Edisi Cetak Tribun Kaltim

Siap-siap, Sekolah Tak Lagi Gratis

Sejak pengalihan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi, SMA dan SMK hanya mendapatkan dua sumber pendanaan

Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
tribunkaltim.co/aridjawana
Ilustrasi 

TRIBUNKALTIM.CO  - Program Wajib Belajar 12 tahun yang dicanangkan Pemprov Kaltim dengan menggratiskan biaya sekolah mulai SD hingga SMA/SMK segera berakhir alias tak berlaku lagi.

Saat ini tengah dikaji Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim terkait biaya pendidikan. Kajian merujuk boleh tidaknya masyarakat membayar uang sekolah.

Baca: Menkominfo Persilahkan Facebook, Google dan Twitter Pergi Jika Hanya Pentingkan Bisnis

Wacana penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim terkait pendidikan sedang dikaji oleh Dinas Pendidikan Kaltim. Kajian merujuk pada boleh tidaknya masyarakat/orangtua membayar biaya pendidikan tingkat SMA/SMK.

Sebagai informasi, hingga saat ini, program Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun yang dicanangkan Pemprov Kaltim membuat sekolah negeri tak diperbolehkan memungut biaya sekolah. Kebijakan itu, saat ini dianggap bertentangan dengan UU Sisdiknas Pasal 49, dimana pendidikan bisa didanai melalui tiga pihak.

Yakni, Pemerintah Pusat (Bosnas), Pemerintah Daerah (Bosda), serta masyarakat (Komite Sekolah).
Imbas program wajar 12 tahun, dana operasional sekolah saat ini mulai surut.

Baca: Tampil Gemilang, Ternyata Ada Fakta Menyedihkan Dibalik Kehidupan Satria Tama

Sejak pengalihan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi, SMA dan SMK hanya mendapatkan dua sumber pendanaan, yakni Bosnas Pusat, dan Bosda Provinsi. Sedangkan Bosda Kabupaten/Kota kini sudah tak diterima lagi.

Kepala Disdik Kaltim Dayang Budiati saat dikonfirmasi Tribun Kaltim, belum lama ini mengiyakan bahwa wacana Pergub soal pendidikan masih dibahas oleh Disdik serta beberapa elemen pendidikan lainnya.

"Iya. Tetapi saat ini masih kami bicarakan dahulu, apakah bisa sesuai dengan aturan atau tidak. Pihak sekolah, Inspektorat, serta bagian hukum Pemprov. Ini juga bersama dengan Dewan Pendidikan. Kalau dalam UU, memang sekolah pun dipersilakan menerima partisipasi masyarakat. Bukan hanya dari pemerintah pusat dan daerah (pendanaannya). Kaltim, masih belum. Apakah itu SPP atau bagaimana, itu masih belum ditentukan. Kan peraturan tak boleh ditabrak-tabrak," ujarnya.

Baca: Baru Terungkap, Ternyata Selama ini Michael Jackson Tak Pernah Ada dalam Makamnya

Adanya permintaan dari pihak sekolah tidak lagi menggratiskan biaya pendidikan tingkat SMA/ SMk ini pun diakuinya menjadi salah satu faktor.

"Mungkin SMA/SMK kan banyak yang kurang (dananya). Pemerintah kan tak bisa cepat dalam menyokong dana. Cukup ya cukup, tetapi kalau masyarakat ingin membantu untuk mengembangkan sekolah lebih baik, maka bisa dilakukan jika sudah ada aturannya," ujarnya.

Baca: Mau Lepas Landas, Tiba-tiba Mesin Pesawat dan Lampu Mati, Seratusan Penumpang Lion Air Histeris

Lebih lanjut, Sudirman, Sekretaris Disdik Kaltim ikut mengiyakan hal tersebut "Itu masih dibicarakan. Eksekusinya nanti, jika Pergubnya sudah ada, baru bisa diterapkan di SMA/SMK (pungutan biya sekolah/SPP).

Semua itu kan didasarkan pada UU Sisdiknas. Memang ada beberapa sekolah yang sebut tak bisa jika hanya andalkan Bosda.

Dana Kurang

Penelusuran Tribun ke beberapa kepala sekolah di Samarinda dan Balikpapan, peralihan SMA/SMK ini diakui membuat sumber pendanaan sekolah berkurang.

