Mendesak Pembangunan LPKA
Kisah Kehidupan Belasan Napi Anak Penghuni Lapas, Nasi Satu Bakul Kami Habisin Rame-rame
Di figura tersebut tampak gambar kumpulan anak dengan senyum merekah sambil bergandeng tangan.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO - 'KEBAHAGIAN itu bisa diraih dengan cara sederhana'. Kata-kata itu terpampang di salah satu figura besar di kamar berukuran 6x5 meter.
Di figura tersebut tampak gambar kumpulan anak dengan senyum merekah sambil bergandeng tangan. Mereka seperti ingin mengatakan bahagia itu sederhana jika bisa bersama.
Pemandangan yang sama tergambar dari 14 anak yang sibuk bergantian keluar masuk kamar mandi. Ada yang sudah rapi dengan baju koko duduk bersila membaca Al Quran.
Sebagian lainnya saling berebut menentukan siapa duluan masuk kamar mandi. Saat itu, tak lama berselang adzan memanggil untuk menunaikan shalat Jumat.
Mereka adalah para narapidana anak yang menjalani masa hukuman di Lapas Klas II A Balikpapan akibat tindak kriminal yang diperbuat. Meski bukan saudara kandung, jelas terlihat kekeluargaan di antara mereka.
Dari bagaimana cara mereka berbicara, bercanda, saling ejek-mengejek satu sama lain.
BACA JUGA: Sering Bergaul dengan Tahanan Dewasa, Napi Anak Bisa Jadi Lebih Jahat
Dalam kesempatan berbincang dengan salah satu dari mereka, Deni Ismail (17) kepada Tribun mengatakan selama 11 bulan menjalani masa hukuman, kebersamaan dan kekeluargaan diajarkan petugas lapas.
Deni melewati hari-hari bersama rekannya di blok A kamar Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) atau napi anak.
"Kalau makan, nasi satu bakul kami habisin rame-rame, terus kalau ada satu yang salah semuanya kena hukuman tanpa kecuali. Pernah ada yang ketahuan merokok, habis semuanya dikeluarkan disuruh lari keliling lapangan, push up sampe merayap Kak. Kebersamaan ini yang nggak saya dapat di luar," tutur napi kasus narkoba tersebut sambil menggaruk kepalanya.
Setiap hari mereka lalui dengan aktivitas yang sama pula. Mulai pukul 07.00 Wita lonceng berbunyi tanda mereka harus bangun. Jika tidak, petugas bisa saja meneriaki dari balik jeruji dan menghukum mereka ketika keluar.
Pasalnya pukul 07.30 mereka harus siap melakukan senam pagi dilanjutkan dengan sarapan. "Habis itu kita shalat Dhuha bareng dewasa," ujar Deni.
BACA JUGA: Keluarga Dilarang Ikut Masuk, Calhaj Sempatkan Berfoto Bersama sebelum Diberangkatkan
Siangnya, sehabis shalat Dzuhur mereka mendapat jatah makan siang. Waktu senggang dari siang menuju sore hari biasanya diisi aktivitas di perpustakaan, belajar, dan membaca buku.
Selain itu di sana juga ada yang membuat prakarya kerajinan tangan. Sore harinya di lapangan mereka berbaur dengan narapidana dewasa bermain futsal di lapangan, sesekali juga bermain voli.
"Kalau sama mereka (napi dewasa) biasa aja sih Kak. Ada yang memang sudah kenal dari luar, ada yang kenalnya baru di sini. Selama di sini. Alhamdulillah aman aja," kata warga Baru Tengah, Balikpapan Barat ini.
Ketika disinggung kasus yang menimpanya, seketika raut wajahnya berbeda dari sebelumnya.Remaja yang dulunya berprofesi sebagai motoris speedboat sejak berusia 13 tahun itu mengaku menyesal terjerumus dalam lingkaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya.
"Mulai 2010 saya makai, berarti usia saya 13 tahun. Tahun 2015 bulan 9 saya ditangkap sehabis membeli sabu paket kecil harga seratus ribu. Saya menyesal sekali, saya dipengaruhi teman kalau make itu (sabu) bisa lebih semangat," urainya sambil menyapu matanya yang basah.
BACA JUGA: Ekspresi Atlet Renang Ini Lebay Banget. . . tapi Itulah Kepolosannya yang Menuai Banyak Pujian
Seminggu sekali, biasanya Sabtu, ibunya menjenguk Deni di lapas. Setiap datang selain membawa makananan, tak lupa nasihat keluar dari bibir ibunya. Hal itu yang membuatnya bertekad menjadi manusia yang lebih baik lagi ketika keluar dari lapas.
"Gak kasihan kamu lihat kakak sama mamak? Itu kata-kata yang paling saya ingat terus. Pokoknya saya mau lanjutkan sekolah sebisa mungkin, kemudian mau kerja jadi pelaut untuk membanggakan ibunya," kata remaja lulusan SD tersebut.
Sekompaknya mereka mesti ada saja pertengkaran terjadi, biasanya disebabkan karena bercanda terlalu berlebih. Hal itu diungkapkan Reza (18), napi anak yang divonis 1 tahun 4 bulan gara-gara kasus pidana perlindungan anak pada 2015 silam.
"Biasanya olok-olokan eh keterusan, tapi ya gitu aja ntar baik sendiri," kata Reza.
BACA JUGA: Aksi Damai Berujung Ricuh, Anjing Laika Bantu Kapolresta dan Dandim Mengamankan Situasi
Berbeda dengan napi dewasa yang berdesakan di dalam satu kamar. Saat kamar ditutup sekitar 17.00 Wita, mereka masih bisa tidur dengan leluasa pasalnya kamar mereka cukup luas untuk menampung 14 orang.
"Meskipun dingin, tapi kita masih bisa tidur gaya bebas kak. Gak kaya di kamar dewasa yang berdesakan," ucapnya.
Televisi, gitar, catur dan kipas angin menemani malam mereka setiap harinya di dalam sel.
Rasa kebersamaan yang mereka bangun di kamar sekitar 6x5 meter tersebut barangkali menjadi gambaran, betapa ada kisah manis yang mereka lakukan di tengah gambaran menyeramkan tentang Lapas itu sendiri oleh orang kebanyakan. (*)
***