Terkuak Alasan Ahok Ajukan PK, Dari Hakim yang Dianggap Khilaf hingga Putusan Kasus Buni Yani
Fifi menyatakan kasus Ahok dan Buni Yani memang berbeda, akan tetapi tulisan di video editan Buni Yani menyebabkan Ahok dipidana.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Sidang permohonan Peninjauan Kembali terpidana kasis penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Sidang PK Ahok hanya berlangsung sekitar sepuluh menit di ruang sidang Koesoema Atmadja sekitar pukul 09.46 WIB.
Hakim Ketua Mulyadi mengatakan pada Sidang Senin pekan depan sudah bisa memberikan berkas berita acara kepada Mahkamah Agung.
"Seminggu berkas akan saya kirim ke Mahkamah Agung," ujar Mulyadi di PN Jakut, Senin (26/2/2018).
Majelis hakim memulai dengan memeriksa administrasi dari kuasa hukum pemohon dan juga menyebutkan nama-nama jaksa. Setelah sekitar 10 menit, sekitar pukul 09.56 WIB sidang selesai.
Sidang itu dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat.
Atas hal tersebut, pihak Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya (PMJ) dikabarkan melakukan rekayasa lalu lintas untuk melancarkan arus lalu lintas.
Fifi Lety Indra, adik kandung sekaligus pengacara terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membeberkan beberapa poin yang menyebabkan pihaknya mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus penistaan agama yang menjerat kliennya.
"Pertama, kita ketahui bersama, Pak Ahok ditahan walau sudah banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain, tak demikian yang tak bisa saya sebutkan namanya," ucap Fifi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/2/2018).
Kedua, ia merujuk pada Pasal 263 ayat 2 KUHAP, bahwa ada kekhilafan hakim dan atau ada kekeliruan yang nyata terhadap putusan yang lalu.
Dasarnya adalah putusan Buni Yani. Sementara itu Fifi juga memasukan Pasal 264 KUHAP terkait Peninjauan Kembali yang alasannya Jelas.
"Ada beberapa antara lain soal kasus Buni Yani. Kami memang masukkan itu. Jadi dalam Pasal 264 KUHAP memang ada beberapa pasal yang dalam ajukan dalam PK yang kami angkat adalah kekhilafan hakim dalam putusan hakim (Pasal 263 KUHAP)," ujarnya.
Lalu, ia menilai ada beberapa putusan hakim pada kasus kakak kandungnya yang dinilai kontraproduktif.
Fifi menyatakan kasus Ahok dan Buni Yani memang berbeda, akan tetapi tulisan di video editan Buni Yani menyebabkan Ahok dipidana.
"Kan kasusnya pak Ahok ini sama sekali tak ada hubungannya dengan kasus Buni Yani. Namun kami melihat bahwa didalam putusan itu adalah dasar bagi buni yani dipidana karena dia mengedit video yang sudah ada. Videonya memang sama, tetapi kalimat yang ditambahkan itu tak sesuai. Jadi dia menambahkan kalimat yang tak sesuai. Itu yang kami masukkan," tutur Fifi.
Total, Fifi menyebutkan setidaknya ada 7 poin yang menyebabkan pihaknya mengajukan PK pada kasus penistaan agama.
Sebelumnya, Ahok dipidana selama 2 tahun lantaran majelis hakim menilai bahwa Mantan Gubernur DKI Jakarta itu melanggar Pasal 156 KUHP.
Berikut berbagai fakta menarik sekitar sidang Ahok:
1. PN Jakarta Utara menyerahkan pengamanan kepada Polri
Sidang Ahok yang digelar hari ini dikabarkan akan ada elemen masyarakat yang menggelar aksi demo.
Dikutip dari Warta Kota, Humas Pengadilan Jakarta Utara, Jootje Sampaleng mengatakan pihaknya belum memiliki persiapan khusus walau muncul ancaman sejumlah elemen masyarakat bakal berdemo di PN Jakarta Utara.
Pihaknya menyerahkan proses pengamanan kepada pihak berwenang.
2. Tiga hakim pemimpin sidang PK Ahok
Sidang PK yang berlangsung hari ini dipimpin oleh tiga hakim pemimpin yaitu satu ketua majelis hakim dan dua anggota hakim.
"Ketua Majelis dipimpin Pak Mulyadi, hakim anggota I Pak Salman Alfaris dan hakim anggota II Pak Sugiyanto," ucap Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng.
3. Ahok boleh tidak hadir di sidang PK
Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok boleh tak menghadiri sidang PK yang digelar hari ini.
Dilansir dari kompas.com, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng menyatakan Ahok selaku pemohon sidang PK bisa diwakili oleh kuasa hukumnya.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Kolase Tribunnews)
Jootje mengatakan, hal itu didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor Empat Tahun 2016.
Lebih lanjut Jootje menjelaskan, keputusan kehadiran Ahok dapat diserahkan kepada tim penasihat hukum.
4. Alasan Ahok ajukan PK
Dilansir dari Kompas.com, terdapat tiga alasan pihak Ahok mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Hal itu disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng, tiga alasan itu diantaranya ada bukti baru, kekhilafan hakim dan pertentangan putusan.
Tetapi seorang pemohon tak harus punya ketiga alasan itu.
"Tidak selamanya demikian, boleh tiga-tiganya alasan itu, boleh tidak. Silakan saja, mereka, kan, boleh berpendapat," ujarnya.
Sementara terkait kekhilafan hakim hal itu berdasarkan hukum KUHAP Pasal 263 ayat 2 bahwa ada kekhilafan hakim dan atau ada kekeliruan yang nyata terhadap putusan yang lalu.
Dimana dasarnya, putusan terhadap Buni Yani, terpidana UU ITE di Pengadilan Negeri Bandung.
5. Menunjuk 3 pengacara
Ahok akan didampingi tiga kuasa hukum saat sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung(MA).
Kuasa hukum Ahok beranggotakan Fifi Lety Indra, Josefina Agatha Syukur, dan Daniel.
Fifi Lety Indra, adik kandung sekaligus kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Harmoni, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2018). (WARTA KOTA/RANGGA BASKORO)
Sebelumnya, Ahok didampingi 22 kuasa hukum saat persidangan penodaan agama.
"Ada tiga pengacara, termasuk Pak Daniel," ujar Josefina di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (22/2/2018) dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan, tidak ada alasan khusus mengapa Ahok hanya menunjuk tiga pengacara untuk mendampinginya saat sidang PK.
Putusan itu telah dipertimbangkan Ahok.
Meski demikian, ia memastikan komunikasi dengan puluhan pengacara lain masih tetap dilakukan.
"Tetap ada komunikasi melalui grup WhatsApp," ujarnya.
6. Awal kasus yang menjeratnya
Kasus ini berawal dari peristiwa pada 27 September 2016, saat Ahok berpidato ketika melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang lalu dianggap menghina agama.
Berbagai elemen masyarakat melaporkan Ahok berkaitan dugaan penistaan agama sejak 6 Oktober 2016.
Awalnya Ahok berpidato terkait program nelayan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian, Ahok berjanji kepada nelayan meski dirinya nanti tak terpilih lagi menjadi gubernur.
"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51," ucap Ahok.
Pernyataan Ahok tersebut mengundang berbagai reaksi.
Aksi demo digelar untuk menuntut Ahok pada 4 November.
Namun pada 6 Oktober 2016 barulah menjadi isu besar ketika Buni Yani mengunggah video rekaman pidato itu di akun Facebooknya, berjudul 'Penistaan terhadap Agama?' dengan transkripsi pidato Ahok namun memotong kata 'pakai'.
Ia menuliskan 'karena dibohongi Surat Al Maidah 51' dan bukan "karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51', sebagaimana aslinya.
Ahok pun sudah meminta maaf pada 10 Oktober kepada umat Islam, terkait ucapannya soal surat Al Maidah ayat 51.
Ahok pun berinisiatif mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk memberikan klarifikasi terkait ucapannya di Pulau Seribu itu.
Hingga akhirnya sidang demi sidang kasus dugaan itu dilalui oleh Ahok dan polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka atas kasus itu pada 16 November.
Atas keputusan itu, Ahok menerimanya dan menegaskan tak akan mundur dari pemilihan gubernur Jakarta 2017.
7. Vonis Ahok
Ahok divonis dua tahun hukuman penjara di Mei 2017 dengan alasan dianggap melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.
Setelah vonis itu dijatuhkan, Ahok sempat berencana melakukan banding namun niat itu diurungkan.
Hingga sekarang, Ahok masih ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
[Rangga Baskoro/Kurniawati Hasjanah/Dennis Destryawan]