Setelah 44 Tahun, Indonesia Bakal Kuasai 51% Saham Freeport, Tapi Kenapa Operatornya Tetap AS?
Indonesia yang akan menjadi pemilik saham mayoritas di PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui divestasi 51% saham. Namun
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Indonesia yang akan menjadi pemilik saham mayoritas di PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui divestasi 51% saham. Namun, Indonesia tidak akan menjadi operator dalam pengelolaan tambang emas di Papua itu.
Menjadi operator dalam pengelolaan hak tambang juga merupakan keinginan Freeport McMoRan Inc. Melalui rilis resminya CEO Freeport McMoRan Inc, Richard Adkerson menyatakan akan setuju mendivestasi kepemilikannya di Freeport Indonesia berdasarkan harga pasar yang wajar sehingga kepemilikan Indonesia atas saham Freeport akan menjadi 51%.
Adapun jadwal dan proses divestasi sedang dibahas bersama Pemerintah. "Divestasi ini akan diatur sehingga FCX (Freeport McMoRan) akan tetap memegang kendali atas operasi dan tata-kelola Freeport Indonesia," ujarnya melalui siaran tertulis yang diterima, Selasa malam (29/8).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono pun mengatakan demikian. Dia bilang siapa yang akan menjadi operasi merupakan hal yang teknis.
Intinya, pemerintah memegang saham mayoritas 51%. "Operator ya masih (Freeport) itu teknis masa bisa langsung plek (berubah) gitu," tandasnya singkat di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (30/8).
Berapa valuasi 51% saham Freeport?
Executive Director Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo menilai, jika hitungan divestasi 51% dihitung dengan skema fair market value, maka akan penghitungan berdasarkan besaran aset dan cadangan di masa mendatang.

Artinya, jika Freeport Indonesia izin operasinya diperpanjang sampai 2041, maka nilai cadangan sampai tahun itulah yang akan dihitung.
Ia bilang, jika dihitung sampai tahun 2041 maka valuasi 100% saham Freeport Indonesia mencapai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 210 triliun. "Kalau 51% itu sekitar Rp 105 triliun," ungkapnya kepada KONTAN, Rabu (30/8).
Nah, berbeda dengan hitungan menggunakan skema replacement cost, maka hitungannya hanya sampai tahun 2021 yaitu senilai US$ 5,9 miliar atau setara Rp 78 triliun. Dengan hitungan ini, nilai divestasi saham 51% hanya mencapai Rp 40 triliun.
Oleh sebab itu, Yustinus bilang bahwa holding BUMN pertambangan akan sulit membeli saham divestasi saham 51% karena total aset yang dimiliki dari empat BUMN menjadi holding Pertambangan hanya Rp 87 triliun.
"Yang sanggup sebenarnya BUMN perbankan. Tapi kan BUMN perbankan dilarang melakukan investasi langsung," tandasnya.
Sementara Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menyatakan bahwa holding BUMN pertambangan siap mengambil alih divestasi 51% saham Freeport. "BUMN holding siap," ujar dia kepada KONTAN, Rabu (30/8).
Namun sayangnya sampai berita ini diturunkan, selaku kepala holding BUMN pertambangan, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Winardi belum menjawab pertanyaan KONTAN perihal kesiapan BUMN holdingpertambangan untuk mengambil alih divestasi 51% saham Freeport.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus), Budi Santoso menambahkan, bahwa skema fair market value untuk menghitung divestasi saham Freeport itu dihitung berdasarkan revenue (pendapatan perusahaan) dan itu pasti didasarkan pada dan memasukan cadangan mineral sampai tahun 2041.
"Ini melanggar Undang-Undang Minerba. Karena dalam UU dinyatakan mineral adalah kekayaan negara dan baru bisa menjadi milik penambang setelah kewajiban kepada pemerintah dipenuhi yaitu royalti dan pajak," tandasnya.
Saham freeport Anjlok 5 Persen
Saham Freeport-McMoRan Inc di bursa New York sempat tersungkur 5,7% pada perdagangan Selasa (29/8), setelah perusahaan tambang dan emas ini mengatakan, telah mencapai kesepahaman dengan pemerintah Indonesia yang selama ini diwarnai sengketa perebutan tambang.
Freeport yang berkantor pusat di Phoenix sempat menyentuh US$ 14,46 per saham setelah mengatakan, pemerintah Indonesia sudah mengizinkan perusahaan tambang dan emas ini beroperasi di Indonesia sampai 2041.
Perusahaan juga sudah sepakat untuk mendivestasi 41,64% saham PT Freeport Indonesia agar pemerintah dapat mengempit 51% saham anak usahanya ini, selain menyelesaikan pembangunan smelter dalam lima tahun hingga 2022, dan melanjutkan investasi sampai US$ 20 miliar sampai tahun 2031.

"Sulit rasanya percaya bahwa pemerintah (Indonesia) akan membayar harga adil untuk Freeport," kata Jeremy Sussman, analis Clarksons Platou Securities Inc, dikutip Bloomberg. Dia mengatakan, rencana investasi Freeport US$ 17 miliar - US$ 20 miliar di Indonsia juga jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan pasar, meski dia melihat Freeport masih nyaman berinvestasi jangka panjang di Indonesia.
Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran Richard Adkerson mengatakan, kesepakatan ini membawa keuntungan positif bagi seluruh pemegang saham. "Kami akan menyelesaikan dokumentasi perjanjian ini secepat mungkin di tahun 2017," katanya.
Freeport saat ini memiliki 81,28% saham PTFI dan 9,36% kepemilikan tak langsung. Sedangkan pemerintah Indonesia hanya memiliki 9,36%.
Harga Freeport kembali memantul ke atas, dan tercatat terkoreksi 1,9% menjadi US$ 15,21 per saham pada penutupan.
Sejatinya, tak semua analis pesimis dengan kesepahaman Freeport dan Indonesia. Helen Lau, analis Argonaut Securities Asia Pty di Hong Kong mengatakan, masih terlalu dini menilai harga wajar transfer saham pada kesepakatan Freeport tersebut.
"Freeport tahu tambang ini dengan baik dan seharusnya memang mengerti bahwa bisa menjaga beban operasional rendah dalam jangka panjang. Pada akhirnya, ini akan menjadi keuntungan bagi Freeport setelah kesepakatan ini, dan peluang keuntungan dalam 20 tahun ke depan," katanya, dikutip Bloomberg.
Sejatinya, masih ada tarik menarik antara pemerintah Indonesia dan Freeport. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bersikeras, Freeport menyelesaikan seluruh kewajibannya, mulai dari beroperasi di bawah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan kontrak karya, pembangunansmelter, dan divestasi. Barulah setelah sepakat, Freeport akan mendapatkan haknya yaitu perpanjangan operasi sampai 2041, seperti tercantum dalam IUPK.
Sedangkan versi CEO Adkerson, Freeport sudah setuju divestasi dan membangun smelter, serta ada perpanjangan operasi, di tambah kepastian jaminan fiskal dan hukum. Semua ini adalah satu paket. Jika disetujui, barulah Freeport akan menyusun permohonan IUPK.(Kontan.co/Pratama Guitarra/Sanny Cicilia)