Pengusaha Hotel Minta Retribusi Genset Hotel Dihapus, Ini yang Dikeluhkan
Pelaku usaha perhotelan di Kota Balikpapan dan Samarinda keberatan atas penerapan pajak penggunaan generator set (genset).
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pelaku usaha perhotelan di Kota Balikpapan dan Samarinda keberatan atas penerapan pajak penggunaan generator set (genset). Pungutan retribusi untuk genset 200 KVA dinilai memberatkan pengusaha hotel. Kebijakan ini juga dianggap tidak efektif bagi bisnis perhotelan.
Hal ini disampaikan sejumlah pemilik hotel di Balikpapan yang ditemui Tribun Kaltim. Muhammad Syacrial, owner Hotel Mitra Amanah Syariah misalnya. Dia berharap penerapan pajak atau retribusi genset hotel dihapuskan saja. "Saya tidak setuju. Dihapus saja kebijakan pengenaan pajak buat pemakaian genset," tegasnya kepada Tribun, Senin (23/4).
Secara hitungan kasar, penggunaan listrik bertenaga genset dianggap berbiaya mahal ketimbang memakai aliran listrik dari PLN. Penggunaan genset mesti repot membeli bahan bakar sendiri di SPBU atau bensin eceran.
Baca: Kisah Derita dari Tradisi Unik Bacha Poshi di Afghanistan, Perempuan jadi Laki!
Sementara menikmati aliran listrik dari PLN tidak perlu repot keluarkan waktu dan biaya tinggi untuk beli bahan bakar. Hitungan memakai listrik dari PLN pastinya bertarif lebih murah ketimbang memakai bahan bakar bensin.
Belum lagi perawatan genset perlu diperhatikan, sebab mesin genset membutuhkan perawatan berkala. Merawat mesin pun tidak gratis pastinya keluarkan biaya lagi. Nasib pahit saat listrik dari PLN padam berjam-jam tentu saja mesin genset beroperasi lama, yang bakal rentan mengurangi kemampuan genset.
Semakin genset dipakai terus menerus pastinya butuh perawatan intensif. Mesin dipakai terus akan panas semakin lemah, ada batas waktunya. Jika tidak dirawat baik, mesin genset tidak akan berumur panjang.
"Tidak efektif dikenakan pajak genset. Kan dipakai sendiri buat hotel, bukan untuk diperjualbelikan. Ini kan aneh saja," ungkapnya.
Penggunaan genset bergantung pada pasokan listrik PLN. Bila pelayanan PLN masih padam, maka hotel dan restoran sangat mengandalkan mesin genset. Hitungan kasarnya, jika mesin genset berdaya 200 KVA dioperasikan selama satu jam biasa meminum solar sampai 42 liter.
Sekarang ini harga solar per Maret 2018 Rp 5.150 di SPBU. Nah, jika selama satu jam genset konsumsi 42 liter hitungan per liter Rp 5.150 maka biaya yang harus dikeluarkan Rp 216.300. Andaikan membeli solar di penjualn bensin eceran tentu saja harga per liternya lebih mahal lagi dari harga yang ditawarkan di SPBU.
Baca: Polisi Malaysia Rilis Skesta Wajah Penembak Dosen
Senada disampaikan, Sahmal Ruhip, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Cabang Balikpapan. Dikemukakan, penerapan biaya buat genset sangat merepotkan pelaku perhotelan.
Situasi ekonomi sedang belum bergairah, pendapatan sulit diraih, ditambah beban biaya pajak genset dipastikan semakin membuat kacau pikiran. Kata Sahal, sejauh ini masih ada yang pro dan kontra terhadap pengenaan pajak genset.
Ada hotel yang masih diam saja, ada yang kritis. Sebagian besar banyak yang kontra, ingin dihapuskan pajaknya. Menurutnya, kasihan saja hotel yang pendapatannya menurun terus dikenakan pajak genset pastinya bingung. "Bagaimana mau bayar gaji karyawannya, bagaimana mau dapat untungnya," katanya.
Pengenaan pajak genset, mengacu pada UU Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberlakukan pajak genset hanya dikenakan kepada mereka pengguna genset bertenaga mega berdaya minimal 200 KVA.
Keluhan sama terkait pungutan pajak genset juga dirasakan pengelola hotel di Samarinda. Para General Manager (GM) hotel yang tergabung dalam Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Kota Samarinda mendukung upaya Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Kaltim meminta penghapusan Izin Operasi (IO) Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk genset hotel berkapasitas 200 KVA.
Hal itu diungkapkan Ketua IHGMA Samarinda Made Word Paramartha, Senin (23/4). Wied juga mendukung penghapusan penarikan retribusi untuk genset hotel. "Kami sangat setuju usulan penghapusan retribusi untuk genset," kata Wied.
Baca: Sembuh dari Tifus, Eko Yuli Irawan Siap Hadapi Asian Games 2018
Alasannya pengurusan IO SLO berikut retribusi genset memakan biaya yang tak sedikit. "Sangat membebani karena tingginya biaya pengurusan sertifikasi genset dan izin operational genset," kata GM Hotel Aston Samarinda ini.
Hal senada diungkapkan GM Hotel Bumi Senyiur Samarinda Syiar Islami. Syiar yakin, apa yang diusulkan PHRI Kaltim merupakan aspirasi anggotanya yang notabene merupakan pengusaha perhotelan. "Permintaan dari PHRI tentunya adalah permintaan atau masukan dari pada anggota-anggotanya," ujar Syiar.
Baca: Tuah: Dicari Cagub dan Wakilnya yang Punya Resep Ampuh Tangani Banjir Samarinda
Menurut Syiar, jika dilihat secara terpisah, retribusi untuk genset sebenarnya tidak begitu besar. "Tapi jika dijumlah dengan retribusi dan lain-lainnya yang harus dibayar, tentu berdampak besar ke biaya operasional," ungkap Syiar. (*)