Dokter Terbang Layani Kesehatan Warga Perbatasan, Segini Honor yang Diterima
Program dokter terbang atau Dokter Spesialis ke Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) sudah bergulir sejak 2014
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Program dokter terbang atau Dokter Spesialis ke Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) sudah bergulir sejak 2014 lalu. Program ini digagas Gubernur Kaltara Irianto Lambrie. 'Dokter terbang' merupakan program penyediaan dokter, tenaga kesehatan dan obat-obatan menjangkau daerah-daerah terisolir di perbatasan.
Menurut Gubernur Irianto, program dokter terbang memang perlu diintensifkan mengingat masih banyak daerah pedalaman dan perbatasan di Kaltara yang masyarakatnya belum terjangkau fasilitas kesehatan seperti puskesmas, apalagi rumah sakit.
"Tanpa pesawat terbang, masyarakat kita tidak bisa keluar berobat karena akses darat masih sulit. Jadi kita buat kebijakan menyuplai tenaga kesehatan ke sana. Kita juga dibantu pusat," kata Irianto.
Baca: Miris. . . Fasilitas Kesehatan Minim, Warga Perbatasan Berobat ke Malaysia
Satu hal yang ditekankan Irianto, setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Tidak terkecuali masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.
Sejak Februari 2018 lalu, Irianto sudah meminta Dinas Kesehatan Provinsi menyurati Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau mendata gejala penyakit yang banyak dialami warga.
"Dari hasil penjaringan atau pendataan penyakit oleh pemerintah kabupaten ini bisa kita ketahui atau terdiagnosa penyakit apa yang terbanyak di wilayah itu. Saat tim dokter turun nanti bisa menyesuaikan," ujar Irianto.
Pola yang sama juga diterapkan pada 2017. Ada enam titik yang berhasil dijangkau dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam dan paramedis lainnya.
Baca: Peserta SBMPTN Melahirkan saat Ujian, Bayinya Ditinggalkan di Toilet; Identitas Sang Ibu Terungkap
"Dalam setahun ada 3 kali kegiatan dokter terbang. Dilakukan pada tiap triwulan. Setiap satu kali kegiatan, ada dua lokasi yang dikunjungi. Secara keseluruhan ada enam lokasi yang dikunjungi dokter terbang. Dengan melihat jumlah penduduk dan jumlah penyakit yang diderita," sebutnya.
Sekali pelayanan dokter terbang berlangsung dua hingga tiga hari. Tak hanya menangani warga yang mengalami penyakit biasa, jika ada pasien yang darurat juga langsung ditangani.
"Saya menginginkan agar program dokter terbang pada 2018 ini diprioritaskan pada desa-desa yang belum pernah didatangi dokter terbang. Seperti pada 2017, minimal dua dokter spesialis yang akan kita terbangkan," katanya.
Setiap kali menggelar program dokter terbang ke kecamatan-kecamatan perbatasan, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara menerbangkan dua sampai tiga dokter spesialis dan tenaga kesehatan pendukung seperti dokter umum dan perawat. Dinas Kesehatan Kaltara juga selalu dibantu tenaga kesehatan di puskesmas.
Baca: Akademisi UGM Kumpulkan Aneka Sambal dari Seluruh Penjuru Nusantara, Ini Tujuannya
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara Usman menyatakan belum bisa mengangkut banyak tenaga kesehatan setiap kali layanan. Selain karena jumlah spesialis masih minim, juga karena terbatasnya anggaran.
Dikemukakan, anggaran program dokter terbang tahun 2018 ini hanya Rp 519 juta. Anggaran tersebut masih minim. "Jadi setiap kali terbang, kita memberi honor kepada dokter. Jumlahnya tidak terlalu besar karena memang anggaran kita terbatas," kata Usman, Selasa (8/5).
Setiap kegiatan ke perbatasan, dokter spesialis diberi honor Rp 5 juta. Sedang dokter umum/gigi Rp 2,5 juta. Untuk perawat, bidan, dan apoteker diberi honor Rp 2 juta per kegiatan.
Layanan dokter terbang kata Usman sebetulnya terkendala jumlah dokter spesialis. Ketika memasok dokter spesialis masuk ke pedalaman 3 sampai 5 hari, maka posisi dokter di kota akan kosong.
Baca: Semakin Istimewa, Kantor Tribun Kaltim Digruduk Mitra
"Tidak ada yang menggantikan perannya. Dulu dokter umum bisa gantikan. Sekarang tidak bisa lagi," katanya.
Ia mengklaim, sudah ada beberapa putra-putri Kalimantan Utara lulusan S1 Kesehatan diikutkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Tahun ini ada enam lulusan S1 yang akan disekolahkan dokter spesialis menggunakan dana pusat. (*)