Ekspedisi Raja Ampat

Ekspedisi Raja Ampat - Insiden Lepas Jangkar di Tengah Laut Diganjar ‘Surga’ Alam

Panorama alam nan eksotis membuat banyak orang penasaran ingin mengunjungi lokasi tersebut.

Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Syaiful Syafar
IST
Speedboat rombongan media gathering Telkomsel Area Pamasuka tancap gas di perairan Raja Ampat. 

Tibalah kami di Desa Sawinggrai, Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Gerbang Desa Sawinggrai di Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Gerbang Desa Sawinggrai di Distrik Meos Mansa, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

Rasa cemas, penat, ruai, sirna seketika saat menginjakkan kaki di tempat ini.

Belasan bocah berlarian menyambut kami.

Senyumnya merekah, lalu mereka duduk rapi sambil bernyanyi.

Dari lagu daerah hingga lagu-lagu wajib yang menumbuhkan semangat cinta tanah air bergaung merdu diiringi gitar dan gendang.

Aksi ‘konser’ penyambutan ini sontak menjadi bidikan kamera para jurnalis.

"Wow, amazing," kata Michael, salah seorang jurnalis dari Balikpapan.

Keramahan warga Sawinggrai benar-benar menjadi pelipur lara kala itu, khususnya bagi para awak boat yang sudah dilanda mabuk laut.

Pesona Sawinggrai tak bisa dibantah.

Di tempat ini kita bisa menyaksikan ikan-ikan di laut dengan tembus pandang.

Kami pun berkesempatan memberi makan ikan-ikan tersebut.

Pakannya berupa terigu yang diambil dari penduduk setempat.

Memberi makan ikan di laut Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Memberi makan ikan di laut Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

"Ikannya boleh dipegang, tapi tidak boleh ditangkap untuk dibawa pulang," kata Neles Waromi, salah seorang warga yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Neles menerangkan bahwa masyarakat di lokasi itu sudah bertahun-tahun menjaga kelestarian ikan di sepanjang pantai.

Ratusan jenis ikan karang seperti ikan Ekor Kuning, Kerapu, Baronang, Gir, Injel, Kepe-kepe, hingga ikan termahal Napoleon, bisa ditemukan di sini.

"Tamu-tamu kita larang buang sampah sembarangan di laut. Pokoknya jangan bikin kotor laut, supaya ikan-ikan dan karangnya tetap bagus," terang Neles.

Kepada TribunKaltim.co, Neles juga mengungkap rahasia lain yang ada di Sawinggrai.

Rahasia dimaksud yakni burung Cenderawasih.

Ilustrasi Cenderawasih merah
Ilustrasi Cenderawasih merah (litlepups.net)

Di desa ini, kata Neles, kita bisa menyaksikan pemandangan hewan langka tersebut secara langsung.

Tapi untuk melihatnya butuh berjalan jauh ke dalam hutan.

Kemudian pelancong juga tidak boleh berisik, karena Cenderawasih sangat sensitif terhadap suara manusia.

"Kalau ribut, dia bisa lari. Makanya untuk melangkah saja harus pelan-pelan," tutur Neles.

Para turis baik lokal maupun asing, kata Neles, sudah sering datang untuk melihat langsung Cenderawasih. Namun tidak sedikit dari mereka yang pulang kecewa lantaran gagal memotret utuh burung langka tersebut.

Penampakan rumah penduduk di Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (11/2/2018).
Penampakan rumah penduduk di Desa Sawinggrai, Raja Ampat, Papua Barat, Senin (12/2/2018). (TRIBUNKALTIM.CO/SYAIFUL SYAFAR)

Desa Sawinggrai hanya dihuni kurang lebih 500 jiwa.

Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan, dan sebagian lainnya mengandalkan hidup dari sektor wisata.

"Anak-anak kami semua bersekolah, ada bangunan sekolah di sini. Ibu-ibunya membuat makanan macam-macam untuk dijual," kata Neles.

Mato, salah seorang pemandu mengatakan, aktivitas warga Sawinggrai pelan-pelan mulai bergeser seiring tingkat kunjungan wisatawan.

"Kalau dulu hampir semua menggantungkan hidupnya dari hasil laut, sekarang tidak lagi," jelas Mato.

Para ibu rumah tangga, lanjut Mato, kini banyak yang menjadi pedagang.

Aneka macam makanan, minuman, hingga kerajinan rumah tangga dijajakan kepada para turis.

Mereka juga tidak sungkan melayani foto-foto dengan para tamu sembari memamerkan hasil usahanya.

"Hidup mereka banyak berubah sejak Raja Ampat jadi terkenal. Apalagi di sini telepon dan internet sudah lancar, sehingga banyak orang mau datang kemari. Anak-anak banyak hafal lagu-lagu juga karena sering nonton Youtube," pungkas Mato. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved