Kolom Rehat
Matinya Seorang Motivator
Yang baru saja bunuh diri tersebut ternyata adalah motivator terhebat dan paling terkenal yang juga menjadi guru atau setidaknya idola para motivator.
oleh ARIF ER RACHMAN
PADA sebuah subuh bulan November yang berangin, dalam ruang kerja yang lapang dan penuh dekorasi mewah serta foto-foto berbingkai bukti kesuksesan, seseorang terkulai di kursi kerja dengan sebuah lubang berdarah di kepalanya.
Di lantai tergeletak sepucuk pistol dan di atas meja terdapat selembar suicidal note.
Tak berapa lama, sebelum kejadian tragis itu sempat diendus media, telah berkumpul puluhan motivator atau mereka yang mendapat penghasilan sebagai motivator di rumah itu.
Yang baru saja bunuh diri tersebut ternyata adalah motivator terhebat dan paling terkenal yang juga menjadi guru atau setidaknya idola para motivator yang sedang berkumpul.
Para motivator itu kemudian sepakat menutupi aib tersebut karena takut 'periuk nasi' mereka akan tumpah kalau khalayak ramai sampai tahu bahwa seorang motivator terhebat pun ternyata tidak mampu memotivasi diri sendiri untuk bertahan hidup. Mereka takut orang-orang tidak lagi menggunakan jasa mereka sebagai motivator.
Kelompok motivator itu melakukan berbagai cara untuk menutupi peristiwa bunuh diri itu. Mereka menggunakan berbagai intrik dan bahkan melakukan tindakan melanggar hukum dengan membunuh seorang wartawan yang mengendus insiden yang bisa menjadi skandal terbesar dalam bisnis permotivasian tersebut.
Apakah isi suicidal note yang ditulis sang motivator terhebat itu? Apa permasalahan yang dihadapi sang motivator hingga ia memutuskan bunuh diri?
baca juga : Pelajaran dari Pria Berkumis Melintang
Saya pastikan Anda tidak akan tahu jawabannya karena cerita di atas tidak akan Anda temukan di buku apa pun atau di mana pun. Cerita itu sebagian hanya ada di komputer saya dan sebagian besarnya lagi ada di kepala saya.
Saya menulis cerita itu sekitar sepuluh atau sebelas tahun lalu ketika 'bisnis motivasi' tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Hampir setiap pekan muncul seorang motivator baru. Ada motivator kehidupan, motivator spiritual, dan paling banyak motivator bisnis yang di antaranya mengandalkan jurus "bisnis sukses modal dengkul dan kalau perlu pinjam dengkulnya orang lain."
Buku-buku motivasi seperti karya Anand Krishna dan Purdi E Chandra laku keras saat itu. Setiap seminar dan acara yang mendatangkan para motivator selalu dipenuhi undangan yang harus membayar. Pokoknya para motivator laris manis tanjung kimpul.
Saya sempat merasa kasihan dengan orang-orang yang butuh motivasi dari orang lain dan harus membayar mahal untuk itu. Padahal, menurut saya, orang yang paling mampu memotivasi kita adalah diri kita sendiri.
Orang yang paling berkuasa membuat kita bahagia adalah diri kita sendiri. Biar kita dipetuahi motivator bertarif Rp 100 juta kalau diri kita sendiri tidak tergerak, kita tak akan pernah sukses atau bahagia.