Hari Sumpah Pemuda

Pernah Disiram Tuak Basi, Inilah Kisah Mahasiswa Unmul Dirikan Klinik untuk Anak Jalanan

Pemuda yang masih kuliah di jurusan Farmasi Universita Mulawarman Samarinda ini punya mimpi besar membebaskan anak di bawah umur bekerja di jalanan.

TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Para anjal belajar menyablon di Klinik Jalanan. Agar mereka tidak berkeliaran di jalan, Klinik Jalanan memberikan pendidikan gratis diantaranya pelajaran menyablon untuk anjal. Diharapkan, kelak mereka bisa mandiri berwirausaha. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Tidak banyak pemuda berprestasi, apalagi prestasi yang diraih itu juga dapat dirasakan banyak orang.

Untuk bisa meraih prestasi tentu melalui perjuangan yang cukup panjang, dan memerlukan pengorbanan.

Biasanya, pemuda berprestasi banyak di bidang keolahragaan, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun beda dengan pemuda asal Rantau Pulung, Kutai Timur yang bernama Haerdy Pratama Wijaya ini.

Pemuda yang masih kuliah di jurusan Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda ini punya mimpi besar membebaskan anak di bawah umur bekerja di jalanan (anak jalanan).

Impian tersebutlah yang membuat mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unmul 2014 ini mendirikan wadah sosial yang diberi nama 'Klinik Jalanan'. Kegiatannya memberikan tempat bagi anjal menempa ilmu.

Baca: Amankan Anjal, Satpol PP Temukan Ratusan Kondom Siap Jual

Klinik Jalanan terbentuk pada 15 juni 2015. Inspirasi pembentukan wadah untuk anjal itu tercetus saat Haerdy tengah berkeliling Kota Samarinda. Dia melihat banyaknya anjal berkeliaran hingga tengah malam. Hal itulah, mendorong dia membentuk Klinik Jalanan.

Perjuangan bisa mendirikan Klinik Jalanan bukan tanpa pengorbanan, dan membutuhkan jalan yang cukup panjang, terlebih dirinya hanya seorang mahasiswa.

Namun, diikuti tekad kuat untuk berkontribusi terhadap bangsa dalam berbagai kesempatan, dan ajang yang diiikutinya, tentang pengajuan projek sosial. Dia dapat mewujudkan cita-citanya tersebut.

Pada 31 Mei 2015, dirinya terpilih sebagai terbaik, dalam pengajuan proyek sosial, yang diikutinya pada Indonesian Culture and Nationalisme di Jakarta. Event skala nasional itu diikuti perwakilan 34 provinsi, dan Haerdy  satu-satunya wakil dari Kaltim.

"Berkat pengajuan proyek sosial saya di event itu, saya keluar sebagai yang terbaik, dan berhak mendapatkan uang tunai Rp 10 juta. Uang itulah yang saya gunakan untuk membentuk Klinik Jalanan, membeli perlengkapan belajar, dan keperluan lainnya. Penerimaan relawan ternyata sangat membuat saya kaget, karena tidak hanya mahasiswa dari Samarinda saja yang ingin terlibat, namun juga dari provinsi lain, bahkan ada relawan dari Thailand yang pernah mengajar di Klinik Jalanan. Mereka relawan tidak dibayar," ucapnya. 

Baca: Terganjal Laporan, Puluhan Desa Belum Dapat Mencairkan Dana Desa

Dengan relasi dan pergaulannya selama di kampus, Haerdy cukup mendapat banyak relawan dari bidang ilmu yang berbeda-beda dan dibutuhkan untuk anjal, mulai mahasiswa Kedokteran, Keguruan, hingga FISIP.

Kurang lebih, saat ini ada 86 anjal yang dibina, tersebar di empat zona, yakni mulai zona Lembuswana, zona Basuki Rahmat, zona Samarinda Seberang, dan zona Sempaja.

"Klinik Jalanan ini berdasarkan tiga aspek, yakni rehabilitasi, motivasi dan studi. Rehabilitasi terhadap anjal yang ngelem dengan mengalihkan kegiatan itu. Motivasi kami lakukan dengan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh relawan jurusan psikologi. Studi kami lakukan dengan jadwal yang telah kami tentukan," urainya.

Tahun kedua Klinik Jalanan, Haerdy yang menjabat CEO Klinik Jalanan ini mengembangkan wadah sosial ini untuk dapat mengajarkan anjal untuk memiliki keahlian. Diharapkan mereka tidak lagi berada di jalanan, dengan mengembangkan departemen baru, yakni Social Preneurship.

Dengan dana sumbangan dari mahasiswa, dan juga donatur, dengan modal senilai Rp 7 juta, dirinya membeli seperangkat alat penyablonan baju, dan juga pembuatan pin, yang semua alat tersebut berada di rumah Klinik Jalanan.

Baca: Eksodus Gepeng dan Anjal Kian Meningkat, Ini Langkah Aparat

Selama menjalani aktivitas sosial tersebut, suka dan duka pasti dialaminya. Haerdy pun menceritakan tentang duka selama bergelut dengan anjal untuk kontribusi nyata kepada bangsa.

Selama memberikan pengajaran kepada anjal di pinggir jalan, saat berada di zona Lembuswana, dirinya dan relawan yang tengah memberikan pengajaran pernah dilempar orang yang tidak dikenal dengan tuak basi.

Baunya pun cukup menyengat dan perlu berhari-hari untuk menghilangkan bau menyengat itu.

Selain itu, kegiatan Samarinda Social Movement yang diselenggarakannya dengan beragam kegiatan, pernah diklaim oleh dinas terkait dan dijadikan sebagai program kerja. Padahal saat itu dinas tersebut sama sekali tidak berkontribusi terhadap jalannya kegiatan tersebut.

"Jadi kegiatan kami pernah dicaplok sama dinas terkait, sebelum acara diselenggarakan, saya memang pernah datang pengajuan tempat, dan saya sama sekali tidak ajukan permohonan dana," urainya.

Sementara itu, kepuasan yang didapatinya dengan relawan-relawan lain, yakni melihat semangat berubah anjal, yang menginginkan kehidupan yang layak dan baik, dan berkeinginan untuk tidak ke jalanan.

"Mereka semangat berubah, belajar antusias, dan kebiasaan mereka ngelem sudah tidak lagi mereka lakukan," ungkapnya. (*)

***

Baca berita unik, menarik, eksklusif dan lengkap di Harian Pagi TRIBUN KALTIM
Perbarui informasi terkini, klik  www.TribunKaltim.co
Dan bergabunglah dengan medsos:
Join BBM Channel - PIN BBM C003408F9, Like fan page Facebook TribunKaltim.co,  follow Twitter @tribunkaltim serta tonton video streaming Youtube TribunKaltim

 
 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved