Ketua DPRD Berharap Izin MAF Dapat Pengecualian
Wilayah Krayan hanya bisa dijangkau dengan angkutan udara dari wilayah sekitarnya seperti ibukota Kabupaten Nunukan.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNKALTIM.CO,NUNUKAN - Ketua DPRD Nunukan Danni Iskandar berharap Kementerian Perhubungan memberikan pengecualian dalam prosedur pengurusan izin operasional pesawat maskapai penerbangan Mission Aviation Fellowship (MAF).
Pasalnya, kata dia, hanya MAF yang bisa menjadi angkutan cepat dengan tarif murah bagi warga di pedalaman Kabupaten Nunukan, khususnya di Krayan yang sedang membutuhkan transportasi saat darurat.
Wilayah Krayan hanya bisa dijangkau dengan angkutan udara dari wilayah sekitarnya seperti ibukota Kabupaten Nunukan, ibukota Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan.
Baca: Kelakuan! Residivis Ini Curi Laptop dan Botol Miras Korbannya
"MAF dihentikan izinnya, tentu wajar warga pedalaman kebingungan. Makanya kami meminta pemerintah pusat bisa memberikan pengecualian untuk saudara kita yang menyuarakan aspirasinya,” ujarnya.
Massa dari pedalaman Kabupaten Nunukan, Senin (27/11/2017) melakukan aksi di sekitar Bandar Udara Nunukan, memprotes keputusan Kementerian Perhubungan yang membekukan izin operasional pesawat maskapai penerbangan MAF.
Baca: Subandria Pasang Stiker Antisipasi Lakalantas
Penghentian izin itu dilakukan sejak awal November.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Daerah Krayan Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur - Kalimantan Utara, Rian Lukas Anthoni mengatakan, pembekuan izin itu sangat berdampak bagi warga di perbatasan.
“Masyarakat di pedalaman semakin terisolir. Kalau MAF dikomersilkan sebagaimana kebijakan menteri yang baru, kami masyarakat perbatasan semakin dianaktirikan," ujarnya.
Danni menilai, sudah seharusnya pemerintah mendengarkan aspirasi warga pedalaman yang meminta perlakuan khusus terkait pelayanan MAF.
Baca: Ahmad Dhani Ditetapkan Jadi Tersangka Ujaran Kebencian
"Itu sudah puluhan tahun. Tarifnya murah. Sekarang kalau tidak ada lagi, kasihan warga kita. Sudah dipelosok negeri. Kalau ada yang harus rujuk ke rumah sakit ongkosnya pasti mahal sekali sekarang,” ujarnya.
Rian Lukas mengatakan, selama ini MAF menjadi kebutuhan masyarakat perbatasan khususnya di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan.
Saat keadaan darurat karena ada warga yang harus segera mendapatkan penanganan medis, hanya MAF yang bersedia melayani dengan biaya yang jauh lebih murah.
"Kalau MAF kami carter ekstra flight itu paling lima juta sampai tujuh belas juta. Kalau Susi itu sampai tiga puluh juta. Masyarakat tidak akan sanggup," katanya.
Masyarakat adat dari pedalaman inipun meminta pemerintah pusat membuka mata akan kondisi tersebut.
Dia mengatakan, tidak perlu membekukan izin MAF di perbatasan sebelum pemerintah pusat punya solusi untuk mengatasi persoalan transportasi di pedalaman.
"Akan lebih ideal kalau pusat mengunakan kaca mata perbatasan. Ketika pemerintah pusat tidak mengakui kami, kami tidak segan untuk tak mengakui NKRI,” katanya.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan membekukan izin operasional MAF yang sudah berakhir pada awal November 2017.
Pembekuan izin itu berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 467 Tahun 2017.
Sebagaimana izin terakhir yang diberikan, izin operasional MAF digunakan untuk mengangkut penumpang umum dan barang dengan memungut biaya untuk menunjang operasional guna misi kemanusiaan. (*)