Balikpapan Terendah Penggunaan Vaksin MR, Ternyata Dipengaruhi Faktor Ini

Ketiganya kalah dibandingkan dengan Mahakam Ulu, Kubar, serta Kutim dalam jumlah cakupan vaksin.

indianexpress.com
Ilustrasi vaksin MR 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim Anjas Pratama

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Masuk pertengahan September, progress imunisasi Measless Rubella (MR) yang ditarget kelar hingga 95 persen pada akhir September ini, masih belum tunjukkan progress signifikan.

Keluarnya fatwa MUI yang membolehkan agar vaksin MR digunakan meskipun terdapat kandungan babi dalam proses pembuatannya disebut tidak memberi dampak tinggi pada animo masyarakat dalam lakukan imuniasi MR di sekolah ataupun Puskesmas.

Data yang diterima Tribun dari Kabid P2PL (Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Dinkes Kaltim, Soeharsono, menunjukkan bahwa cakupan vaksin di seluruh Kaltim per 15 September baru mencapai 45, 15 %.

“Hingga 15 September, progress cakupan kampanye MR di Kaltim sudah ada di angka 45.15 persen. Sebenarnya target hingga tanggal segini itu, awalnya 60- 75 persen. Tetapi, beberapa kendala membuat hal ini sulit, yakni persepsi masyarakat serta penolakan akan vaksin membuat cakupan vaksin juga belum berdampak besar,” ucap Soeharsono, saat ditemui di meja kerjanya Senin (17/9).

Kota Balikpapan, Samarinda, serta Bontang yang merupakan kota berkembang di Kaltim justru menjadi 3 daerah cakupan vaksinnya terendah di Kaltim.

Ketiganya kalah dibandingkan dengan Mahakam Ulu, Kubar, serta Kutim dalam jumlah cakupan vaksin.

“Paling tinggi itu di Mahakam Ulu dengan 107, 96 persen, disusul 93,17 persen. Tingginya cakupan vaksin di daerah ini juga dikarenakan sasaran jumlah  penduduknya kan tidak begitu tinggi. Itu jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Balikpapan dan Samarinda,” ucapnya.

Lebih lanjut, laporan akan beberapa sekolah/ ortu yang menolak juga sudah diketahui oleh pihak Dinkes Kaltim.

Hal ini, diakuinya menjadi salah satu masalah utama dalam proses pemenuhan vaksin hingga akhir September.

“Ya, laporan itu juga sudah ada. Pemahaman masyarakat akan vaksin masih belum 100 persen menerima. Ada sekolah yang dari 30 siswanya diberikan vaksin, hanya 5 saja yang mau untuk divaksin. Ada pula ditemui, justru wali kelasnya yang takut jika vaksin diberikan kepada siswa-siswanya. Ini wajar, karena wali kelas tersebut takut jika nanti ada hal-hal yang terjadi pada anak didiknya setelah dilakukan vaksin,” ucap Soeharsono.

Pemberitaan negatif terkait dampak vaksin MR usai digunakan disebut Soeharsono, justru menjadi persoalan baru. Bukan lagi pada status haram haram vaksin seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

“Kalau kemarin kan persoalannya pada status vaksin yang harus dapatkan fatwa MUI. Kemudian, fatwa MUI sudah ada, tetapi masyarakat masih merasa ragu karena ketakutan akan dampak setelah vaksin. Hal ini yang memberatkan petugas di lapangan. Mau tidak mau, ketika ada penolakan, maka petugas lakukan proses vaksinisasi ulang di beberapa tempat,” katanya.

DIlihat dari telah keluarnya fatwa MUi tersebut, hingga saat ini, jumlah kenaikan cakupan vaksin hanya sampai 15 persen.

“Saat sebelum fatwa MUI kemarin kan cakupan sudah 30 persen. Nah sampai saat ini sudah 45 persen. Berarti kenaikan ada 15 persen. Kenaikan ini kalau dilihat per hari hanya berkisar 1-2 persen saja. Sulit untuk bisa mencakup 95 persen hingga di akhir bulan, jika progress dari pemahaman masyarakat masih sama seperti saat ini,” ucapnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved