Gerilya AHY, Usai Temui JK, Kini Kunjungi Prabowo, Persiapan Menuju Pilpres 2019?

pertemuan tersebut merupakan rangkaian tak terpisahkan dari pertemuan silahturahmi Agus dengan sejumlah tokoh,

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (31/10/2017). Pertemuan itu dilakukan di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa sore.

"Tadi sore dari jam 17.00 sampai 18.30 WIB. AHY dan Pak Prabowo cukup lama bertukar pikiran mengenai geo-politik internasional dan hubungannya dengan Indonesia," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik saat dikonfirmasi, Selasa malam.

Menurut Rachland, pertemuan tersebut merupakan rangkaian tak terpisahkan dari pertemuan silahturahmi Agus dengan sejumlah tokoh, seperti Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswrdan, hingga mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Putra sulung Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada Sabtu (28/10/2017) sekitar pukul 07.00 WITA. Pertemuan dalam rangka silaturahmi tersebut berlangsung di kediaman pribadi Jusuf Kalla di Jalan Haji Bau, Makassar, Sulawesi Selatan. (Dok. Juru Bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah)
Putra sulung Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada Sabtu (28/10/2017) sekitar pukul 07.00 WITA. Pertemuan dalam rangka silaturahmi tersebut berlangsung di kediaman pribadi Jusuf Kalla di Jalan Haji Bau, Makassar, Sulawesi Selatan. (Dok. Juru Bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah) 

Dalam pertemuan itu, selain didampingi Rachland, Agus juga ditemani beberapa politisi Partai Demokrat, yakni Rico Rustombi, Andi Arief dan Husni Thamrin.

Pertemuan hanya berlangsung selama kurang lebih 90 menit.

"Pertemuan berlangsung satu setengah jam dalam suasana serius tapi santai," ujar Rachland.

Rachland tak menyebutkan isi pertemuan secara rinci. Dia hanya menjelaskan Agus dan Prabowo pada kesempatan tersebut turut membahas soal isu-isu politik kebangsaan.

Keduanya, kata dia, secara khusus membahas perlunya para pemimpin menyepakati persamaan di tengah perbedaan yang ada.

"Juga bicara mengenai perlunya para pemimpin mengesampingkan kepentingan politik partisan saat menghadapi hal hal mengenai kepentingan bersama, baik sebagai sesama warga negara dan bangsa," kata Rachland.

Sebelum bertemu Prabowo, AHY sudah lebih dulu melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 10 Agustus 2017. Selain itu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Makassar pada 28 Oktober 2017.

Bakal Duet?

Wacana duet Prabowo Subianto dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2019 bisa menarik untuk ditawarkan ke publik.

Namun Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi menilai rentang atau gap usia yang terlalu jauh antara Prabowo dan AHY akan menjadi hambatan untuk komunikasi politik keduanya.

Karena itu menurut Muradi, ada baiknya juga Gerindra mengajukan nama yang lebih segar untuk diajukan jikapun harus berdampingan dengan AHY.

"Sehingga langkah untuk mengajukan duet tersebut dalam konteks regenerasi dan rekruitmen politik dianggap tidak direspon baik oleh publik," ujar Muradi kepada Tribunnews.com, Kamis (27/7/2017).

Artinya, tegas dia, duet Prabowo-AHY, jika sekedar wacana tidak masalah.

"Namun jika diseriusi, maka Gerindra dan Partai Demokrat harus berpikir ulang memastikan kedua partai tersebut untuk menduetkan Prabowo-AHY agar tetap kompetitif pada 2019 mendatang," jelasnya.

Lebih lanjut terkait kemungkinan koalisi, ia jelaskan, dalam politik, semua hal memungkinkan dapat terjadi.

Demikian pun koalisi antara Partai Demokrat dan Gerindra bisa saja dilakukan.

 Namun penekanan ini bergantung apakah pencairan kebekuan politik antara SBY dan Prabowo dapat dilakukan dengan baik.

Makna Di Balik Pertemuan

Elite Partai Demokrat intens melakukan komunikasi dengan pemerintah beberapa waktu terakhir.

Pada Jumat (27/8/2017) pekan lalu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta.

Keesokan harinya, giliran putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono yang menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kediamannya di Makasar, Sulawesi Selatan.

Apakah Demokrat akan merapat ke pemerintah dan mengincar kursi kabinet?

 
Spekulasi ini dibantah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan. Syarief menegaskan dua pertemuan tersebut adalah silaturahim biasa. 

Tidak ada pembahasan soal Demokrat bergabung ke koalisi pendukung pemerintah, apalagi menyodorkan nama calon menteri.

"Demokrat tetap penyeimbang," kata Syarief, ditemui sebelum rapat di DPP Partai Demokrat, di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).

Syarief mengatakan, Partai Demokrat merasa lebih baik berada di luar pemerintahan.

Dengan posisi ini, partainya bisa memberikan kritik dan masukan apabila pemerintahan Jokowi berbuat kesalahan.

Sebaliknya, Demokrat juga akan mendukung penuh apabila pemerintah berada pada jalur yang benar.

"Karena kami kan dari dulu komit leboh bagus sebagai penyeimbang. Itu akan lebih bagus bagi pemerintahan Jokowi-JK," ujar Syarief.

SBY Pasang Rajau Politik untuk Jokowi?

Koordinator TPDI Petrus Selestinus menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang khawatir pemerintah akan melampaui batas dalam menggunakan wewenangnya.

Pernyataan tersebut diungkapkan SBY sebelum dirinya bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana, pekan lalu.

Pertemuan Presiden Jokowi dan SBY di Istana Merdeka, Sabtu (28/10/2017). SETPRES
Pertemuan Presiden Jokowi dan SBY di Istana Merdeka, Sabtu (28/10/2017). SETPRES 

Petrus menilai kekhawatiran SBY bahwa Presiden Jokowi akan menggunakan instrumen UU Ormas untuk bertindak sewenang-wenang juga tidak memiliki dasar hukum.

"Karena bukankah kewenangan Presiden sudah dibatasi dengan berbagai perundang-undangan yang ada dan apakah Presiden Jokowi memiliki karakter demikian?" katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com.

Lebih jauh, ia mencurigai SBY tengah memasang 'ranjau' yang berpotensi menjatuhkan Jokowi bilamana presiden tak melakukan revisi UU Ormas seperti yang disampaikan.

"Bisa saja menjadikan itu sebagai sebuah ingkar janji yang dikualifikasi sebagai "perbuatan tercela" yang menurut pasal 7A UUD 1945 dapat berakibat seorang Presiden diimpeachment," tandas Petrus.

Seperti dilansir Kompas.com, lewat video conference, beberapa waktu lalu, SBY menegaskan bahwa sebelum Partai Demokrat memutuskan mendukung Perppu ormas dengan catatan, pihaknya terlebih dahulu berkomunikasi dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

"Ditanyakan apakah bersedia merevisi? Mendagri menjawab bersedia," ucap SBY.

SBY pun mengancam akan mengeluarkan petisi politik apabila pemerintah tidak menepati janjinya merevisi UU Ormas. Isi petisi politik tersebut berupa ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

"Bagaimana mungkin kita percaya pada pemerintah kalau tidak jujur dan mudah sekali berbohong," ujar SBY.

[Kompas.com/Tribunnews]

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved