Bunuh Anaknya yang Disabilitas, Sang Ibu Hanya Dikenai Hukuman Percobaan, Alasannya Bikin Haru

"Tidak ada yang boleh mengambilnya, orangtua sekalipun," tutup hakim dalam persidangan tersebut.

Shanghaiist
Huang yang membunuh anaknya 

TRIBUNKALTIM.CO - Seorang ibu yang membunuh anaknya yang memiliki disabilitas akhirnya dibebaskan oleh pengadilan karena alasannya membunuh sang anak tersebut.

Seorang ibu tua dibebaskan dari tuduhan pembunuhan di sebuah pengadilan di Guangzhou, Tiongkok.

Ia dibebaskan setelah mengaku membunuh anaknya yang memiliki disabilitas parah dan telah ia rawat hampi setengah abad lamanya.

Perempuan 83 tahun yang bernama keluarga Huang ini, mengakui bahwa pada tanggal 9 Mei telah memberikan anaknya yang berusia 46 tahun 60 pil obat tidur.

Setelah itu memasukkan kapas ke dalam hidungnya dan mencekiknya dengan menggunakan scarf hingga ia tak bernafas lagi.

Hari berikutnya, ia menyerahkan diri ke polisi.

Baca juga:

Kaya Pengalaman, Pria 71 Tahun Ini Yakin Bisa Kalahkan Anak Muda di Ajang Tour de Sam-Bal

Lintasi 3 Kabupaten/Kota, Ratusan Goweser Harus Tempuh 151 Kilometer Mencapai Finish

Kapolres Balikpapan Minta Wali Kota Segera Buat Aturan Ojek Online

Kepolisian Tegaskan Korban Tenggelam Bukan Preman Sungai Mahakam

Unik, Begini Penampilan Tim Rescue Perusahaan Tambang dan Migas di Indonesia

Ibu yang membunuh anaknya
Ibu yang membunuh anaknya ()

Melansir dari Shanghaiist, pada saat persidangan yang berlangsung pada 21 September, ia menjelaskan kenapa ia membunuh anaknya sendiri yang telah ia rawat sejak lama tersebut.

"Aku semakin tua dan lemah dan aku takut nanti aku akan mati duluan sebelum ia meninggal dan ia mungkin nantinya tidak akan ada yang mengurus," ucap Huang.

"Aku memikirkan hal ini selama seminggu sebelum akhirnya memutuskan untuk memberinya obat tidur."

Ketika ditanya, kenapa tidak meminta anggota keluarga lainnya untuk merawat anaknya, Huang hanya menjawab bahwa ia tak mau merepotkan orang lain.

"Akulah yang melahirkannya dan membuatnya menderita," ungkapnya.

"Aku lebih baik membunuhnya daripada meminta orang lain untuk merawatnya."

"Mengakhiri hidupnya yang menyakitkan lebih baik daripada membuatnya terus-terusan menderita," lanjutnya.

"Ia adalah anakku. Aku tak pernah benci atau menjauhinya. Aku tak pernah berpikir untuk menyerah untuknya, tapi dua tahun belakangan kesehatanku makin memburuk."

Anak Huang memang lahir secara prematur dengan penyakit mental dan fisikal yang membuatnya tak dapat berbicara, berjalan atau hidup secara mandiri.

Selama bertahun-tahun, ototnya menjadi kaku dan kondisinya semakin memburuk, dan hal itu membuat ibunya harus menghabiskan waktu untuk merawatnya setiap hari.

Saat teman-teman Huang menyarankan untuk membawa anaknya ke fasilitas kesejahteraan, Huang tetap bersikeras bahwa hanya dirinyalah yang mampu untuk merawat anaknya tersebut.

Ketika umurnya 47 tahun, ia memilih untuk pensiun sehingga ia bisa merawat anaknya tersebut lebih serius.

Di pengadilan, keluarga Huang membelanya, mereka menjelaskan setelah 46 tahun pengabdian tanpa pamrih, ia dituntut harus membuat keputusan yang sangat kejam yaitu mengakhiri nyawa anaknya sendiri.

Baca juga:

Maksimalkan Fungsi Cermin di Rumah, Ini Tipsnya

Ingin Terbebas Kesal dan Stres Saat Terjebat Macet? Intip Kiat-kiat Cespleng Ini

Baru Tertawa Eh Kemudian Menangis, Mengapa Mood Balita Gampang Berubah?

Ridwan Kamil Bakal Bentuk Boy Band, Netizen Samakan dengan Trio Ubur Ubur

Heboh, Akun Ini Sebut Ahok dan Glenn Fredly Sempat 'Jajal Kenikmatan' di Alexis, Begini Faktanya

Hati-hati Mengumpat di Depan Anak, Ini yang akan Terjadi dengan Emosinya

"Perbuatan ibuku bukanlah pembunuhan," ungkap anak pertama Huang.

"Ia hanya ingin mengakhiri penderitaannya. Di hatinya, ia tidak ingin melukai sedikit pun adikku."

Pada akhirnya, pengadilan menyatakan bahwa Huang hanya dikenai hukuman percobaan penjara 3 tahun dan hakim menjelaskan walau ia melanggar hukum, tapi ia tetep mendapatkan pengampunan.

"Bukan pembunuhan berdasarkan kebencian, pembunuhan ini berdasarkan rasa cinta.

"Walau begitu, hak untuk hidup seseorang adalah penting.

"Tidak ada yang boleh mengambilnya, orangtua sekalipun," tutup hakim dalam persidangan tersebut. (Tribunstyle.com)

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved