Gubernur Kaltim Didatangi Para Jenderal Pemilik Tambang, Mereka Gusar Izinnya Terancam Dicabut
Ia menceritakan, pernah didatangi langsung sebagian pemilik tambang para jenderal-jenderal. Mereka gusar karena terancam dicabut izin perusahaan.
Penulis: tribunkaltim |
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Budhi Hartono dan Anjas Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Gubernur Kaltim Provinsi Kaltim Awang Faroek Ishak mengungkapkan fakta menarik terkait penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berstatus non Clear and Clean (Non CNC).
Menurut Awang, perusahaan tambang yang terancam dicabut, rata-rata pemiliknya bukan orang daerah (lokal).
Ia menceritakan, pernah didatangi langsung sebagian pemilik tambang para jenderal-jenderal. Mereka gusar karena terancam dicabut izin perusahaan pertambangannya.
Gubernur Awang menyatakan, menyikapi persoalan tambang di Kaltim, pemerintah tidak akan gegabah menertibkan izin.
Baca: Jelang Penutupan Tambang Non-CnC, Tiga Pejabat Pemprov tak Beri Penjelasan, Begini Kata Mereka
Pasalnya, dampak pencabutan izin tambang bisa menimbulkan gejolak para pekerja. Meskipun Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan untuk dicabut izinnya jika tidak Clear and Clean.
"Saya tidak akan buru-buru menertibkan izin usaha pertambangan. Khusus pertambangan ini, saya membentuk tim penertiban perizinan pertambangan dan mineral batu bara di Kaltim (diketuai Sekprov Rusmadi). Dampaknya cukup besar terhadap ribuan pekerja," papar Awang di depan peserta rapat koordinasi, penguatan sinergitas, penangan perkara oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), di Gedung Kejati Kaltim, Samarinda, Rabu (17/5/2017).
Izin usaha pertambangan yang ada di Kaltim, lanjut Awang, rata-rata bukan dimiliki orang daerah.
Melainkan orang luar, bahkan ada aparat berangkat jenderal berbintang. Mulai bintang dua sampai bintang tiga.
"Instruksi Menteri ESDM kepada saya, semua tambang yang non CnC harus dicabut. Tapi kita tahu mencabut tambang non CnC tidak mudah. Pemilik tambang rata-rata bukan orang daerah, semuanya orang Jakarta. Saya serba salah, ini terbuka saja. Yang datang kepada saya, bintang dua dan bintang tiga. Saya katakan kepada beliau, sepanjang tidak melanggar hukum, bisa saya bantu. Tapi kalau melanggar, mohon maaf silakan tempuh ke peradilan," ujar Awang.
Baca: Pekan Depan Komisi III Panggil Komisi Pertambangan Kaltim
Hanya saja, perusahaan tambang yang datang meminta bantu menimbulkan perdebatan. "Ada yang berdebat dan ada yang ngomel, seolah-olah tidak mau dibantu. Saya siap membantu tapi jangan melanggar hukum," tuturnya.
Informasi Tribun, pasca pertemuan Distamben dan Komisi III DPRD Kaltim, Senin (15/5/2017) lalu, ada sekitar 400 izin perusahaan tambang yang masih berstatus Non CnC.
Ratusan izin perusahaan pertambangan yang diduga berstatus Non CnC, disebut-sebut banyak menunggak pembayaran pajak dan biaya revegetasi (penghijauan) atau reklamasi (pasca tambang).
Hal itu dianggap melanggar aturan dan tidak mematuhi sebagai pemegang atau pemilik izin usaha pertambangan.
Gubernur Awang membeberkan, perusahaan-perusahaan tambang yang berstatus Non CnC ditengarai tidak membayar pajak dan mereklamasi lubang psca tambang.
"Banyak dari mereka yang menunggak pajak dan banyak yang tidak membayar reklamasi. Kita tidak akan memperpanjang izin pertambangan seperti ini," tegas Awang.
Persoalan seperti ini seharusnya sudah diawasi Inspektorat Pertambangan yang memiliki kewenangan.
Hanya saja, kata Awang, Inspektorat tambang tidak pernah melaporkan ke Gubernur.
"Soal kewenangan, inspektorat tambang tidak pernah lapor ke Gubernur. Mereka ini asal bapak senang (ABS) atau asal gubernur senang (AGS)," sindir Awang disambut tawa peserta.
Gubernur kembali menegaskan, dirinya tak akan mundur melakukan penertiban IUP non CnC, demi kepentingan masyarakat. "Pejabat setingkat Walikota takut, apalagi pejabat di bawahnya. Sekarang kami akan tata. Gubernur tidak pernah takut. Asal untuk kepentingan masyarakat, asal ada di tingkat yang benar," ujarnya.
Penertiban IUP juga akan melibatkan aparat penegak hukum.
"Saya akan sertakan kepolisian, KPK, dan Kejaksaan. Siapa yang berani bertahan, melanggar hukum, tidak berhadapan dengan Gubernur, melainkan berhadapan dengan aparat hukum," tandasnya.
Baca: Kantongi Sertifikat CnC, Pengusaha Ini Tetap Tak Bisa Menambang di Arealnya. Kok Bisa?
Buka Saja ke Publik
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah berpendapat, ada kesalahan awal dilakukan Pemprov Kaltim dalam mengambil sikap terkait Izin IUP yang berstatus Non CnC. Dia menilai pemprov terlalu lamban melakukan evaluasi IUP.
Padahal, kata Herdiansyah, batas waktu evaluasi IUP oleh Pemprov, seharusnya berakhir padar 2 Januari 2017 lalu, sebagaimana amanah Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2015.
"Seharusnya, pemprov sudah punya data IUP yang berstatus non-clean and clear (Non CnC). Faktanya, itu tidak pernah terbuka diumumkan. Coba berkaca pada Pemprov Sumatera Selatan, mereka sudah melakukan evaluasi dari awal, bahkan sudah mencabut IUP Non CnC," kata dosen yang akrab dipanggil Castron ini kepada Tribun, Rabu (17/5/2017).
Menurut dia, Kementerian ESDM sendiri sudah mengeluarkan data IUP yang Non CnC sejak April 2017. Data menyebutkan, 275 IUP dengan status Non CnC di seluruh Kaltim.
Pertanyaannya, kenapa hingga hari ini belum ada tindakan tegas terhadap IUP berstatus Non CnC? "Saya menduga ada pusaran elite tertentu (punya korelasi langsung dengan bisnis tambang) yang menekan pemerintah sehingga prosesnya berlarut-larut," ungkapnya.
Seharusnya pemerintah tidak boleh kalah oleh tekanan ini.
"Elite ini bisa datang darimana saja, bisa parpol, pemodal nasional, elite nasional dan lokal, atau bahkan dari aparat. Investigasi yang dilakukan oleh Majalah Tempo, beberapa hari juga berkesimpulan demikian," urainya.
Gubernur Kaltim sudah mengakui bahwa ada elite-elite yang berkepentingan dan memiliki IUP di Kaltim yang Non CnC.
"Dibuka saja siapa elite yang dimaksud agar publik juga tahu siapa-siapa saja yang telah berkontribusi terhadap kerusakan ruang-ruang hidup masyarakat di Kaltim. Ini sekaligus momentum bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya," pungkas Castro. (*)