Citizen Journalism
Lonceng Kematian KPK
Di samping pembatasan usia, RUU KPK juga dianggap kian mengebiri tugas dan kewenangan KPK.
Mengebiri Kewenangan
Di samping pembatasan usia, RUU KPK juga dianggap kian mengebiri tugas dan kewenangan KPK. Berikut adalah beberapa hal krusial yang dianggap melemahkan KPK dalam RUU KPK tersebut. Pertama, kewenangan penuntutan.. KPK praktis hanya diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan saja. Dalam Pasal 7 huruf d RUU KPK tersebut disebutkan bahwa, “KPK mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau penanganannya diKepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau legislatif”.
Dalam RUU KPK ini, kewenangan penuntutan hanya dilakukan oleh Jaksa sebagaimana disebutkan pada Pasal 53 ayat (1). Ini jelas jauh dari kaidah sebuah lembaga pemicu (trigger) seperti KPK, dimana sistem dari hulu ke hilir pemberantasan korupsi seharusnya tetap terintegrasi.
BACA JUGA: Tiang Telepon Keropos
Kedua, kewenangan penyadapan. Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a RUU KPK, disebutkan bahwa, “KPK berwenang untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin Ketua Pengadilan Negeri”. Selama ini, kewenangan penyadapan adalah “mahkota” KPK yang dianggap sangat efektif dalam membongkar perkara korupsi. Kewenangan penyadapan ini juga merupakan kewenangan khusus (lex specialis) yang seharusnya dijalankan oleh KPK tanpa seizin pengadilan.
Maka adalah hal yang wajar jika publik menganggap RUU KPK sebagai lonceng kematian KPK. Liang kubur bagi semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menolak RUU KPK yang diinisiasi DPR ini. Kita tidak boleh abai terhadap warisan reformasi dan ingkar terhadap kehendak rakyat. Kehendak yang tetap membutuhkan lembaga bernama KPK yang mampu menghadirkan kepercayaan yang tidak dimiliki lembaga lain. (*)