Korupsi KTP Elektronik

KPK Bantah Bahas Kasus Korupsi e-KTP dengan Jokowi

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief juga membantah pimpinan KPK terbelah terkait status anggota DPR yang terkait kasus itu.

KOMPAS IMAGES
Ilustrasi 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara untuk membahas kasus KTP Elektronik atau e-KTP.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief juga membantah pimpinan KPK terbelah terkait status anggota DPR yang terkait kasus itu.

"Enggak ada pertemuan dengan Presiden untuk membicarakan kasus, tidak pernah ada. Sudah lama kasusnya. Bayangkan saja sekitar Rp 2,3 triliun itu (kerugian negara) menurut perhitungan sementara," kata Laode, Senin (6/3).

Laode memastikan kembali e-KTP merupakan kasus lama sehingga seluruh pimpinan sepakat segera diselesaikan.

Selain itu, kasus KTP elektronik dianggap menyangkut kemashalatan seluruh rakyat Indonesia. Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk mengulur-ngulur waktu pengusutan kasus tersebut.

Baca: Siapa Saja Nama Besar yang Bakal Disebut dalam Sidang Kasus e-KTP, Ini Daftarnya

Baca: Sejumlah Nama Besar Bakal Disebut dalam Sidang Kasus e-KTP, KPK Harap tak Ada Guncangan Politik

"Jadi dari segi jumlah uangnya banyak terus kasusnya sudah lumayan lama," ucapnya.

Mengenai tersangka lain dalam kasus tersebut, Laode meminta semua pihak mengikuti perkembangan tersebut.

"Karena sudah dibicarakan karena ini melibatkan banyak pihak baik itu eksekutif maupun legislatif itu saja," kata Laode.

Laode menuturkan kerugian negara kasus e-KTP dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Termasuk, apakah kerugian negara melebihi Rp 2,3 triliun. "Ya tergantung nanti kita lihat mungkin selama persidangan akan ada fakta-fakta baru supaya bisa lebih dari itu," kata Laode.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkap, ketika masih menjadi anggota Komisi II DPR RI dia merupakan orang yang paling keras menolak proyek pengadaan KTP elektronik atau E-KTP.

Ahok mengatakan hal itu untuk mengomentari isu yang menyebutkan dia ikut menerima dana dari pengadaan E-KTP.

"Saya paling keras menolak E-KTP. Saya bilang pakai saja bank pembangunan daerah, semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamannya kok. Ngapain habisin Rp 5 trilun sampai Rp 6 triliun?" kata Ahok .

Ahok mengaku tidak tahu-menahu soal pembagian fee dari pengadaan E-KTP maupun tentang dia masuk dalam daftar orang yang menerima fee.

Hal yang terpenting, kata dia, adalah dirinya tidak menerima dana apapun.Dia juga tidak tahu ada pembagian dana itu.

"Itu cuma daftar penerima (fee) E-KTP atau daftar Komisi II?" kata Ahok.

"Masuk daftar itu kan bisa saja orang yang mau bagiin bikin daftar begitu, (tapi) kita terima apa enggak," kata Ahok.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan perkara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2 triliun itu diduga kuat melibatkan nama-nama besar.

Dia berharap tidak terjadi guncangan politik akibat perkara dugaan korupsi pengadaan E-KTP itu.

"Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali," ujar Agus.

Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.

"Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya disebut di sana. Anda akan terkejut," ujar Agus.

Perkara dugaan korupsi E-KTP yang akan masuk persidangan itu terdiri dari dua tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.

Keduanya dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHAP.

Menurut KPK, proyek pengadaan E-KTP senilai Rp 6 triliun. Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 2 triliun. (tribunnews/ferdinand waskita/glery lazuardi/theresia felisiani)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved