Berita Eksklusif
Ini Pengakuan Penyandang Tunanetra: Dulu Bisa Makan Ikan, Sekarang Tempe Saja
Apalagi sudah lama, tiga tahun belakangan, organisasi yang dia pimpin tidak lagi mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
Penulis: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto |
Salman berujar bantuan tersebut biasanya dialokasikan untuk kebutuhan penunjang anggota Pertuni. Pemkot juga pernah membantu Pertuni melalui pelatihan urut, ranjang, dan kasur.
"Dari pemkot kita dibekali ilmu. Tiap tahun itu ada. Setiap uang itu cair kita tanyakan keperluannya anggota untuk pijat apa? Misalnya kipas angin, minyak, handbody, dan lemari. Ini yang diutamakan adalah anggota yang hampir semuanya buka jasa pijat. Kalau ada uang itu, teman-teman terpenuhi kebutuhan kerjanya," katanya.
Saat ini Pertuni tidak memiliki dana. Para anggota hanya bergantung dari jasa pijatnya masing-masing. Tak jarang mereka keluar uang sendiri untuk membiayai keperluan organisasi.
Tahun ini Pertuni mendapatkan bantuan dari salah satu komunitas ekspatriat senilai Rp 55 juta. Bantuan tersebut dikhususkan untuk menyewa tempat khusus pijat (panti pijat) Pertuni.
Salman bersyuykur dengan bantuan tersebut, namun itu belum cukup menutupi kekhawatirannya. Biaya sewa tempat itu hanya berlaku satu tahun, sedangkan untuk depan, pihaknya tak mendapatkan lagi bantuan. Ia berharap pemerintah bisa menyediakan wadah khusus bagi Pertuni untuk berkegiatan.
"Sewa 55 juta per tahun dibantu. Selesai itu kita harus nyambung sewa lagi, tapi dengan catatan tidak mendapat bantuan lagi. Inikan sulit karena tidak mungkin penghasilan kita dalam setahun itu sanggup sampai 55 juta. Kita inginnya kalau bisa pemerintah memberikan wadah yang permanen untuk kami, supaya tidak terbebani operasional," kata dia. (*)