Berita Eksklusif

Ini Pengakuan Penyandang Tunanetra: Dulu Bisa Makan Ikan, Sekarang Tempe Saja

Apalagi sudah lama, tiga tahun belakangan, organisasi yang dia pimpin tidak lagi mendapat bantuan sosial dari pemerintah.

Penulis: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto |
(TribunKaltim.co/Cornel Dimas)
Salman Hakim penyandang cacat yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Cabang Balikpapan, Kalimantan Timur. (TribunKaltim.co/Cornel Dimas) 

Dari 58 anggota, sekitar 12 orang yang kembali mengemis. Salman tak bisa berbuat apa-apa, melarang pilihan anggotanya itu.

Pasalnya mereka juga butuh mencari sesuap nasi. Beberapa temannya juga ada yang pernah curhat, dulu mengemis bisa dapat 150 ribu, kini hanya bisa dapat 60 ribu per hari.

Sehari-hari, Salman juga mengaku tak pernah mendapatkan bantuan keluarga miskin (gakin) maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Padahal kriterianya, Salman termasuk dalam gakin. Saat itu Salman pernah mempertanyakan gakin ke kelurahan, di wilayah permukimannya.

Namun pihak kelurahan menolaknya lantaran Salman dianggap sudah mampu dan sering dibantu pihak lain. Salman dianggap memiliki televisi, ponsel, kulkas, yang dikategorikan bukan keluarga miskin.

"Yang ngomong orang kelurahan: kamu harus bersyukur punya televisi dan ponsel . Masih banyak orang yang lebih miskin daripada kamu. Padahal saya menyayangkan itu orang yang pakai motor, dan pakai emas malah dapat bantuan. Saya saja TV dikasih orang, itu TV rusak tapi saya perbaiki. Kulkas bekas juga saya dikasih orang. Saya tidak pernah beli itu," ungkapnya.

Padahal bantuan-bantuan tersebut sangat penting untuk kebutuhan masyarakat kurang mampu. Organisasi abal-abal, maupun LSM nyatanya tak pernah absen mendapatkan bantuan. Sementara bantuan sosial tidak mengalir ke orang yang membutuhkan.

Ia menganggap hal itu selalu terjadi karena orang dengan keterbatasan fisik, jarang mendapatkan kedekatan dengan para petinggi negeri ini.

"Kalau orang dekat pasti dapat. Kita ini tidak bisa melihat, tidak bisa punya kedekatan dengan para pengambil keputusan. Kita ini gak bisa apa-apa. Mereka dukungannya dewan, kita ini gak tahu dukungannya siapa," ungkap Salman yang selalu mengoptimalkan indera pendengaran dalam berinteraksi itu.

Bantuan Terhenti

Pertuni Balikpapan tidak mendapatkan bantuan sosial selama tiga tahun belakangan ini.

Ketua Pertuni Balikpapan Salman Hakim membenarkan hal itu. Bahkan untuk tiga tahun berikutnya, bantuan sosial tak akan mengalir ke Pertuni. Pokok permasalahannya, sepele, Pertuni Balikpapan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang notabene menjadi salah satu syarat mendapatkan bantuan.

"Dulu kita mau buat NPWP, katanya orang Dinas Sosial gak usah dibuat. Biar kami yang bertanggungjawab. Ya udah ternyata memang tidak bisa keluar dananya, sekarang sudah hangus. Baru-baru ini kita sudah urus NPWP, tapi ternyata 3 tahun berikutnya baru bisa berlaku," ungkap.

Bantuan senilai Rp 50 juta per tahun itu akhirnya hangus. Padahal bantuan tersebut sangat penting untuk keperluan organisasi semisal operasional rapat, konsumsi, pengadaan kop surat, amplop, dan lainnya.

Pertuni rutin menerima bantuan sosial dari Pemkot Balikpapan sejak tahun 2008. Saat itu bantuan masih senilai Rp 35 juta per tahun.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved