Puisi Doa yang Ditukar Milik Fadli Zon Dianggap Lebih Banyak Kata Politis Daripada Puitis
"sangat jauh kalau dibandingkan dengan puisi Goenawan Mohammad, dengan Khalil Gibran, itu antara bumi dan langit," tuturnya.
Puisi Doa yang Ditukar Milik Fadli Zon Dianggap Lebih Banyak Kata Politis Daripada Puitis
TRIBUNKALTIM.CO - Puisi Doa yang Ditukar milik Fadli Zon masih menjadi polemik hingga hari ini.
Puisi Fadli Zon itu keluar setelah KH Maimun Zubair atau Mbah Moen sempat mengucap nama Prabowo saat berdoa. Tak lama kemudian, Mbah Moen meralatnya dengan mengucap namaJokowi.
Akibat Puisi Fadli Zon itu, akhir pekan lalu, para santri di beberapa daerah menuntut Fadli Zon minta maaf kepada Mbah Moen, pimpinan Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang.
• Marko Simic Tersandung Kasus Pelecehan Seksual, Dulu Disebut Pernah Kirim Foto Tanpa Baju Atasan
• Ramalan Zodiak Hari Ini Rabu 13 Februari 2019, Cancer Dapat Tekanan dan Gemini Pikirkan Karir
• Upload ke sscasn.bkn.go.id, Berikut Dokumen yang Harus Disiapkan untuk Daftar PPPK 2019
Bahkan, saat ini, pengamat pun ikut mengomentari Puisi Fadli Zon. Salah satunya adalah pengamat politik sekaligus Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo.
Karyono Wibowo mengibaratkan Puisi Fadli Zon berjudul ' Doa yang Ditukar' bagai menepuk air di dulang terpercik sendiri. Hal itu disebutnya karena puisi tersebut malah membuat malu Fadli Zon.
"Saya bilang puisinya begitu karena ada kata-kata begal, kau begal. Selama ini yang biasa membegal itu siapa?", kata Karyono dalam diskusi bertajuk 'Politik Dajjal? Begal Doa Kiai', Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019).
"Nah kalau kita runut setelah doanya Mbah Maimun ( Mbah Moen) kemudian beredar video yang dipenggal-penggal, yang membegal doanya Mbah Maimun itu siapa," imbuhnya.
Dalam tahun politik seperti saat ini, Karyono melihat puisi Wakil Ketua DPR itu sebagai bentuk kapitalisasi doa.
Itu dilakukan guna mendapatkan simpati publik demi kepentingan elektoral dalam pemilu.
"Jadi kita lihat kenapa Fadli Zon atau respons dari kubu penantang Pak Jokowi yang tega mengkapitalisiasi doa atau istilahnya membegal doa ulama karismatik yang sangat disegani itu karena didorong oleh syahwat politik, syahwat kekuasaan yang terlalu besar," tegasnya.
Selain itu, Karyono melihat diksi-diksi dalam puisi tersebut mengandung makna politis.
"Menurut saya, puisi ini jujur, saya katakan puisi yang sangat jelek, kurang bagus nilai seninya juga datar, diksi-diksi narasi yang digunakan juga sangat senang, sangat jauh kalau dibandingkan dengan puisi Goenawan Mohammad, dengan Khalil Gibran, itu antara bumi dan langit," tuturnya.
"Makanya saya ambil kesimpulan puisinya Fadli Zon lebih banyak pakai kata politis bukan puitis," bebernya dikutip dari Tribunnews.com.
Sebelumnya, Fadli Zon membuat puisi yang menyindir situasi sosial politik terkini. Kali ini puisi Fadli Zon tersebut berjudul Doa yang Ditukar. Puisi Fadli tersebut diposting dalam akun twiternya @Fadlizon.