Cuaca di Wilayah Samarinda dan Sekitarnya Sangat Terik, Ternyata Ini Pemicunya
Cuaca di wilayah Samarinda dan sekitarnya, beberapa pekan ini sangat terik. Nyaris tanpa hujan.
Penulis: Rafan Dwinanto | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Cuaca di wilayah Samarinda dan sekitarnya, beberapa pekan ini sangat terik. Nyaris tanpa hujan. Rupanya, kondisi ini disebabkan makin mendekatnya matahari pada garis equator atau khatulistiwa.
Demikian diungkapkan Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto Samarinda, Ana Kania Anisa, Rabu (6/3).
"Panas terik begini banyak penyebabnya. Yang utama matahari terus bergerak ke arah khatulistiwa. Sementara, Kaltim, termasuk Samarinda ini sangat dekat dengan khatulistiwa," kata Ana.
• Inilah Figur Pramono Edhie Wibowo; Sosok Pendonor Sumsum Tulang Belakang Demi Kesembuhan Ani
Kondisi panas terik demikian, akan mencapai puncaknya pada 21 Maret. Saat itu, matahari akan tepat berada pada garis equator. "Matahari ini selalu bergerak. Desember, dia berada di selatan equator. Dan ini terus mendekat ke equator. 21 Maret nanti matahari tepat di equator," sebut Ana.
Saat ini, Samarinda dan sekitarnya sedang dalam masa peralihan dari musim kemarau, menuju musim penghujan. Berdasarkan data citra satelit, kata Ana, musim penghujan diperkirakan terjadi pada 10 hari kedua (dasarian II) Maret ini.
"Tanggal 20-an ini sebenarnya sudah masuk musim hujan. Tapi, karena matahari masih dekat di equator, maka panasnya akan tetap menyengat," katanya lagi.
Kondisi panas terik dan kering belakangan ini turut dijelaskan Ana. Menurutnya, matahari mengirimkan gelombang panas ke bumi melalui gelombang radiasi pendek. Agar suhu tetap stabil, bumi melepaskan gelombang panjang untuk mengirimkan kembali panas tersebut.
• Empat Terdakwa Kasus RPU Dituntut 5 Tahun Penjara, Ini Hal Memberatkan dan Meringankan
"Hanya saja, gelombang panas yang dipantulkan kembali oleh bumi ini, terhalang tumpukan awan. Sehingga, kondisinya panas kering begini," urainya.
Adapun awan menggumpal yang kerap terlihat menutupi langit Samarinda, menurut Ana, bukanlah awan yang berpotensi menghasilkan curah hujan. Pasalnya, awan tersebut merupakan kategori awan tinggi.
"Jadi awan ada levelnya. Yang berpotensi menyebabkan hujan itu awan yang rendah. Nah, sekarang ini secara visual memang kita lihat awan banyak. Tapi itu awan tinggi. Tidak menyebabkan potensi hujan," katanya lagi.
Saat ini, pembentukan awan hujan aktif, masih berada di kawasan Indonesia bagian barat. "Pergerakan massa udara, baru di Indonesia bagian barat. Indonesia bagian tengah belum aktif. Jadi, pertumbuhan awan hujan belum signifikan di Indonesia tengah," tutur Ana. (*)