Perdebatan Asal-usul Hari Ibu, Netizen Sepakat 22 Desember Bukan 'Mother's Day'

Hari ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember berawal dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama

IST
Sejarah Penetapan 22 Desember Sebagai Hari Ibu 

TRIBUNKALTIM.CO - Hari ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Berbeda dengan negara-negara lainnya seperti, Inggris yang memeringari hari ibu setiap tanggal 2-3 Maret atau Prancis setiap 25-31 Mei.

Namun, bagaimana asal mula tanggal tersebut sehingga dipilih menjadi "Hari Ibu"?

Hari ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember berawal dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama yang diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928.

Kongres pertama tersebut digelar di Pendopo Dalem Jayadipuran, sekarang menjadi Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Baca: Peringati Hari Ibu, GOW Diminta Jaga Kekompakan dan Kesampingkan Politik

Baca: Rayakan Hari Ibu, Sederet Seleb Indonesia Ini Pamer Foto Bareng Ibunda

Dari berbagai sumber, pertemuan tersebut mendiskusikan isu-isu yang menyangkut perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.

Pada pertemuan itu, mereka memperjuangkan bagaimana perempuan bisa memiliki hak yang sama dengan lelaki.

Dikutip dari Surya, Kongres Perempuan Indonesia ini diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.

Ada sekitar 1000 orang yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Diantaranya para tokoh perwakilan dari organisasi-organisasi terkemuka di Hindia Belanda, antara lain perkumpulan Boedi Oetomo, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Muhammadiyah, dan Jong Islamiten Bond.

Serta perwakilan dari organiasi perempuan antara lain Wanita Utomo, Aisyiah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Taman Siswa, Sarekat Islam Wanita, dan Jong Islamiten Bond Dames Afdeling.

Dari kongres ini, diperoleh beberapa keputusan, meliputi :

1. Pendirian badan federasi bersama untuk menyatukan organisasi-organisasi perempuan bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia atau PPPI.

2. Menerbitkan surat kabar dengan susunan pengurus dari anggota PPPI yang antara lain Nyi Hadjar Dewantara, Hadjinah, Ny Ali Sastroamidjojo, Ismoediati, Budiah dan Soenaryati.

3. Mendirikan studiefonds yang bisa dimanfaatkan oleh perempuan tidak mampu.

4. Melakukan penguatan pada kegiatan kepanduan putri.

5. Mencegah terjadinya perkawinan anak-anak.

6. Mengirimkan mosi kepada pemerintah yang berisi tuntutan supaya diadakan fonds atau dana bagi janda dan anak-anak, tuntutan tak mencabut dana pensiun, memperbanyak sekolah untuk putri.

7. Serta tuntutan kepada Raad (pengadilan) agama agar setiap proses thalak bisa diperkuat dengan bukti tertulis dan sesuai dengan peraturan agama.

Baca: Viral! Undangan Pernikahan Menggunakan Baliho Terpampang Nyata, Mempelai Wanita Buka Suara

Baca: Tampil Garang di Atas Panggung, Ternyata Begini Kelakuan Virzha di Depan Ibunya

Ditolak Kaum Kolot

Kongres ini tak lepas dari kaum kolot yang memandang rendah perempuan. Hal itu dijelaskan langsung oleh ketua Kongres RA Soekonto dalam sambutannya.

Dalam buku berjudul Kongres Perempuan Pertama karya Susan Blackburn, kaum kolot menentang dengan mengeluarkan kritikan yang memandang bahwa perempuan Indonesia belum matang untuk berserikat, bermufakat dan berkumpul.

Disebutkan pula bahwa perempuan Indonesia tidak perlu memikirkan kehidupan lantaran itu merupakan tanggung jawab laki-laki.

"Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja.

Sudah pasti perkataan saya ini tidak bermaksud melepaskan perempuan Indonesia dari dapur. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum.

Artinya perempuan tidak menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti jaman dulu," demikian salah satu potongan dalam sambutan yang dibacakan Ketua Kongres.

Atas dasar itulah, para kaum pergerakan perjuangan hak perempuan ini kemudian menggagas untuk melaksanakan kongres yang kemudian disebut Kongres Perempuan Pertama.

Di tahun 1953, 25 tahun berselang pada acara peringatan kongres ke-25, Presiden Soekarno menetapkannya sebagai Hari Ibu Nasional.

Sejak saat itu, setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia, sesuai dengan Dekret Presiden RI No. 316 Tahun 1953.

Baca: Lamaran Ditolak, Sang Pria Bakar Wanita Pujaan Hati, Sadis Banget

Kerancuan Bahasa

Peringatan Hari Ibu dianggap beberapa orang bukanlah Mother's Day seperti yang diperingati oleh negara lain seperti Amerika.

Seorang netizen menanggapi hari ibu adalah Hari Perempuan.

Sebab dari sejarah yang ada, hari ibu bertepatan dengan Kongres Perempuan pertama pada 22 Desember 1959.

Andhyta F. Utami alias Afu, mahasiswi Universitas Harvard menuliskan sebuah unggahan melalui akun Twitternya mengenai "Hari Ibu".

"Hari ini adalah Hari Perempuan, sejarahnya dari Kongres Perempuan pertama 22/12/1959 di Yogyakarta. Kerancuan bahasa (‘ibu’ sebagai panggilan hormat perempuan dan orang tua perempuan) dimanfaatkan rezim Orba yang ingin mengubur sejarah karakter perempuan yang aktif dan kritis," tulisnya melalui akun @Afutami.

"RALAT: Tahun Kongres Perempuan yang pertama adalah 1928; 1959 adalah tahun ketika dekrit tersebut dikeluarkan oleh Presiden Soekarno," tulisnya lagi.

Melalui unggahan Afu, banyak netizen yang sepakat dengan pemaknaan "Hari Ibu bukanlah "Mother's Day".

@keinesasih Sampe 2 tahun lalu kayanya aku masih niat meluruskan kesalahpahaman ini terus jadi males karena berujung ajakan twitwar. Terima kasih Afu, tahun ini aku tinggal RT (emoji)

@h_prasetyanto Gw juga dah sering ingetin kalo hari ibu beda sama mothers day, tetep ajah... jadi ya biarin ajalah yg penting kewajiban ingetin udah dilakukan... hehehe

@SydSalesman (emoji)... 2-2nya aja dirayain bersamaan ... jd Hari Ibu & Perempuan Indonesia (emoji)

Apakah Anda juga sepakat? (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved