Pilgub Kaltim 2018
Isran-Hadi Ingin Kembalikan Kewenangan Pendidikan ke Kabupaten/Kota, Guru Honor Justru Minta Begini
Perpindahan ini, sempat menimbulkan beberapa masalah, mulai dari sistem penggajian honorer, hingga proses pengangkatan honorer.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim Anjas Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Persoalan pendidikan yang sempat menjadi masalah dalam beberapa tahun belakangan ini, juga disebut-sebut pasangan Isran-Hadi dalam dialog mereka di Radio Suara Samarinda hari ini, Senin (22/1/2018).
Seperti diketahui, sejak adanya UU No 23 Tahun 2014, kewenangan pendidikan telah dirubah, dari sebelumnya di Kabupaten/ Kota menjadi ke Provinsi.
Perpindahan ini, sempat menimbulkan beberapa masalah, mulai dari sistem penggajian honorer, hingga proses pengangkatan honorer di daerah-daerah terpencil di Kaltim.
“Saya mau tambahkan soal pendidikan. Adanya UU 23/ 2014, kan SMA/SMK ditarik ke Provinsi. Kalau saya jadi Gubernur, saya akan kembalikan kembali kewenangan ke Kabupaten/ Kota. Ini bisa dibenarkan oleh UU, ketika Provinsi mendelegasikan kewenangan kepada Kabupaten/ Kota. Ada aturannya. Jadi, dibuat seperti dulu. Kalau UU yang baru saya lihat, menyulitkan bagi masyarakat,” ucap Isran Noor.
Adanya kesulitan bagi masyarakat dalam penerapan UU 23/ 2014 di lapangan, juga disebut Hadi Mulyadi, di waktu yang sama.
“Beberapa kali kami menerima keluhan dari masyarakat. Mulai dari insentif, bahkan ada guru yang tiga sampai 6 bulan tidak menerima gaji. Gagasan itu, yang luar biasa, untuk kembalikan kewenangan pendidikan ke Kabupaten/ Kota,” ucapnya.
Baca: Terungkap. . . Semangat Isran Noor Berawal dari Masakan Istri, Ini Menu Makanan yang Disukainya
Baca: Berapa Dana Kampanye Isran Noor? Ia Ungkapkan Hal Ini!
Bagaimana bisa dan cara merubah kewenangan tersebut, kemudian disampaikan Isran, bisa dilakukan tanpa merubah UU 23/ 2014 yang telah disahkan oleh pusat tersebut.
“Itu tidak mengubah. Kewenangan bisa didelegasikan ke penyelenggara lainnya di tingkat bawah (Kabupaten/ Kota). Yang dahulu lebih bagus. Pendidikan lebih diurusi lebih baik. Bukan hanya soal penggajian guru, tetapi seluruh sisten penyelenggara pendidikan. Di Kutim dulu, dapatkan skreditasi untuk SMA sederajat, banyaj yang A akreditasinya. Sekarang banyak yang turun menjadi C. Mungkin karena adanya pembinaan yang tidak intens dari provinsi,” ucapnya.
Ia pun kembali mengajak pihak-pihak pendidikan untuk memutar ke belakang, keadaan saat pendidikan masih dipegang oleh Kabupaten/ Kota.
“Enak yang dahulu. Asetnya punya Kabuapaten/ Kota. Guru-gurunya juga diberi insentif oleh Kabupaten/ Kota. Sekarang kan banyak guru yang tak terima insentif lagi dari Kabupaten/ Kota. Bagaimana pendidikan bisa lebih baik, jika begitu caranya. Saya ini termasuk pejuang yang menentang UU No 23/ 2014 bersama para Bupati se Indonesia. Karena kami lihat ini merugikan. Bukan karena kami haus kekuasaan. Tetapi ada control yang lebih baik jika dilakukan oleh Kabupaten/ Kota. Kalau di provinsi kan jauh untuk bisa melayani secara menyeluruh ke daerah-daerah tertentu,” ucapnya.
Baca: Dibantah Sang Ayah, Ayu Ting Ting Justru Ungkapkan Akan Menikah Tahun Ini, Siapa Sih Calonnya?
Baca: Dianggap Jago Silat, Wali Kota Ini Tendang Dada dan Leher 3 Anggota Satpol PP!
Baca: Kakek Pensiunan Iseng Tanam Melon, Hasilnya Gede Banget, Ternyata Ini Rahasianya!
Perbedaan antara mana yang lebih baik antara kewenangan di Provinsi ataukah di Kabupaten/ Kota dalam hal pendidikan SMA/ SMK juga disampaikan Fatmawati, guru honorer Bahasa Indonesia SMK N 10 Samarinda saat dikonfirmasi di hari yang sama.
“Kalau diperbandingkan, kami agaknya lebih (memilih) ke Kabupaten/ Kota. Pertama masalah gaji, dimana ketika kewenangan masih di Kabupaten/ Kota, honorer masih dapatkan gaji juga dari Kabupaten/ Kota. Jadinya gaji waktu itu agak lumayan. Totalnya sekitar Rp 2 jutaan. Itu dulu. Sekarang, sejak kewenangan di Provinsi, gaji hanya Rp 1,5 jutadari Provinsi. Kan saat ini sudah tak dapat lagi upah dari Kabupaten/ Kota,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga meminta ada beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan dalam hal pendidikan khususnya untuk guru honor.
“Saya ingin mereka yang maju dan nantinya berhasil itu, lebih perhatikan persoalan guru honor. Saya ini sudah lebih 10 tahun mengajar, dan belum diangkat-angkat menjadi PNS. Paling tidak ada program, untuk guru honor yang sudah 10 tahun mengajar, bisa diangkat menjadi PNS. Waktu 10 tahun mengajar itu tidak sedikit. Kami ini sudah tua semua, tak bisa lagi mencoba pekerjaan yang lain. Cuma bisa berharap dari gaji sebagai guru. Masa harus menunggu hingga 20 tahun baru bisa diangkat ? Itu pun juga kan belum ada kepastian. Saya minta itu saja,” ucapnya. (*)