Pilpres 2019
Quick Count Pilpres 2019 Disoal, Benarkah Hasil Quick Count Pilkada DKI 2017 Beda dengan Hasil KPU?
Hasil Quick Count Pilpres 2019 yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei menuai protes salah satu kubu pasangan capres-cawapres.
Penulis: Syaiful Syafar |
TRIBUNKALTIM.CO - Hasil Quick Count Pilpres 2019 yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei menuai protes salah satu kubu pasangan capres-cawapres.
Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menuding hasil Quick Count Pilpres 2019 yang ditayangkan di televisi hanya menggiring opini publik.
Berdasarkan hasil Quick Count Pilpres 2019 sejumlah lembaga survei, pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin menang atas rivalnya, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil hitung cepat Litbang Kompas, misalnya, dengan sampel masuk 97 persen, Jokowi-Maruf unggul dengan 54,52 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 45,48 persen.
Prabowo Subianto sebelumnya menolak hasil Quick Count Pilpres 2019 sejumlah lembaga survei.
Ia mengklaim kemenangan Prabowo-Sandi berdasarkan exit poll, quick count, dan real count yang dilakukan internal timnya.
Hitungan riil internal menunjukkan dirinya bersama calon wakil presiden Sandiaga Uno telah memperoleh suara sebesar 62 persen.
"Ini adalah hasil real count di posisi lebih dari 320.000 TPS," kata Prabowo Subianto disambut sorak sorai para pendukung di depan rumahnya di Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Prabowo juga menyindir lembaga survei yang hitung cepatnya memenangkan Jokowi-Maruf hanya bekerja untuk satu pihak, untuk menggiring opini publik.
Tidak hanya itu.
Sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono juga menuding sejumlah lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau Quick Count Pilpres 2019 sudah dibayar oleh Jokowi.
Pernyataan itu dilontarkan Arief Poyuono dalam acara Mata Najwa edisi spesial Pemilu 2019 bertajuk "Suara Penentu" yang tayang di Trans7, Rabu (17/4/2019) malam.
Menurut Arief, hasil Quick Count Pilpres 2019 merupakan bentuk ketidakjujuran lembaga survei untuk menutupi real count KPU.
"Dalam hukum statistik selalu ada kata probabliltas, artinya mungkin benar, mungkin salah. Ayo akui itu. Kalau sebuah lembaga survei sebelum pilpres dikumpulin di istana, whats going on?," kata Arief Poyuono.
Arief Poyuono beralasan pengalaman Pilkada DKI 2017 lalu menjadi bukti bahwa lembaga survei juga bisa salah.