Perdebatan Asal-usul Hari Ibu, Netizen Sepakat 22 Desember Bukan 'Mother's Day'
Hari ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember berawal dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama
2. Menerbitkan surat kabar dengan susunan pengurus dari anggota PPPI yang antara lain Nyi Hadjar Dewantara, Hadjinah, Ny Ali Sastroamidjojo, Ismoediati, Budiah dan Soenaryati.
3. Mendirikan studiefonds yang bisa dimanfaatkan oleh perempuan tidak mampu.
4. Melakukan penguatan pada kegiatan kepanduan putri.
5. Mencegah terjadinya perkawinan anak-anak.
6. Mengirimkan mosi kepada pemerintah yang berisi tuntutan supaya diadakan fonds atau dana bagi janda dan anak-anak, tuntutan tak mencabut dana pensiun, memperbanyak sekolah untuk putri.
7. Serta tuntutan kepada Raad (pengadilan) agama agar setiap proses thalak bisa diperkuat dengan bukti tertulis dan sesuai dengan peraturan agama.
Baca: Viral! Undangan Pernikahan Menggunakan Baliho Terpampang Nyata, Mempelai Wanita Buka Suara
Baca: Tampil Garang di Atas Panggung, Ternyata Begini Kelakuan Virzha di Depan Ibunya
Ditolak Kaum Kolot
Kongres ini tak lepas dari kaum kolot yang memandang rendah perempuan. Hal itu dijelaskan langsung oleh ketua Kongres RA Soekonto dalam sambutannya.
Dalam buku berjudul Kongres Perempuan Pertama karya Susan Blackburn, kaum kolot menentang dengan mengeluarkan kritikan yang memandang bahwa perempuan Indonesia belum matang untuk berserikat, bermufakat dan berkumpul.
Disebutkan pula bahwa perempuan Indonesia tidak perlu memikirkan kehidupan lantaran itu merupakan tanggung jawab laki-laki.
"Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja.
Sudah pasti perkataan saya ini tidak bermaksud melepaskan perempuan Indonesia dari dapur. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum.
Artinya perempuan tidak menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti jaman dulu," demikian salah satu potongan dalam sambutan yang dibacakan Ketua Kongres.