Kebut Proyek Simpang Susun Semanggi, 3 Srikandi Kerja hingga Dini Hari
Hawa dingin dini hari yang menyergap tak membuat ketiga perempuan muda ini kalah dan meninggalkan lokasi proyek Simpang Susun Semanggi.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Tak terlihat gurat lelah dari Nova Safitri. Dengan mengenakan rompi warna hijau mencolok dan memantulkan cahaya, Nova yang ditemui Tribunnews.com pada Rabu (26/4/2017) dinihari pukul 02.30 WIB di bawah jalan Simpang Susun Semanggi, Nova tetap tersenyum ceria dan ramah.
"Sudah biasa lembur sampai pagi di proyek Simpang Susun Semanggi ini," begitu ucap Nova yang mengenakan kerudung warna kuning dan baju warna merah dan celana warna biru dongker.
Dua rekannya yakni Asri Septeriana dan Gerby Isla Maulida juga terus tersenyum.
Hawa dingin dini hari yang menyergap tak membuat ketiga perempuan muda ini kalah dan meninggalkan lokasi proyek Simpang Susun Semanggi.

Mereka tetap semangat bersama puluhan pekerja PT Wijaya Karya (Wika) menuntaskan pemasangan box girder terakhir sehingga Simpang Susun Semanggi tersambung 100 persen pada Rabu dini hari tadi.
"Yah mau difoto, nggak sempat dandan nih," canda Asri Septeriana.
PT Wika menjadi pelaksana pekerja proyek Simpang Susun Semanggi dengan anggaran mencapai Rp 360 miliar.
Saat Tribunnews mendatangi lokasi proyek Simpang Susun Semanggi pukul 01.45 WIB, ketiga perempuan muda ini masih terlihat serius mendengarkan arahan dari pimpinannya.
Belasan pria dan tiga gadis muda ini terlihat beberapa kali tertawa mendengarkan arahan dari atasannya setelah box girder terpasang sehingga Simpang Susun Semanggi tersambung 100 persen.
Nova Safitri bertugas di bagian Safety Health and Environment PT Wika.
"Kerja malam seperti ini sudah biasa. Sejak proyek dimulai, saya sering bertugas malam sampai pagi hari," ujar Nova yang baru bergabung satu tahun di PT Wika.
Asri yang sudah tiga tahun bekerja di PT Wika juga mengaku hal serupa. Beruntung, pada proyek ini ia mendapat tugas sebagai sekretaris proyek. Sehingga pekerjaannya lebih banyak pada pagi-sore hari.
"Dulu waktu mengerjakan tol Tanjung Priok, saya sudah biasa bekerja dari malam sampai pagi hari," ujar Asri.
Gerby Isla Maulida yang bertugas di bagian Pusat Pengendalian Data proyek Simpang Susun Semanggi, meski baru berusia 18 tahun tetap semangat bekerja hingga pagi hari.
"Saya sebenarnya masih magang sekolah. Saya sekolah di SMK dan kebetulan satu tahun di akhir sekolah mendapat tugas di proyek Simpang Susun Semanggi ini," ujar Gerby bangga.
Awalnya, Gerby yang bekerja hingga dini hari sempat dicari orangtuanya.
"Awal-awal sempat dicari sih. Tapi setelah tahu pekerjaannya memang pada malam hari sampai pagi, orangtua tidak masalah,"ujar Gerby.
Ketiga perempuan ini menjadi bagian dari 500 pekerja yang mengerjakan proyek Simpang Susun Semanggi.
"Dari 500 pekerja, ada lima orang perempuan," ujar General Superintend PT Wijaya Karya (Wika) Ketut Pasek Senjaya Putra yang menjadi pelaksana pengerjaan proyek Simpang Susun Semanggi kepada Tribunnews.com.
Ketut Pasek mengatakan, proyek ini dikerjakan 100 persen oleh putra-putri Indonesia. Mereka hanya dibantu konsultan dari Hongkong.
Satu Tahun
Ketut Pasek mengatakan, pembangunan Simpang Susun Semanggi dimulai pada 8 April 2016 dan akan tuntas Juli 2017.
"Groundbreaking pada 8 April 2016. Target pengerjaan 18 bulan, tapi bisa selesai dalam waktu 16 bulan. Jadi lebih cepat dua bulan dari target," ujar Ketut Pasek.

Untuk mengerjakan proyek monumental ini, PT Wika mengerahkan 500 orang. "Mereka bekerja 24 jam," ujar Ketut Pasek.
Saat ditanya apa tantangan terbesar dalam melaksanakan proyek ini, Ketut Pasek mengatakan bahwa ini adalah jembatan melengkung 100 persen.
Sehingga box girder yang dipasang satu per satu hingga menyatu menjadi jembatan, harus didesain satu per satu.
"Ini jembatan paling susah yang kami bangun karena bentuknya melengkung seluruhnya. Dari seluruh box girder, tidak ada yang sama. Jadi harus dicetak satu per satu karena bentuknya melengkung," lanjut Ketut Pasek.
Ketut Pasek juga mengatakan,bahwa pembangunan simpang susun ini dilakukan di atas jembatan Semanggi dan di atas jalan Tol Dalam Kota.
"Kendala terberat saat proses pembangunan yakni bagaimana tidak membuat macet jalan Jend Sudirman dan Jl Gatot Subroto yang tak lain jalan protokol Ibukota," jelas Ketut Pasek.
Pembangunan jembatan ini juga menggunakan teknologi kabel strand. Yakni box girder dipasang satu per satu dan dirangkai dengan kabel baja strand.
"Setiap box girder dirangkai dengan 20-38 kabel strand. Cara memasangnya juga harus satu per satu secara seimbang kiri-kanan. Setiap box girder yang dipasang, diikat dengan kabel strand," jelas Ketut Pasek.
Soekarno-Jokowi
Pembangunan Jembatan Semanggi diprakarsai oleh Presiden Soekarno pada tahun 1961. Jembatan ini dinamai Semanggi karena bentuknya mirip dengan daun Semanggi.
Semanggi itu sebenarnya nama tumbuhan bernama latin marsilea mutica.
"Jembatan Semanggi ini dibangun Presiden Soekarno, dikembangkan Presiden Soeharto dengan jalan tol dan disempurnakan Presiden Joko Widodo," ujar Ketut Pasek.
Ketut Pasek juga tak lupa menyebut nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang terlibat aktif membangun Simpang Susun Semanggi ini.
Duhulunya, kawasan tempat dibangunnya jembatan Semanggi itu berupa rawa-rawa dan banyak tumbuh tanaman Semanggi.
Dalam satu kesempatan, Bung Karno sendiri pernah mengemukakan filosofi daun Semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan.
Kini, Jembatan Semanggi telah menjadi sejarah, sekaligus saksi sejarah bagi banyak peristiwa penting di negeri ini.
Pada masa awal pembangunannya, banyak pihak yang memprotes, karena dianggap sebagai proyek yang menghambur uang negara. Padahal, masih banyak rakyat yang menderita, karena kemiskinan.
Namun, Bung Sukarno melihat jauh ke depan dan untuk kepentingan yang lebih besar.
Sebenarnya, ide awal Bung Karno adalah membangun sebuah stadion olahraga megah di kawasan Senayan.
Saat ide itu akan digulirkan, Soekarno menggelar rapat kabinet.
Di sanalah, Ir Sutami, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum (PU), mengusulkan agar dibangun jembatan untuk mengatasi kemungkinan munculnya persoalan kemacetan lalu lintas.
Karena di situ merupakan titik pertemuan jalan besar, antara Jalan Gatot Soebroto dengan Jalan Sudirman.
Akhirnya, diputuskan oleh Bung Karno agar pembangunan Jembatan Semanggi dijadikan satu paket dengan pembangunan Gelora Senayan (sekarang Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia, dan lain-lain.
Semua fasilitas itu dibangun untuk menyambut perhelatan Asian Games tahun 1962. Jembatan itu sendiri dimulai pembangunannya pada tahun 1961.
Karena konsepnya adalah persimpangan tanpa traffic light, maka jembatan pun dibangun melingkar melingkar-lingkar dan layak disebut sebagai flyover.
Kini, jembatan tersebut menjadi poros lalu lintas Ibu Kota, sekaligus menjadi simbol kemakmuran perekonomian. (Tribunnews/Yulis)