Pendidikan
Di Sekolah Internasional Ini, Guru Dilarang Terima Hadiah
Menanggapi tingginya biaya pendidikan di sejumlah sekolah internasional, Kepala SD Islamic Global School (SD IGS) Wilda menilai hal tersebut relatif.
Penulis: tribunkaltim |
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto dan Cornel Dimas
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Menanggapi tingginya biaya pendidikan di sejumlah sekolah internasional, Kepala SD Islamic Global School (SD IGS) Wilda menilai hal tersebut relatif. Menurutnya, sesuatu dikatakan murah atau mahal tergantung apa yang didapat.
"Kalau sesuatu yang dibiayai sesuai dengan apa yang didapat berarti tidaklah mahal. Sekolah swasta sah saja menetapkan besarnya biaya pendidikan, asal memperhatikan kualitas layanan dan sistem pendidikan yang baik. Jadi jangan asal menetapkan biaya tinggi, namun kualitasnya tidak diperhatikan," katanya, kepada Tribunkaltim.co, Selasa (26/5/2015).
Bagi sekolah swasta, lanjut Wilda, masalah biaya sangat dilematis. Untuk membuat program berkualitas, memerlukan SDM, sarana dan prasarana, serta kegiatan yang bermutu. Namun hampir seluruh biaya tersebut harus ditanggung sendiri oleh sekolah.
Terkait pelayanan IGS, Ketua Yayasan Nurul Azm Sugianto mengatakan, sekolah IGS menggunakan kuriklum berbasis Tauhid, seluruh materi pelajarannya bermuara pada peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
IGS mewajibkan siswanya Tzaqofah Islam, hafalan Al-Quran 3 juz, ilmu kehidupan dan kemandirian, dan pengecekan kesehatan siswa berkala.
Sekalipun bernuansa Islami, sekolah ini menerapkan metode pembelajaran active learning, applied learning, dan environment learning.
Baca: Di Sekolah Dasar Internasional Ini, Murid Diajari Berbisnis
Sugianto mengatakan, IGS sudah menggunakan kurikulum 2013 sejak 5 tahun yang lalu. Metode ini berbeda dari cara belajar klasik, pelajaran mengarah pada penerapan aktif dalam lingkungan sekitar.
Pada evaluasi siswa, IGS menggunakan sistem penilaian otentik, di mana penilaian pembelajaran dilakukan pada setiap kompetensi dasar (KD) selesai diajarkan.
IGS memberikan tiga rapor pada orangtua siswa. Yakni Akademik, berisi penilaian kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Selanjutnya Diknas, rapor yang umumnya dipakai dinas pendidikan. Ketiga, rapor Internal, berisi perkembangan fisik anak dan kreativitas mereka di dalam dan di luar pembelajaran.
Di sekolah ini kinerja guru juga diawasi ketat. Tiap ruang kelas memiliki CCTV untuk memantau kegiatan belajar mengajar. Guru diwajibkan melaporkan aktivitas pengajaran setiap harinya melalui media sosial Facebook, dalam akun yang bernama litbang IGS.
Selain itu, guru tidak boleh menerima hadiah dalam bentuk apapun dari orangtua murid (gratifikasi).
"Kenapa tidak boleh? Karena guru itu multiprofesi, artinya kadang guru menjadi ibu, teman, dan hakim bagi anak-anak didiknya. Sehingga dia harus netral, karena guru itu fungsinya melayani. Menurut manajemen IGS, kalau guru sudah ada yang menerima imbalan dari orangtua murid, maka guru akan tertekan dan tidak obyektif lagi dalam mengajar," ungkapnya.
Apabila ada yang melanggar, lanjut Sugianto, pihaknya tak segan langsung memecat guru tersebut.
Tidak Mahal
Nancy, orangtua salah satu murid di Raffles International School mengaku kaget melihat perkembangan putrinya.
"Saya nggak menyangka, kaget juga setelah diberitahu gurunya kalau anak saya juara 1 lomba pidato bahasa Inggris. Padahal dulu anak saya itu manja. Apalagi baru 4 tahun dia sudah lancar berpidato, makanya saya terharu sekaligus bangga," ungkapnya, saat dijumpai di sekolah tersebut, Jalan MT Haryono Balikpapan, Senin (25/5/2015.
Menurutnya, sistem pembelajaran yang diterapkan seperti presentasi dan diskusi siswa, membuatnya merasakan dampak positif perkembangan putrinya. Nancy menilai bahasa Inggris penting untuk pendidikan anaknya di masa depan.
Nancy menganggap biaya pendidikan di Raffles tidak terlalu mahal. "Terkesan mahal itu karena kita bayar di muka, bayar bukunya juga. Padahal kalau dikalkulasikan, kurang lebih sama aja dengan sekolah lokal," katanya.
Baca: Luar Biasa, Masuk ke Sekolah Dasar Ini Orangtua Rogoh Kocek Rp 1 Miliar
Meski berlabel Internasional, siswa Raffles didominasi pribumi. Begitupun pengajarnya, hanya beberapa dari luar negeri. Direktur Raffles Independent School, Sri Erniati mengatakan sekolahnya bukan untuk warga asing, melainkan anak Indonesia.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim Musyahrim menilai kualitas sekolah negeri di Kaltim sudah berstandar internasional. Ini dibuktikan dengan banyaknya pelajar Kaltim yang memeroleh prestasi tingkat internasional.
"Loh jangan salah, pelajar SMA Negeri di Berau Juara ASEAN, ada juga pelajar SMA Negeri 10 kita juara di Jepang. Apa prestasi ini dianggap standar lokal?" kata Musyahrim.
Dia pun mengaku menyekolahkan anak dan cucunya di sekolah dengan tarif normal. Sekolah negeri ataupun swasta, kata dia, berhak menerima Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, beberapa sekolah swasta menolak menerima dengan alasan tidak ingin terikat ke pemerintah. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/rafless-international-school2_20150527_131923.jpg)