Prakiraan Cuaca

BMKG Berau Prediksi Musim Kemarau dan Kering Masuk Bulan Juni 2019, Waspadai Gejala Karhutla

BMKG ramal akan ada musim kemarau. Soal musim kemarau ditandai dengan curah hujan yang menurun drastis. Warga imbau waspada musim kemarau.

Editor: Budi Susilo
Tribun Kaltim/Geafry Necolsen
Memasuki musim kemarau, hingga bulan 10 Agustus 2018 ini saja, sudah ada tiga kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Berau 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Kali ini ada Prakiraan Cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

BMKG mengimbau masyarakat agar mewaspadai musim kering atau musim kemarau.

Hal ini diprediksi akan terjadi mulai bulan Juni hingga Oktober 2019 nanti.

Kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi, menjelaskan, musim kemarau sebenarnya sudah dimulai sejak bulan April lalu, tapi kemarau basah.

Jadi walaupun musim kemarau, tetapi intensitas hujan masih cukup tinggi.

Sedangkan kemarau kering ditandai dengan menurunnya intensitas hujan yang diprediksi akan terjadi mulai bulan Juni sampai Oktober 2019” ungkap Kepala BMKG Berau, Tekad Sumardi kepada Tribunkaltim.co pada Minggu (19/5/2019)

Puncak musim kemarau ditandai dengan curah hujan yang menurun drastis.

Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, misalnya, jumlah hujan dalam dalam kurun waktu 10 hari.

Terjadi hujan dengan curah hujan rata-rata kurang dari 50 milimeter.

Ini diikuti siklus 10 harian berikutnya.

Personel Kodim 0906/Tenggarong menanam tiang pancang jembatan di kawasan Danau Melintang yang berlumpur. Pada musim kemarau, wilayah perairan danau surut dan sebagian besar kering
Personel Kodim 0906/Tenggarong menanam tiang pancang jembatan di kawasan Danau Melintang yang berlumpur. Pada musim kemarau, wilayah perairan danau surut dan sebagian besar kering (HO Humas Kodim Tenggarong)

Atau dalam kurun waktu 30 hari, curah hujan kurang dari 150 milimiter.

Wilayah Berau secara garis besar memiliki sifat hujan yang tidak banyak perbedaan antara musim hujan dan kemarau.

"Sedangkan rata-rata suhu udara, diprediksi berkisar 34 derajat celcius,” ungkapnya.

Dampak yang paling dirasakan selama musim kemarau, menurut Tekad Sumardi adalah meningkatnya titik panas (hot spot) di sejumlah wilayah.

Kondisi ini, kata Sumardi berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Berdasarkan data dari BMKG, sebaran titik panas dalam 5 tahun terakhir dalam periode Mei hingga Oktober, mencapai 2.000 titik panas.

Untuk mencegah bencana kabut asap seperti yang terjadi tahun 2015 lalu, Pemkab Berau membentuk Satgas Kebakaran Hutan Lahan, sesuai dengan instruksi presiden dan sejumlah kementerian.
Untuk mencegah bencana kabut asap seperti yang terjadi tahun 2015 lalu, Pemkab Berau membentuk Satgas Kebakaran Hutan Lahan, sesuai dengan instruksi presiden dan sejumlah kementerian. (Tribun Kaltim/Geafry Necolsen)

Jumlah tersebut menurutnya menduduki tiga besar terbanyak di Kalimantan Timur, setelah Kutai Kartanegara dan Kutai Barat.

Karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat, khususnya para petani atau peladang berpindah agar tidak membuka lahan dengan cara pembakaran.

Dengan suhu udara yang panas, ditambah tiupan angin, memudahkan api melahap daun-daun kering dari pepohonan yang meranggas selama musim kemarau.

Masyarakat yang menghuni kawasan sekitar hutan juga diimbau untuk mewaspadai api yang merembet ke pemukiman.

BMKG, kata Sumardi, selalu berkoordinasi dengan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla), dengan terus memperbaharui kemunculan titik panas yang terpantau melalui satelit.

Saat titik panas terdeteksi, langsung dilaporkan ke Satgas Karhutla untuk didatangi.

Namun tidak jarang, saat ditinjau ke lokasi, titik panas tersebut hanyalah pantulan sinar matahari dari atap rumah warga, lokasi tambang batu bara, hingga bengkel yang menghasilkan suhu udara tinggi.

“Tapi langkah antisipasi tetap perlu dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan,” tandasnya.

Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, pemerintah melarang petani untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Namun memperhatikan kearifan lokal, pemerintah memberikan pengecualian.
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, pemerintah melarang petani untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Namun memperhatikan kearifan lokal, pemerintah memberikan pengecualian. (TRIBUN KALTIM/GEAFRY NECOLSEN)

BACA JUGA:

Elite Demokrat, PAN, dan PKS yang Menentang Sikap Prabowo Subianto Jelang 22 Mei

Bocah Pemulung yang Viral, Sekeluarga Pemulung, Tak Ada yang Sekolah, Ini Pengakukan Kakak Bocah Itu

FPI Pastikan Ikut Unjuk Rasa 20-22 Mei 2019, Sobri Lubis: Massa Tak Bisa Dihitung karena Sangat Cair

Dikurung dan Dianiaya Guru, Anak PAUD Trauma Lihat Shower dan ke Toilet,Guru Itu Kini Masuk DPO

Cara Merebus Bubur Kacang Hijau Agar Cepat Empuk, Menu Lezat untuk Buka Puasa

Like dan Follow Fanspage Facebook

Follow Twitter

Follow Instagram

Subscribe official YouTube

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved