Pelaku Cyber Crime Resah Hadapi Daftar Ulang Kartu Prabayar

belakangan ada juga sindikat bayaran untuk penyebaran hoax atau kabar bohong dan ujaran kebencian.

Penulis: Budi Susilo | Editor: Januar Alamijaya
gizmodo.com
Ilustrasi kartu SIM prabayar 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co Budi Susilo

TRIBUNKALTIM.CO BALIKPAPAN - Diakui atau tidak, selama ini dunia digital Indonesia banyak diwarnai dengan kejahatan, termasuk satu di antaranya cabang kriminal baru bernama kejahatan cyber. 

Ini disampaikan Staf Ahli Menteri bidang Hukum Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Prof Dr Henri Subiakto SH MA kepada Tribunkaltim.co melalui sambungan pesan WhatsApp pribadi pada Kamis (2/11/2017) pagi. 

Baca: Kabar Gembira, Maskapai Ini Akan Siapkan WiFi Dalam Pesawat Untuk Penumpang

Ia menjelaskan, selama ini ada pesan yang beredar di masyarakat  melalui pesan singkat di gawai. 

"Penipu yang mengaku jadi mama minta pulsa. Ada SMS minta transfer uang, atau menagih kontrakkan. Ada tipuan undian berhadiah. Ada gendam lewat telepon," katanya. 

Bahkan, tambah dia, belakangan ada juga sindikat bayaran untuk penyebaran hoax atau kabar bohong dan ujaran kebencian. 

"Sepertinya sekarang kejahatan cyber sudah menjadi profesi bagi sebagian masyarakat tertentu," ujar Henri. 

Baca: Ngga Nyangka Banget, Demi Dapatkan Saksi Nikah Putrinya, Jokowi Sampai Rela Lakukan Ini

Semua kejahatan syber itu mudah terjadi dan para pelaku merasa sulit dilacak, karena nomer telepon yang mereka gunakan sebagai alat kejahatan adalah nomer tanpa identitas yang benar. 

Berbekal SIM Card yg bisa dibeli dengan murah dan gampang, serta bisa dipakai kejahatan kemudian langsung dibuang, dan besoknya beli lagi. 

"Kejahatan cyber pun menjadi marak. Hoax dan penyebaran kebencian pun diproduksi oleh orang orang jahat dengan sembunyi dalam Anonimitas," ungkap Henri. 

Baca: 7 Hal Penting yang Wajib Kamu Tahu Sebelum Registrasi Kartu Prabayar, Nomor 6 Harus Hati-hati

Karena itu, tegas dia, adanya program pemerintah mewajibkan daftar ulang dengan identitas yang tunggal berdasar data e-KTP tentu membuat resah dan mengkhawatirkan para pelaku kejahatan cyber.  

Dengan program daftar ulang ini, kata dia, berarti siapa menipu dan yang melakukan penyebaran ujaran kebencian (hate speech) akan lebih mudah terdeteksi. 

"Program ini membuat orang tidak bebas lagi gonti ganti nomer telepon, karena ada pembatasan," tuturnya. 

Baca: 7 Hal Penting yang Wajib Kamu Tahu Sebelum Registrasi Kartu Prabayar, Nomor 6 Harus Hati-hati

Diharapkan, ketika identitas pemilik nomor telepon dituntut untuk menjadi semakin jelas maka peluang melakukan kejahatan jadi menyempit.

"Tak heran kalau program untuk keamanan pengguna telpon ini mereka tentang habis habisan dengan berbagai cara," kata Henri. 

Karena, menurut Henri, program daftar ulang dengan validasi identitas ini pasti akan merugikan secara politik dan ekonomi bagi para pelaku kejahatan tersebut.

Baca: Sopir Angkot dan Online Bersitegang, Driver Go-Jek Bentuk Satgas

"Itulah kemudian menjadi tak aneh kalau mereka lalu membuat hoax macam-macam untuk menggagalkan," ungkapnya. 

Ada hoax yang menakut-nakuti masyarakat seakan dengan registrasi ini akan dikriminalisasi dengan Undang- undang ITE. 

"Ada hoax yang mengatakan program ini untuk mencuri data pribadi, padahal yang diminta cuma nomer NIK dan Nomer Kartu Keluarga," katanya. 

Bahkan anehnya lagi, hingga ada yang berupaya menyebarkan hoax yang berisi tuduhan politik, dikaitkan ke ajang pilpres tahun 2019 nanti. 

"Ujung ujungnya mengajak masyarakat untuk menolak daftar ulang," ujar Henri. 

Lewat penyebaran hoax yang massif, mereka berharap masyarakat bisa percaya, dan program daftar ulang nomer telpon akan gagal. 

Kalau gagal, berarti mereka akan tetap bisa menipu dan bisa pula terus menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. "Apakah keadaan penuh tipu daya dan fitnah ini akan kita biarkan?," ujarnya. 

Baca: Hasil Lengkap Liga Champions Dini Hari, Real Madrid Tersungkur, Klub Inggris Lanjutkan Dominasi

Padahal, sistem identitas tunggal yang terintegrasi dengan layanan publik dan keamanan, merupakan cita-cita lama yang sudah diprogramkan sejak pemerintahan sebelumnya. Hanya karena ada hambatan eKTP program ini tertunda, dan baru sekarang diwujudkan.

"Akankah kita masyarakat akan tunduk dan mengikuti kemauan para produsen hoax dan pelaku cyber crime? Tentu tidak," tegasnya. 

Karena itu, mereka harus kita lawan. Tentu saja melalui cara tetap ikut mendaftarkan nomor kartu telepon. "Supaya nomer kita tetap bisa kita pakai, masyarakat menjadi makin tertib dan aman, Indonesia makin bersih dari kejahatan siber," tuturnya. 

Warga masyarakat sebaiknya dukung keamanan negara dengan mengikuti daftar ulang serta tidak mempercayai hoax. Indonesia tidak akan maju dan sejahtera jika masyarakatnya hanya disibukkan dengan hoax, hasutan dan penipuan. 

"Saatnya kita wujudkan sistem data kependudukan yang lengkap, terintegrasi sehingga memudahkan peningkatan pelayanan dan keamanan," tegas Henri. ( )

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved