Ada Dugaan Kerugian Negara Rp 1,2 T dari Royalti Batu Bara, KPK Turun ke Sungai Mahakam
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama tim seharian menyusuri Sungai Mahakam
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama tim seharian menyusuri Sungai Mahakam untuk melihat langsung lalu lalang ponton pengangkut batu bara, Kamis (15/11).
Tim KPK sengaja turun ke Samarinda, khususnya Samarinda didasari atas dugaan kerugian negara dari pengelolaan batu bara. Laporan Litbang KPK tahun 2013 ditemukan ada Rp 1,2 triliun kewajiban royalti penambangan batu bara yang belum disetor ke negara.
Bahkan, temuan ICW 10 tahun terakhir, juga mencatat total potensi kerugian negara mencapai Rp 133 triliun yang berasal dari pajak dan PNBP yang belum dibayar.
Baca: Inpres tentang Percepat Pembangunan KBM Tanjung Selor Keluar, 12 Kementerian Diminta Ini
Selain itu, dari beberapa laporan yang masuk, juga mencatat adanya kewajiban reklamasi bekas tambang yang tidak dilakukan, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa. Hal itulah yang membuat KPK melakukan review bersama dengan kementerian dan pemerintah daerah terkait dengan koordinasi pengawasan penambangan, serta perdagangan batu bara.
"Keliling dari pagi sampai sore, karena kita punya perbedaan data antara teman-teman di Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, maupun ESDM. Selama tiga tahun berturut-turut kita amati, khususnya batu bara berbeda," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo yang memimpin langsung penelusuran ke Sungai Mahakam.
"Kita ajak semua, ada dari Dirjen Perhubungan Laut, Pemprov Kaltim, Bea Cukai, Pajak, Perdagangan, hingga ESDM, agar semua tahu perbedaannya seperti apa," tambahnya.
Baca: Penyidik dan Auditor Diskusi Kerugian Negara, Kejari Samarinda Usut Proyek Pasar Baka
Hasil penelusuran di sekitar kawasan Sungai Mahakam, tim KPK menemukan banyak hal yang diduga adanya pelanggaran, diantaranya terdapat tiga jetty yang berdekatan. Karana tidak ada tambangnya, hal itu yang menimbulkan kecurigaan tentang adanya tambang ilegal.
"Tapi harus didalami lagi, diteliti lebih lanjut, karena tadi ada jetty yang berdekatan, karena tidak ada tambangnya, jangan-jangan itu tampung batu bara ilegal," jelas Agus.
Nantinya, akan dilakukan inventarisasi dari hulu sampai ke ilir, mulai dari tentang kejelasan perizinan kepemilikan jetty, termasuk tongkang dan tugboat yang mengangkut batu bara, serta hal lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan batu bara.
"Apa tidak sebaiknya kontrak langsung pemilik pertambangan, agar bisa cegah over suplay, dan pemerintah dapat harga yang lebih baik," harapnya.
Lanjut Agus menjelaskan, dari perbedaan data tersebut, kemungkinan kebocoran pendapatan negara nilainya cukup signifikan. Nantinya, dari hasil penelusuran pihaknya, akan dilakukan rapat koordinasi bersama di Jakarta untuk menyelesaikan masalah yang ada, terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, khususnya batu bara.
"Kita sudah susuri masalahnya, kemudian segera kita kumpul untuk selesaikan masalah ini. Lalu ada keputusan bersama empat Dirjen, diharapkan dengan peraturan baru tersebut cita-cita dari amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dapat terlaksana," terangnya.
Baca: VIDEO - Ketua KPK Turun Langsung Susuri Sungai Mahakam
"KPK kan tidak hanya melakukan penindakan, tapi juga melakukan pencegahan, memonitoring kebijakan pemerintah yang arahnya perbaikan sistem," tutup Agus Rahardjo.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan Agus Purnomo menjelaskan, data yang tidak sinkron tersebut hanya jumlahnya saja, bukan pungutannya. "Bukan pungutannya, nanti akan sinkronkan pelaporannya. Sumber data sama tapi pelaporannya berbeda," jelasnya.
Pihaknya pun akan melakukan inventarisasi pelabuhan-pelabuhan yang dipakai untuk loading baru bara, termasuk memeriksa perzinan kapal, tugboat, serta tongkang. Dari Navigasi dan Syahbandar bisa untuk lakukan inventarisir perizinan.
"Selama ini kita monitor juga, hanya perlu sinkronisasi seperti yang dikatakan KPK. Masih kita gali, seharusnya sama, saya belum tahu detailnya," tutupnya. (*)