Tragedi Kemanusiaan Rohingya
Pembenci Rohingya, Dalang Gerakan Anti-Islam di Myanmar, Ini 6 Fakta Mengerikan Biksu Ashin Wirathu
Nama tersebut kembali menjadi sorotan publik menyusul tragedi genosida etnis Rohingya yang kembali mencuat ke permukaan.
Editor:
Amalia Husnul A
Ma Ba Tha telah terbentuk sebagai tanggapan atas larangan Komite Sangha Maha Nayaka dari lambang '969' untuk kepentingan politik.
Organisasi ini dipimpin oleh sebuah komite pusat yang terdiri dari 52 anggota, termasuk biarawan sarjana senior dan biksu nasionalis.Ashin Wirathu adalah anggota Ma Ba Tha yang menonjol dan digambarkan sebagai 'pemimpin kelompok paling ekstrem' kelompok tersebut.
Ma Ba Tha memiliki jaringan yang luas di tingkat negara bagian dan kota di Burma.
5. Bersuka cita ketika mendengar kabar dibunuhnya seorang pengacara dan aktivis muslim, Ko Ni
Baca: Alami Keguguran, Wanita Ini Memaknainya dengan Bersyukur, Curhatannya Bikin Netizen Terharu
Baca: Euforia Dapat Kiriman Duit 13 Miliar, Gadis Ini Langsung Foya-foya, Fakta Sebenarnya Menyakitkan
Ko Ni, pengacara dan aktivis hak asasi manusia yang lantang membantu etnis Rohingya ditembak mati di Bandar Udara Internasional Yangon.
Saat itu, Ko Ni baru saja pulang menghadiri workshop di Indonesia.
Kesedihan menimpa sejumlah pemuka agama Buddha di Myanmar pada pemakaman Ko Ni.
Tapi tidak dengan Wiranthu yang justru gembira mendengar kematian Ko Ni akibat dibunuh.
Seperti diberitakan The Irrawady.com, Wirathu berterima kasih kepada sang pembunuh, namun mengucapkan bersimpati kepada keluarga Ko Ni.
Ucapan tersebut dilontarkan Wirathu melalui akun jejaring sosial Facebook miliknya.
Wirathu juga mengancam siapa saja yang menentang draft tentang Protection of Religion and Race, seperti Ko Ni.
Akibat insiden ini, Wirathu dijatuhi sanksi 1 tahun dilarang ceramah di muka umum oleh pemerintah Myanmar.

6. Menyamakan dirinya dengan Donald Trump
Dijauhi pemerintah Myanmar, Wirathu merasa sikapnya divalidasi oleh warga AS yang memilih Donald Trump menjadi presiden.
Dia menarik persamaan antara pandangannya mengenai Islam dengan pandangan presiden terpilih dari Partai Republik itu.
Kampanye Trump dipenuhi retorika dan proposal anti-Muslim yang termasuk pelarangan Muslim memasuki negara dan meningkatkan pengawasan terhadap masjid-masjid.
Bentuk nyata kebijakan-kebijakannya masih belum jelas.
"Kita dipersalahkan oleh dunia, tapi kita hanya melindungi rakyat dan negara kita," ujar Wirathu seperti dikutip VOA.
"...Dunia menyebut kita picik.
Baca: Mustaqim Mengaku tak Punya Medsos, Cuma Ingatkan Awas Berita Hoax
Baca: Terjebak 2 Hari di Toko karena Badai Besar, Para Pembuat Roti Lakukan Hal Ini untuk Orang di Luar
Baca: Bangkok Post Nobatkan SEA Games 2017 Sebagai SEA Cheating, Ini Daftar Kontroversinya
Tapi karena orang-orang dari negara yang merupakan kakek demokrasi dan hak asasi manusia memilih Donald Trump, yang serupa dengan saya dalam memprioritaskan nasionalisme, komunitas internasional tidak akan begitu menyalahkan."
Ia bahkan mengemukakan ide untuk bekerjasama dengan kelompok-kelompok nasionalis di AS.
"Di Amerika, akan ada organisasi-organisasi seperti kita yang melindungi diri dari bahaya Islamisasi.
Organisasi-organisasi itu dapat mendatangi organisasi-organisasi di Myanmar untuk mendapatkan saran atau untuk berdiskusi," ujarnya dalam wawancara di biaranya di Mandalay pada 12 November.
"Myanmar tidak begitu perlu mendapat saran dari negara lain. Tapi mereka bisa mendapat ide dari Myanmar." (*)
Berita Terkait