Pelecehan Seksual
Kebiri Saja Orang tua Pelaku Pemerkosaan Terhadap Anaknya Sendiri!
Dia pun tidak habis pikir bagaimana orangtua yang tega memperkosa maupun melakukan tindak kekerasan terhadap anak kandungnya.
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Rafan Dwinanto dan Christoper D
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Belum hilang dari ingatan kita kasus sadis, Sadriansyah alias Upik (46) yang tega memerkosa anak gadisnya sejak 2012, hingga membunuh empat anak bayi (balitanya).
Kali ini, Polsek Sungai Kunjang, Samarinda kembali menangani kasus serupa.
Ayah memerkosa anak kandungnya hingga berulang kali. Pelaku atas nama Ard alias Dian (38) yang tega memerkosa anak gadis satu-satunya yang masih berusia 14 tahun. Korban sebut saja Bunga masih duduk dibangku kelas 2 SMP.
baca juga
Terungkapnya kasus kekerasan seksual terhadap anak kandung yang dilakukan sejak 1 Agustus 2015 lalu menambah daftar panjang kasus-kasus kekerasan seks terhadap anak di Samarinda.
Kasus kekerasan, pelecehan seksual, serta pemerkosaan terhadap anak di bawah umur bisa dibilang cukup marak terjadi di Kota Tepian.
baca juga
Bahkan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tidak hanya dilakukan orang jauh, namun justru orangtua kandung sendiri.
Kasus pemerkosaan yang dilakukan Dian terhadap putri kandungnya saat ini telah ditangani oleh Polsekta Sungai Kunjang. Pelaku sudah diamankan pada Minggu (21/2/2016) lalu.
Kasus ini pun mendapat perhatian banyak pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda yang konsen dalam pendampingan terhadap kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
baca juga
KPAI melakukan pembinaan terhadap para korban kekerasan maupun pelecehan seksual.
Dari data KPAI Samarinda, sepanjang 2015, KPAI telah menangani kasus yang melibatkan anak di bawah umur, mulai kekerasan, pelecehan seksual, human trafficking hingga pemerkosaan.
Jumlah kasus yang ditangani mencapai 130 kasus. Tahun ini hingga 24 Februari, 18 kasus telah ditangani KPAI.
baca juga
"Memang cukup tinggi kasus yang melibatkan anak di bawah umur di Samarinda. Kami sendiri belum dapat memastikan penyebab utama kasus ini dengan korban anak-anak. Mereka seharusnya mendapatkan perlindungan penuh dari keluarga, ini malah jadi korban," ujar Ketua Harian KPAI Kota Samarinda, Adji Suwignyo, Rabu (24/2/2016).
Dia pun tidak habis pikir bagaimana orangtua yang tega memperkosa maupun melakukan tindak kekerasan terhadap anak kandungnya.
Faktor lingkungan dan kurang kuatnya nilai moral keagamaan keluarga, dinilai menjadi penyebab anak kerap jadi korban keganasan orangtua.
"Kami sudah sering sosialisasi ke sekolah maupun kecamatan-kecamatan, tentang perlindungan terhadap anak. Langkah-langkah yang harus diambil orangtua, guru atau siapa saja yang mengetahui adanya tindak kekerasan terhadap anak," katanya.
KPAI telah memetakan beberapa kawasan di Samarinda yang rawan terjadinya kasus kekerasan terhadap anak, yakni Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda Ilir dan Samarinda Ulu.
"Beberapa kasus yang kami tangani berasal dari kawasan Sungai Kunjang. Semua kasus yang ada pasti kami koordinasikan dengan kepolisian, kami hanya sebatas pendampingan saja terhadap korban, yakni anak-anak," ungkapnya.
Dia setuju dengan hukuman berat bagi pelaku pemerkosaan yang dilakukan orangtua atau oknum guru, yakni berupa hukuman kebiri. "Kebiri saja pelaku, kalau yang pelakunya orangtua atau gurunya sendiri. Tidak pantas mereka melakukan hal itu, biar jera dan peringatan bagi orangtua lainnya, saya sepakat pelaku dikebiri saja," kata Adji tegas.
Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Samarinda, Nurul Mu'minayati menyatakan sangat prihatin dengan apa yang terjadi terhadap anak-anak di Samarinda.
Mereka mendapatkan perlakuan tidak pantas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, terlebih dilakukan orang-orang terdekat.
Dikemukakan, pihaknya siap memberikan bantuan moril berupa layanan psikologi maupun bantuan lainnya terhadap anak-anak korban kekerasan, termasuk memberikan bantuan pendidikan.
"Artinya, masa depan para korban masih bisa dicapai, kasus kekerasan maupun pemerkosaan yang terjadi pada anak bukan akhir dari segalanya. Kami siap memberikan bantuan psikis agar semangat meraih masa depan para korban dapat muncul," ucapnya.
Hal ini tidak bisa dilakukan hanya lembaganya saja untuk memberikan rasa aman, tenang dan nyaman terhadap korban. Seluruh instansi harus terlibat.
Karena jika orangtua maupun keluarga tidak sanggup merawat anak-anak korban kekerasan, maka menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini pemerintahan daerah setempat. (*)