Pilpres 2019
Soroti Soal 'Demokrasi dan Kecurangan' di Sidang MK, Rocky Gerung: Bisa Berdampak ke Pilkada 2020
Rocky Gerung menanggapi soal putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh dalil permohonan dari kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
TRIBUNKALTIM.CO - Peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Rocky Gerung menanggapi soal putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh dalil permohonan dari kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
Menurut Rocky Gerung, hal itu membuat perpecahan antara pendukung 01 dan 02 akan terus berlanjut.
Rocky Gerung menjelaskan, dampak dari putusan MK itu membuat masyarakat jadi melankoli.
"Istilah melankoli yaitu ketika orang kehilangan gairah ketika feodalisme itu sudah pergi, saya kira begitu keadaan di MK, ada melankoli, dalam psikologi melankoli ada depresi, karena tidak mampu untuk melihat peluang ke depan, seolah tertutup, kenapa? karena memorinya ke belakang. Masih ingin ada feodalisme, bahkan masyarakat mengalami melankoli," jelasnya.
Ia kemudian menyorot soal putusan hakim yang menolak seluruhnya dalil permohonan dari kubu Prabowo-Sandiaga.
"Saya perhatikan tadi yang dibacakan hakim menyebutkan menolak seluruhnya, kenapa tidak sebagian, kalau seluruhnya ini berarti mengabaikan semacam tuntutan etis dari masyarakat," katanya.
Hal itu, menurut Rocky Gerung, akan membuat perpecahan antara 01 dan 02 masih terus berlanjut.
"Tapi tentu saya paham MK akan bilang ini bukan urusan kami memriksa etis. Tapi ada soal, dengan menyebut menolak seluruhnya, kimia 01 dan 02 akan tetap berlanjut, karena menolak seluruhnya," kata dia.
Ia juga menilai, tidak ada upaya dari MK untuk menyeimbangkan hasil putusan agar bisa diterima semua pihak.
"Kalau temanya rekonsiliasi harusnya ada keseimbangan baik di dalam awarding atau bahasa tubuh dari MK, tapi itu tidak terlihat. Jadi justru MK mengukuhkan kembali kalau tidak mungkin rekonsiliasi itu berlaku, karena MK sebagai katalisator justu menolak seluruhnya," bebernya.
"Akhirnya MK kembali pada fungsi primernya, yaitu menjadi formalistik bahkan legalistik. Kalau dalilnya tidak bisa dibuktikan, ya kami tolak. Jadi MK tidak memakai kesempatan untuk melakukan judicial activism, yaitu mencari, karena ini bukan sekedar hitung-hitungan hukum, tapi ada etik yang lukah kepada publik," tambahnya lagi.
Rocky Gerung juga menyindir pernyataan kubu 01 soal kecurangan yang biasa terjadi di dalam demokrasi.
"Apalagi di awalnya sudah diterangkan bahwa 01 menganggap bahwa dalam demokrasi, kecurangan itu dibenarkan. Kalau begitu 2020 ada pilkada serentak, mari kita sama-sama boleh curang. Karena MK tidak memberikan semacam wisdom terhadap public claim atau moral claim," tandasnya.
Baca juga :
Masih Single di Usia 60 Tahun, Benarkah Ternyata Rocky Gerung Sering Bikin Patah Hati?