Normalnya, dalam biaya pendidikan per siswa, dibutuhkan Rp 5 juta/tahun sebagai angka biaya sekolah.
Karena disokong pemerintah, dana Rp 5 juta ini dahulu ditutupi beberapa anggaran, misalnya BOS Pusat Rp 1,4 Juta, Bosda Provinsi Rp 1,1 juta ataupun Bosda Kota/ Kabupaten Rp 1 juta. Namun, setelah peralihan SMA/SMK, di Kaltim hanya bisa andalkan dua dana, yakni
Bosnas dan Bosda.

Jika ditotal, hanya Rp 2,5 juta. Kekurangan inilah yang diharapkan bisa ditutupi, jika nantinya ada Pergub yang mengatur boleh tidaknya orang tua membantu dana penyelenggaraan pendidikan dengan membayar SPP.

"Saya sudah dengar hal itu (sekolah bayar). Saya kira itu bagus, supaya anak-anak tidak anggap enteng yang namanya pendidikan. Kalau merasa bayar, mereka ada tanggung jawab tinggi. Justru jika bayar, mereka malah ugal-ugalan. Jadi, ada kecenderungan, semakin sekolah gratis, kesadaran pendidikannya rendah. Memang masih belum diaktifkan," ucap Kepsek SMK Medika Samarinda, Mus Mulyadi.

Saat ini, khusus untuk SMK/ SMA Swasta, masih bisa memungut dari kalangan orang tua, tetapi itupun dilakukan dengan subsidi silang.

Baca: Eh, Gadis Cantik Ini Ternyata Anak Pertama Mulan Jameela Lho, Kenalan Yuk. . .

"Masih subsidi silang. Kalau tak mampu diperbolehkan tak bayar. Sementara yang mampu, membayar. Untuk yang gratis, kami minta surat keterangan tak mampu dari kelurahan," ucapnya.

Seberapa besar dana Bosnas dan Bosda membantu dalam hal operasional sekolah, disebut Mus Mulyadi, menyebutnya hanya menyokomg sekitar 50 persen.

Sementara, Kepala SMA 5 Samarinda, Sutrisno, menyebut hingga saat ini, pihaknya masih belum bisa menerapkan pungutan SPP di kalangan ortu tersebut.

"Bosda Kota sudah tak ada lagi. Pendanaan SMA Negeri hanya dari dua sumber, Bosnas dan Bosda Provinsi. Memang ada wacana-wacana untuk sekolah tak gratis, tetapi saya kira itu belum. Kemarin juga saya dengar pak Gubernur belum setuju untuk itu. Kalau kami, Bosda dan Bosnas cukup untuk operasional sekolah. Tetapi, untuk bayar honor yang kurang. Kalau diperkenankan, sekolah menerima dana dari ortu melalui Komite Sekolah, maka bisa digunakan untuk membayar pembina kegiatan ekstrakulikuler," katanya.

Bosda/Bosnas Terlambat

Pertimbangan lain bagi kepala sekolah, dimana pungutan SPP bisa dilakukan, adalah kelambatan pencairan dana Bosnas dan Bosda yang sudah seringkali terjadi.

Sebagai informasi, dalam setahun, sekolah mendapatkan dana Bosnas dan Bosda sebanyak 4 kali, yakni periode 1 untuk Januari-Maret, periode 2 di April-Juni, periode 3 di Juli-September, dan periode 4 di Oktober -Desember.

"Ini juga lamban-lamban terus. Bosnas dan Bosda. Bosnas sudah mau habis. Ini kan semestinya cair di periode ketiga, tetapi baru periode kedua yang cair. Jadi, hingga akhir Agustus ini, dana Rp 1,4 juta/siswa dari Bosnas itu belum kami terima," ucap Mus Mulyadi, Kepala SMK Medika Samarinda, Rabu (23/8).

Baca: Nah Lho, Hasil Tes Urine sang Sopir Positif, Ternyata Ini Faktor Penyebab Bus Mendadak Oleng

Sementara Bosda, memasuki periode pencairkan ketiga, baru satu kali pencairan yang didapatkan sekolah. "Kalau Bosda, baru periode 1 saja (Januari-Maret), sementara periode 2 dan 3 belum ada masuk," katanya.

Belum cairnya Bosda Provinsi di triwulan kedua juga diiyakan Ridwansyah, Kepala SMK Muhammadiyah Balikpapan. `Iya, belum cair. Sudah bulan Agustus, tetapi Bosda untuk periode April hingga Juni belum cair," katanya. (Anjas Pratama)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved