72 Tahun Merdeka tapi Menderita, Beginilah Harapan Suku Asmat kepada Sang Panglima Perang
Pesawat itu hanya mendarat di Distrik Ewer dan harus melanjutkannya dengan mengarungi jalur sungai selama sekitar 20 menit.
Namun sekitar 15 menit berselang, entah mengapa sinyal kembali hilang bak ditelan bumi.
Tidak hanya jaringan telekomunikasi yang memperparah kondisi luar biasa wabah penyakit menahun di Asmat.
Baca: Di Asmat, Presiden dan Ibu Negara Boncengan Naik Motor Listrik hingga Gendong Bocah Jokowi
Jumlah puskesmas beserta tenaga medis juga menjadi penyebabnya.
Bayangkan, dari 23 distrik se-kabupaten, hanya ada 14 puskesmas yang jumlah tenaga medisnya terbatas.
Kami kemudian melanjutkan dengan berjalan-jalan di Kota Agats.
Meski berstatus ibu kota kabupaten, kondisinya tidak seperti di Pulau Jawa. Agats nyaris seluruhnya dibangun di atas panggung, baik jalan maupun rumahnya.
Sebab, daerah tersebut bertanah rawa sehingga sulit untuk dibangun jalan.
Pusat kota Agats berada di pesisir. Banyak toko, rumah makan dan kantor lembaga negara di sana.
Semakin ke dalam, semakin dipenuhi permukiman warga. Ada pula beberapa sekolah, puskesmas, gereja dan masjid di sela-selanya.
Semuanya berbentuk rumah panggung berbahan dasar kayu. Banyak sepeda motor listrik lalu lalang di jalanan. Nyaris seluruh pengendara motor listrik tidak mengenakan helm.
Bahkan banyak yang bertelanjang dada dan tidak beralas kaki. Persimpangan jalan tidak terdapat lampu lalu lintas sehingga kehati-hatian adalah hal utama saat berkendara di sini.
Baca: Berkunjung ke Asmat, Jokowi Dianugerahi Gelar Panglima Perang

Dari salah seorang pedagang makanan asal Jawa, saya mengetahui bahwa motor-motor itu dibeli dari Surabaya.
Harganya beragam, mulai dari Rp 12 juta hingga Rp 15 juta, tergantung speknya.
Beruntung, listrik mengalir 24 jam di Kota Agats sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengisi ulang daya baterai motornya.
Menjelang siang, akhirnya kami bisa bertemu rekan yang sudah terlebih dahulu tiba di Asmat. Mereka mengajak kami untuk beristirahat sebentar di salah satu hotel milik pemerintah setempat.
Tentu hotel itu juga berbentuk rumah panggung dan bermaterial kayu. Salah seorang rekan berpesan, "di sini air susah. Jadi hemat-hemat ya."
Saat saya hendak buang air kecil di kamar mandi hotel, di pintu kamar mandi hotel tertulis, "tutup keran air jika tidak digunakan. Kami di sini hanya mengandalkan air hujan."
Rekan saya mengatakan, hanya ada satu instalasi penampungan air bersih di Agats. Kapasitasnya hanya 1.000 meter kubik.
Tentu tak bisa memenuhi kebutuhan seluruh warga di Agats. Mereka yang tidak tersambung dengan instalasi itu memanfaatkan tempat penampungan air sendiri yang seadanya.
Membuka Keterisolasian Pukul 12.40 WIT, helikopter yang ditumpangi Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana mendarat di lapangan Pelabuhan Agats.
Jokowi menjadi Presiden RI pertama yang menginjakan kakinya di bumi Asmat. Kerja kami para jurnalis pun dimulai.
Baru beberapa langkah Jokowi usai turun dari helikopter, masyarakat adat setempat menghampirinya dan memberikan Jokowi nama adat Asmat, 'Kambepit'.
Jokowi juga dianugerahi gelar berupa 'Panglima Perang Asmat'. Dayung dan noken diberikan kepada Jokowi dalam prosesi sakral tersebut.
"Bapak, dayung ini kami berikan untuk Bapak mendayung perahu republik, memimpin kami, agar tidak melenceng dari tujuan negara," ujar salah seorang tetua adat.
"Kami sudah menderita. Tapi kami percaya panglima perang kami akan memimpin kami ke masa depan yang lebih baik," tambahnya.
Menggunakan motor listrik Wim Cycle 1.000 watt, Jokowi kemudian blusukan ke tiga tempat.
Pertama di Gedung Widya Mandala yang berada di pusat kota. Kedua di lokasi proyek pembangunan instalasi penampungan air bersih.
Ketiga, lokasi proyek pembangunan 1.000 rumah sehat. Lokasi kedua dan ketiga sama-sama berada di Kampung Kayeh.
Jokowi menegaskan, pemerintah berkomitmen membuka keterisolasian Kabupaten Asmat. Mulai dari memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat Asmat hingga membuka akses kabupaten itu ke luar.
Pemerintah kini berencana membangun jalan darat dari Wamena, menuju selatan, salah satunya ke Agats.
"Kita akan bangun (jalan) dari Wamena menuju ke bawah, termasuk ke Agats. Sebab kita kita ingin agar infrastruktur membuka keterisolasian sehingga hubungan antardistrik, antarkota, akan lebih mudah," kata Jokowi.
Kepala Negara juga sempat berjanji meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi di Asmat.
"Saya perintahkan (menteri) nanti, supaya dikerjakan (perbaikan kualitas jaringan telekomunikasi)," ujar Jokowi.
Ia mengakui, jaringan telekomunikasi di sejumlah daerah di Papua memang buruk. Ia pernah mengalaminya sendiri.
"Kayak di Wamena, saya juga pernah coba dan putus-putus. Makanya baik yang berkaitan dengan listrik baik yang berkaitan dengan infrastruktur jalan jembatan dan lain-lain, baik yang berkaitan dengan jaringan telekomunikasi, semuanya akan kita perbaiki," lanjut Jokowi.
Untuk memperbaiki kualitas hidup, pemerintah juga melaksanakan program 1.000 rumah sehat untuk masyarakat Asmat di Agats.
Tujuannya supaya masyarakat yang selama ini tinggal di distrik pindah ke Agats dan memudahkan mereka mengakses pelayanan publik, kesehatan dan pendidikan.

Sayangnya untuk urusan ini, pemerintah masih menemui kendala.
"Memang kesulitannya memindahkan dari distrik- distrik ke tempat- tempat baru ya seperti ini. Sebabnya, ada hak ulayat tanah yang tidak bisa mereka tinggalkan. Problemnya ada di situ," kata Jokowi.
Pemerintah tidak putus asa. Melalui pemerintah daerah, warga distrik yang jauh dari akses fasilitas pendidikan dan kesehatan, diusahakan akan tetap pindah ke rumah baru.
Rumah-rumah baru itu dipastikan dilengkapi dengan sanitasi yang baik.
Pasalnya, saat ini pemerintah sedang membangun lima penampungan air serupa untuk warga di Kota Agats dan empat penampungan air untuk warga di distrik yang kesulitan air bersih.
"Di sini lengkap. Air ada, listrik ada, tinggal jembatan mau kita bangun, Agustus 2018 selesai. Jembatan ini supaya mereka enggak usah naik speed boat lagi. Oleh sebab itu saya sampaikan bahwa infrastruktur di tanah Papua sangat penting sekali ya untuk membuka dari keterisolasian," lanjut dia.
Sekitar pukul 15.15 WIT, Jokowi dan rombongan bertolak dari Agats menuju kembali ke Timika.
Rencananya, Jokowi sejam lebih lama lagi berada di Agats. Namun karena cuaca hujan, protokol memilih untuk bertolak lebih cepat.
Sementara kami para jurnalis, baru meninggalkan Asmat pagi, keesokan harinya.
***
Tak butuh waktu lama bagi kami untuk mengetahui masih ada masyarakat Indonesia yang begitu menderita meski sudah 72 tahun republik ini merdeka.
Namun tentu tidak ada kata terlambat untuk memulainya mengangkat kehidupan mereka.
Jumat, 13 April 2018 pukul 09.30 WIT, helikopter kami perlahan meninggalkan Agats menuju Timika.
Sepenggal kalimat tetua adat Asmat terngiang-ngiang di kepala saya...
"Kami sudah menderita. Tapi kami percaya panglima perang kami akan memimpin kami ke masa depan yang lebih baik."
Siapa pun dia dan kapan pun dia datang, sang panglima perang yang dimaksud... (Kompas.com/ Fabian Januarius Kuwado)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Derita di Asmat dan Asa Penantian atas Panglima Perang...", https://nasional.kompas.com/read/2018/04/15/08201081/derita-di-asmat-dan-asa-penantian-atas-panglima-perang?