Revisi UU Pemilu
Segera Ajukan Uji Materi UU Pemilu, Yusril Khawatir Jokowi Tak Paham Permainan Partai Pendukungnya
Ia tak sepakat dengan ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi dan 25 persen suara sah nasional
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai, Presiden Joko Widodo bisa dirugikan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional dalam Undang-Undang Pemilu.
" Presidential threshold 20 persen sebenarnya bukan kepentingan Jokowi, tapi kepentingan partai-partai pendukung Jokowi," kata Yusril melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (21/7/2017).
Yusril mengatakan, saat ini Jokowi memang mengantongi dukungan besar dari 7 partai pendukung pemerintah, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, PAN, dan PPP.
Kekuatan itu sudah lebih dari cukup untuk melewati ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dan kembali mengusung Jokowi pada Pemilu Presiden 2019.
Namun, Yusril mengingatkan, peta politik bisa berubah menjelang pemilu.
Apalagi, dengan angka presidential threshold yang tinggi, partai-partai itu tidak punya kepentingan apapun dengan Jokowi.
Baca: Yusril: President Threshold Langgar Hak Konstitusional Saya
Baca: Mau Usung Capres Sendiri, PKS Dukung Presidential Threshold 20 Persen
Selanjutnya, Jokowi yang berkepentingan agar mendapatkan dukungan presidential threshold 20 persen.
"Jokowi harus deal dengan harga tinggi dengan partai-partai itu. Andaikata Jokowi baru dapat 17 persen dukungan, dia pun harus deal lagi dengan partai kecil yang punya suara 3 persen kursi di DPR," ujar Yusril.
Yusril mengatakan, deal yang dibuat Jokowi dan partai pendukungnya bisa berupa materi, bisa juga jabatan mulai dari menteri, dubes, sampai direksi dan komisaris BUMN.
"Saya khawatir Jokowi tidak paham dengan permainan partai-partai pendukung ini yang akhirnya akan membuat dirinya terjebak dalam deal-deal yang bisa saja hanya menguntungkan partai-partai pendukungnya.
Tapi tidak menguntungkan bagi bangsa dan negara," kata dia.
Ajukan uji materi
Yusril memastikan akan segera mengajukan uji materi UU Pemilu yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR ke Mahkamah Konstitusi.
Ia akan menggugat pasal yang berkaitan dengan presidential threshold.
Baca: Pengamat: Pembahasan RUU Pemilu Alot, Jokowi Sebaiknya Temui Ketua Umum Parpol
Baca: Di RUU Pemilu 2019, Jatah Wakil Provinsi Ini di Senayan Berkurang
Menurut dia, dengan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden serentak, seharusnya tak ada lagi ketentuan presidential threshold.
"Kepentingan Presiden Jokowi dan parpol-parpol pendukungnya sangat besar untuk mempertahankan apa yang telah mereka putuskan.
Namun, saya berharap MK tetap tidak dapat diintervensi oleh siapapun," ujar Yusril.
Ia mengatakan, akan langsung menggugat Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR ke Mahkamah Konstitusi.
Ia tak sepakat dengan ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi dan 25 persen suara sah nasional yang diatur dalam UU itu.
"Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ke MK," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Jumat (21/7/2017).
Yusril mengatakan, gugatan uji materi ke MK akan diajukan secepat mungkin.
Baca: Ini Alasan Yusril Ajukan Judicial Review Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi
Baca: Mahfud MD Sebut Saldi Isra Vitamin Baru bagi Mahkamah Konstitusi
Setelah RUU ini ditandatangani oleh Presiden dan dimuat dalam lembaran negara, ia akan langsung ke MK dan mendaftarkan uji materi tersebut.
"Perjuangan secara politik oleh partai-partai yang menolak keberadaan presidential treshold, usai sudah.
Kini menjadi tugas saya untuk menyusun argumen konstitusional untuk menunjukkan bahwa keberadaan presidential treshold dalam pemilu serentak adalah bertentangan dengan konstitusi," tambah Yusril.
Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
Pasal 6A ayat (2) itu berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".
Sementara, Pasal 22E ayat (3) mengatur bahwa pemilihan umum yang diikuti parpol, yakni memilih anggota DPR dan DPRD.
Oleh karena itu, ia menilai, pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu harus dilakukan sebelum pemilu DPR dan DPRD.
Pemilu dilaksanakan serentak maupun tidak serentak, presidential treshold seharusnya tak ada.
Baca: Yusril: Ternyata Jokowi Minta MK Tolak Uji Materi Ahok
Baca: MK Tolak Uji Materi soal Perkawinan Beda Agama
"Apalagi pemilu serentak, yang perolehan kursi anggota DPR-nya belum diketahui bagi masing-masing partai.
Dengan memahami dua pasal UUD 45 seperti itu, maka tidak mungkin presidential treshold akan menjadi syarat bagi parpol dalam mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Yusril.
Pakar Hukum Tata Negara ini berharap, Mahkamah Konstitusi sebagai "pengawal penegakan konstitusi" akan tetap jernih dalam memeriksa permohonan pengujian UU Pemilu.
Yusril mengatakan, kepentingan Presiden Jokowi dan parpol-parpol pendukungnya sangat besar untuk mempertahankan apa yang telah mereka putuskan.
Namun, ia berharap MK tidak diintervensi oleh siapapun.
"Andaikan tidak ada yang lain yang akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ini secara sah dan konstitusional, maka tidak masalah bagi saya, untuk sendirian saja berjuang menghadapi Presiden dan DPR di Mahkamah Konstitusi nanti" ujar Yusril.
"Kebenaran toh tidak tergantung pada banyak sedikitnya orang atau kuat dan lemahnya posisi dalam politik," kata dia.
Baca: RUU Penyelenggaraan Pemilu akan Akomodir Penyandang Disabilitas
Baca: 17 Lembaga Gabungan di Provinsi Ini Tolak RUU KPK
DPR bersama pemerintah telah mengesahkan RUU Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.
Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.
Empat fraksi tersebut yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN.
Sementara, enam fraksi yang bertahan yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP menyetujui opsi A.
Dengan demikian, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
DPR bersama pemerintah telah mengesahkan RUU Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.
Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.
Empat fraksi tersebut yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN.
Sementara, enam fraksi yang bertahan yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP menyetujui opsi A.
Dengan demikian, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
(KOMPAS.COM/Ihsanuddin)
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK dan Yusril: Saya Khawatir Jokowi Tak Paham Permainan Partai Pendukungnya