NASA Ungkap Fakta Aneh di Balik Gempa Palu, Ada yang Bergerak di Luar Batas Kecepatan Geologis
Hampir lima bulan berlalu, NASA memiliki temuan baru terkait gempa yang meluluhlantakkan Palu pada bulan September 2018 lalu.
Editor:
Doan Pardede
TRIBUN TIMUR/TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Kondisi Perumnas Balaroa pasca dilanda Gempa terekam kamera drone, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Jumat (5/10). Gempa yang menerjang Palu berkekuatan 7.7 SR pada Jumat (28/9/2018) diperkirakan ratusan orang tewas hingga kini masih tertimbun dan evakuasi terus dilakukan di Perumahan tersebut. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
NASA Ungkap Fakta Aneh di Balik Gempa Palu, Ada yang Bergerak di Luar Batas Kecepatan Geologis
TRIBUNKALTIM.CO - Hampir lima bulan berlalu, NASA memiliki temuan baru terkait gempa yang meluluhlantakkan Palu pada bulan September 2018 lalu.
Seperti yang dilansir dari Tribun Timur, NASA baru saja mengungkap fakta terbaru mengenai bencana likuefaksi di Kampung Petobo dan Gempa Palu di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.
Gempa yang kemudian disusul tsunami dan likuefaksi itu menewaskan 2.086 jiwa dengan total kerugian mencapai Rp 18,48 triliun.
Ternyata, peristiwa ini tergolong langka yang hanya terjadi sebanyak 15 kali dalam catatan sejarah geografi.
Menurut Ilmuan Laboratorium Propulsi Jet atau JPL NASA, bencana likuifaksi yang terjadi di Palu disebabkan karena gelombang bergerak menelusuri sesar bumi dengan kecepatan super yang memecahkan batas kecepatan geologis.
Seperti yang dilansir dari Tribun Timur, NASA baru saja mengungkap fakta terbaru mengenai bencana likuefaksi di Kampung Petobo dan Gempa Palu di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.
Gempa yang kemudian disusul tsunami dan likuefaksi itu menewaskan 2.086 jiwa dengan total kerugian mencapai Rp 18,48 triliun.
Ternyata, peristiwa ini tergolong langka yang hanya terjadi sebanyak 15 kali dalam catatan sejarah geografi.
Menurut Ilmuan Laboratorium Propulsi Jet atau JPL NASA, bencana likuifaksi yang terjadi di Palu disebabkan karena gelombang bergerak menelusuri sesar bumi dengan kecepatan super yang memecahkan batas kecepatan geologis.

Ashanty Merasa Bersalah dan Menyesal Tantang Jerinx SID Berdebat : Aku Salah Sih Kemarin!
Jelang Pernikahan Ahok BTP, Yuni Shara Unggah Foto Bareng Veronika Tan, Warganet Langsung Bereaksi
Studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Geoscience itu mengungkap adanya retakan yang bergerak di sepanjang sesar dalam kecepatan yang sangat tinggi.
Hal inilah yang memicu gelombang naik turun atau sisi ke sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuefaksi.
Hasil studi ini juga sejalan dengan kesaksian korban selamat dari lumpur likuefaksi yang menelan nyawa dan harta warga di Kawasan Balaroa, Petobo dan Jogo One.
Getaran yang tercipta jauh lebih kuat daripada gempa bumi.
Untuk mengungkap temuan tersebut ilmuwan menganalisa pengamatan resolusi tinggi spasial terhadap gelombang seismik yang disebabkan gempa bumi, radar satelit dan citra optis.
Metode ini diperlukan buat menghitung kecepatan, tempo dan tingkat magnitudo gempa berkekuatan 7,5 pada skala Richter di Sulawesi Tengah.

