Target Penerbitan 6 Ribu Sertifikat Tanah Sempat Terkendala Sengketa dan Tumpang Tindih

“Kalau mau tertib sama-sama. Kita harus hati-hati, karena tanah ini, banyak mafianya,” katanya.

TRIBUN KALTIM / NALENDRO PRIAMBODO
Kepala Badan Pertanahan Kota Balikpapan, Ramlan 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Nalendro Priambodo

TRIBUNKALTIM.CO,BALIKPAPAN – Badan Pertanahan Nasional Kota Balikpapan dikejar target nasional penyelesaian 6000 sertifikat tanah hingga Oktober 2018.

Setidaknya, hingga akhir bulan September ini, mereka harus sudah merampungkan mayoritas pengerjaan pengukuran lahan dan persoalan yuridis di lapangan.

Program Pendaftaran Sistemis Lengkap (PTSL) dan bantuan Pemkot Balikpapan lewat Izin Memanfaatkan Tanah Negara (IMTN), menjadi alternatif percepatan.

Kepala Badan Pertanahan Kota Balikpapan, Ramlan, menjelaskan, saat ini sudah ada 10 ribu bidang tanah yang dijangkau program ini, disusul optimalisasi aset peta bidang mencapai 1.800 item, dan penyelesaian akhir PTSL sekitar 700-1.000 item hingga batas akhir target penyelesaian. Pihaknya mencoba optimistis selesai tepat waktu.

“Sejauh ini, aspek yuridis sudah 90 persen dan pengukuran sudah 70 persen,” kata Ramlan, Senin (24/9/2018) di kantornya, usai perayaan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2018, bertema “Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran”.

Kepemilikan sertifikat tanah ini penting agar ada kepastian hukum, penataan batas tanah.

Apalagi ketika pemilik meninggal dunia, kehadiran sertifikat yang sah, diharapkan makin memudahkan proses serah terima lahan ke ahli waris.

“Selama dunia masih ada, tanah dan sertifikat masih sangat dibutuhkan. Apalagi di bank, sertifikat tanah bisa dianggunkan untuk menambah modal usaha,” ujarnya.

Pun begitu, Ramlan mengakui, persoalan lahan yang tumpang tindih dan bersengketa, masih jadi kendala utama di Balikpapan, salah satunya disebabkan kurang kurang cermatnya pemetaan lahan di periode BPN sebelum dia.

Dia enggan membeber lebih jauh detail sebabnya.

Akibat tumpang tindih lahan ini, petugas pengukur lahan dengan peta digital, terpaksa mengulang proses pemetaan yang bisa memakan waktu bervariasi, mulai dari harian hingga hitungan detik, tergantung kondisi lahan.

Untuk verifikasi silang, petugas dan pemilik lahan, harus mencari buku tanah mengenai asal usulnya, sebelum petugas turun memetakan, dan disinkronkan dengan peta tunggal pertanahan.

Tak heran, penerbitan sertifikat lahan memakan waktu lama, karena butuh kehati-hatian agar tak menjadi persoalan di kemudian hari.

Baca juga:

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved