Dugaan Penodaan Agama
Divonis Lebih Lama dari Ahok, Begini Reaksi Dokter yang Menjadi Terdakwa Kasus Penodaan Agama
Otto pun meminta kepada media untuk meluruskan persepsi bahwa dirinya bukanlah seorang penoda agama.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani |
Kemudian ujaran yang mengarah kepada diskriminasi serta intoleransi. Ia masih berkeyakinan bahwa pernyataan yang ia posting November 2016 lalu bukan termasuk hate speech, sesuai dengan ICCPR yang telah diratifikasi lewat UU 12 Tahun 2005 lalu telah diaksesi sejak 2006 silam.
"Kalau menurut saya nggak masuk. Postingan saya nggak ngajak itu. Keluarga besar saya Islam. Masa saya nyuruh melakukan kekerasan terhadap agama Islam. Makanya ada sedikit pemaksaan," serunya
Otto pun mengamini pandangan sebagian orang yang menganggap pasal 28 UUD ITE termasuk pasal karet. Pasal tersebut masih memberikan ruang lebar terhadap persepsi hakim dalam memutus suatu perkara.
Menurutnya, belum adanya batasan tertulis dalam pasal tersebut yang menjadi ukuran penilaian seseorang berujar kebencian. Dimana persepsi hakim, di sanalah letak kebenarannya.
"Hakim persepsinya seperti apa, itulah kebenaran dalam sidang. Kata-kata mana sih yang membuktikan hate speech ada? Saya tidak percaya Tuhan, haji di Jakarta atau puasa anak kecil dipaksakan Anda niru siapa, yang termasuk hate speech yang mana? Masih belum jelas," bebernya.
Kendati demikian, meskipun secara nalar masih berpeluang untuk mengajukan banding untuk memperjuangkan kebenaran, namun Otto terkadung pasrah, apalagi mengingat pemahaman masyarakat Indonesia yang relatif sejajar saat ini.
Ia seperti ingin menyampaikan selogis apapun pemikiran seseorang, akan runtuh seketika jika beradu dengan pemahaman mayoritas.
Baca: Larang Buku soal Islam Toleran Beredar, Pemerintah Malaysia Dikecam Aktivis dan Penulis
"Hakim di sini (Balikpapan), Samarinda sampai Jakarta kemungkinan mirip-mirip saja," katanya. "Banding sia-sia. Kemungkinan sia-sia besar, berhasil kecil," lanjutnya.
Pada akhirnya ia memilih untuk menikmati apa yang ia terima sebagai jalan hidup yang mesti dijalani.
Namun ia sempat tak habis pikir bahwa putusan yang ia terima sebulan lebih lama dari Ahok.
Padahal kasus mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menimbulkan reaksi besar dari hampir sebagian warga Indonesia. Sementara, kasus yang menimpanya tak berdampak apa-apa.
"Mungkin hakim menganggap kasus saya direaksi seluruh dunia, jadi ditambahi 1 bulan. Saya jadi Ahok tambah 1 bulan. Wah ini internasional levelnya," ujarnya sambil tertawa mengenakan baju biru muda khas warga binaan Rutan.
"Ya gak apa, anggapan hakim seperti itu. Berdasarkan pengalaman beliau yang sudah 25 tahun menjadi hakim kita hargai. Kita terima ikhlas," katanya.
Pemberitaan sebelumnya pada Rabu (26/7/2017) lalu, terdakwa kasus dugaan penodaan agama dan UU ITE di Balikpapan, dr Otto Rajasa akhirnya divonis 2 tahun penjara denda 50 juta subsider 1 bulan penjara.