Menurut JPL, gempa di Palu bergerak dalam kecepatan stabil, yakni 14,760 km per jam, dengan getaran terbesar terjadi selama satu menit.
Gempa bumi biasanya terjadi dalam kecepatan antara 9.000 hingga 10,800 km per jam.
Ilmuwan menemukan, dua sisi dari sesar sepanjang 150 kilometer itu bergeser sepanjang lima meter - jumlah yang menurut ilmuwan sangat besar.
Menurut studi, Sesar yang retak menciptakan ragam jenis gelombang di tanah, termasuk gelombang geser yang menyebar dengan kecepatan 12.700 km per jam.
Dalam gempa berkecepatan tinggi seperti di Palu, retakan yang bergerak cepat menyalip gelombang geser yang lebih lambat dan menciptakan efek domino yang menghasilkan gelombang seismik yang lebih mematikan.
Ilmuwan terkejut oleh kecepatan gempa di Palu yang sangat konstan, mengingat bentuk sesar di Sulawesi Tengah sendiri.
Selama ini ilmuwan meyakini gempa bumi berkecepatan tinggi alias supershear hanya terjadi pada sesar yang berbentuk lurus sehingga tidak menciptakan banyak rintangan bagi pergerakan gempa bumi.
Seperti yang diketahui, pada 28 September 2019 lalu gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah.
Peristiwa ini menimbulkan beberapa fenomena alam.
Salah satunya adalah likuefaksi ini.
Ya, seperti yang dikutip dari laman Bobo.id (1/10/2018), selain gempa dan tsunami beredar sebuah video yang menunjukkan munculnya lumpur mengalir di bawah rumah-rumah warga.
Dalam video berdurasi dua menit itu, terlihat rumah-rumah dan pepohonan bergerak hanyut dengan lumpur.
Melalui akun Twitternya @Sutopo_PN, Kepala BNPB itu menyebut bahwa ini merupakan fenomena likuefaksi.
Gempa bumi biasanya terjadi dalam kecepatan antara 9.000 hingga 10,800 km per jam.
Ilmuwan menemukan, dua sisi dari sesar sepanjang 150 kilometer itu bergeser sepanjang lima meter - jumlah yang menurut ilmuwan sangat besar.
Menurut studi, Sesar yang retak menciptakan ragam jenis gelombang di tanah, termasuk gelombang geser yang menyebar dengan kecepatan 12.700 km per jam.
Dalam gempa berkecepatan tinggi seperti di Palu, retakan yang bergerak cepat menyalip gelombang geser yang lebih lambat dan menciptakan efek domino yang menghasilkan gelombang seismik yang lebih mematikan.
Ilmuwan terkejut oleh kecepatan gempa di Palu yang sangat konstan, mengingat bentuk sesar di Sulawesi Tengah sendiri.
Selama ini ilmuwan meyakini gempa bumi berkecepatan tinggi alias supershear hanya terjadi pada sesar yang berbentuk lurus sehingga tidak menciptakan banyak rintangan bagi pergerakan gempa bumi.
Seperti yang diketahui, pada 28 September 2019 lalu gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah.
Peristiwa ini menimbulkan beberapa fenomena alam.
Salah satunya adalah likuefaksi ini.
Ya, seperti yang dikutip dari laman Bobo.id (1/10/2018), selain gempa dan tsunami beredar sebuah video yang menunjukkan munculnya lumpur mengalir di bawah rumah-rumah warga.
Dalam video berdurasi dua menit itu, terlihat rumah-rumah dan pepohonan bergerak hanyut dengan lumpur.
Melalui akun Twitternya @Sutopo_PN, Kepala BNPB itu menyebut bahwa ini merupakan fenomena likuefaksi.

14 Tahun Berlalu, Lisa Face Off yang Disiram Air Keras oleh Suaminya telah jadi Pengusaha Sukses
Unjuk Rasa Dugaan Korupsi RPU di Balikpapan Berakhir, Mahasiswa Sebut Akan Ada Aksi Susulan
Dikutip dari Wikipedia, pencairan tanah atau likuefaksi tanah adalah suatu fenomena tanah yang jenuh atau sebagian jenuh secara substansial kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan.
Biasanya disebabkan oleh gempa bumi yang bergetar atau atau perubahan lain secara tiba-tiba dalam kondisi menegang.
Sehingga menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan atau air berat. (*)
Artikel ini telah tang du Grid.ID dengan judul Temukan Keanehan di Balik Gempa Palu, NASA: Gelombang Seismik Bergerak di Luar Batas Kecepatan Geologis
Berita Terkait