakan jabatan yang dimandatkan kepadanya dalam masa revolusi kemerdekaan.
Selain beberapa perjuangan serta jabatan yang diemban Moeis Hassan ketika dirinya masih cukup muda, alasan lain juga dikemukakan Sarip menjadi poin mengapa Moeis Hassan diusulkan sebagai tokoh Pahlawan Nasional. Di antaranya, Moeis Hassan dianggap sebagai pejuang yang tidak pernah menyerah.
Poin ini menjadi penting, karena dalam Pasal 26 UU No. 20/2009 dijelaskan bahwa syarat untuk bisa menjadi Pahlawan Nasional adalah tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan. Tidak menyerah ini terlihat saat Moeis Hassan menolak masuk menjadi bagian dari Federasi Kaltim 1947.
Saat itu, Federasi Kaltim direncanakan menjadi 'boneka' pemerintahan Belanda dengan Van Mook sebagai Gubernur Jenderal Belanda saat itu. Tawaran jabatan dan finansial untuk menjadi anggota pemerintahan boneka Gubernur Belanda Van Mook ditolak. Moeis Hassan tak ingin sejarah mencapnya sebagai pengkhianat.
Baca: VIDEO EKSKLUSIF - Kisah Heroik Pejuang Balikpapan Demi Kemerdekaan RI
"Letjen A.H. Nasution pun mengakuinya sebagai orang Kaltim yang bersih dari kerja sama dengan Belanda tatkala sebagian orang Kaltim banyak yang turut membantu Van Mook mendirikan Federasi Kaltim 1947," tutur Sarip. (*)