Demi Raih Kedamaian dan Kebebasan, Sekelompok Punk Sengaja Suntikkan Virus HIV ke Tubuh Sendiri

Orang-orang dewasa di negara itu yang terjangkit HIV dimasukkan ke sanatorium untuk dikarantina.

Handover
Pita Merah lambang HIV/AIDS 
TRIBUNKALTIM.CO -  Ketika banyak yang berlomba-lomba terbebas darinya, nyatanya pernah ada sekelompok orang yang dengan sengaja menyuntikkan virus mematikan, HIV, ke tubuh mereka sendiri.

Eit, tapi jangan salah paham dulu, tujuan mereka tidak untuk membahayakan orang lain kok.

Dalam rangka memperingati Hari AIDS sedunia yang jatuh pada Sabtu, 1 Desember 2018 ini, kami akan menghadirkan kisah tentang mereka, tentang orang-orang punk yang sengaja menyuntikkan virus HIV ke tubuh sendiri untuk melawan represi yang dilakukan rezim Castro di Kuba.

Kelompok ini menamakan diri Los Frikis, kelompok punk yang berbasis di Kuba.

Seperti dilaporkan Vice pada Februari 2017 lalu, waktu itu, pemerintahan Fidel Castro berusaha keras untuk mempertahankan ketertiban nasional dengan paksa.

Salah satu manifestasinya, polisi menindak keras para gelandangan dan orang-orang yang dianggap berada di “luar” kelompok mereka.

Para Frikis menjadi salah satu target penertiban itu, lantaran mereka dianggap berbeda, dianggap melalaikan norma kehidupan di bawah sosialisme Kuba.

Lebih dari itu, mereka sering dilecehkan, ditangkap, dipenjarakan, atau dipaksa melakukan kerja kasar.

Nah, salah satu bentuk protes yang mereka lakukan adalah dengan menginfeksi diri mereka sendiri dengan HIV yang mereka ambil dari teman-teman Frikis mereka yang positif HIV.

Bagaimanapun juga, ini sangat membingungkan.

Baca juga:

Jurnalis Asing Bocorkan Rencana Duel Khabib Nurmagomedov dan Conor McGregor yang Diatur Bos UFC

Persija Jakarta Vs Mitra Kukar - Geri Mandagi: Laga Melawan Persija adalah Final

Widodo Cahyono Putro Mundur dari Bali United, Begini Ungkapan Perasaan Irfan Bachdim

Legowo Aksi Kontemplasi di Monas Ditunda, Kapitra Ampera Doakan Reuni 212 Besok Sukses

Berambisi Dominasi Olahraga Bela Diri, Kini Presiden UFC Dana White Ingin Tangani Tinju


Tapi dengan beragam alasan, ada pihak yang menilai apa yang dilakukan kelompok ini cukup beralasan.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, Kuba relatif berjuang sendirian. Kondisi ini membuat negara yang terletak di Amerika Tengah itu mengalami krisis pangan yang secara fisik mengubah orang Kuba untuk selamanya.

Nah, di waktu yang sama, wabah AIDS semakin memburuk. Negara-negara di seluruh dunia pun segera mengendalikan penyebaran virus ini.

Yang paling kontroversial adalah yang dilakukan Kuba. Orang-orang dewasa di negara itu yang terjangkit HIV dimasukkan ke sanatorium untuk dikarantina.
 
Baca juga:
 



Nah, dalam kondisi inilah para Frikis melihat ada kesempatan untuk melarikan diri dari masyarakat yang diskriminatif, yang berusaha merampas kebebasan mereka.

“Ia tahu, dengan menginfeksi diri, ia akan dikirim ke sanitarium,”ujar Niurka Fuentes, bercerita tentang suaminya, seorang Frikis bernama Papo La Bala alias Papo si Peluru, kepada Vice.

“Ia tahu akan bertemu orang seperti dirinya di sana, polisi akan meninggalkannya, dan ia bisa menjalani hidupnya dengan damai.”

Menurut laporan Ranker.com, Papo menginfeksi dirinya dengan HIV menggunakan darah yang diperolehnya di sebuah konser.

Ia mengklaim, dirinya melakukan itu karena pemerintah Kuba tidak akan membiarkannya menjalani hidup dengan caranya, cara punk-nya.

Jadi ia akan melawan, bagaimanapun caranya.

Lebih dari itu, ia sadar dengan konsekuensi yang akan ia tanggung di depannya.

Benar, daripada harus hidup di jalanan atau di tempat di mana mereka kerap dilecehkan dan dianiaya, para Frikis yang terinfeksi ini menemukan tempat di mana mereka dapat makan gratis, tempat tinggal, dan pengobatan.

Karena saking banyaknya Frikis yang dikirim ke sanitarium, tempat itu lantas menjadi tempat yang nyaman bagi kaum punk.

“Anda bisa mendengar rock’n roll dan heavy metal yang keluar dari setiap rumah (di sanitarium),” ujar Yoandra Cardoso, seorang Friki yang kini tinggal di area bekas sanitarium.

“Ketika sanitarium dibuka pertama kali, 100 persen isinya Friki … kami semua bersama,” tambahnya.
Masih menurut Vice, pada 1989, militer menyerahkan kendali sanitarium kepada Kementerian Kesehatan.

Dan di bawah metodologi progresif, para pasien yang tinggal di sana diperbolehkan mendengar dan memainkan alat musik, berpakaian sesuai selera, dan bersosialisasi dengan orang lain baik di dalam maupun di luar sanitarium.

“Kami menciptakan dunia kami sendiri di sana,” tambah Fuentas.

Kini, hampir seluruh sanitarium sudah ditutup. Kalaupun ada, fungsinya lebih untuk rawat jalan alih-alih tempat karantina. (Grid.ID)

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved