Pemkot Harus Beri Pekerjaan Para Mantan Pengelola Toilet Pantai Manggar Segara Sari

Sekitar ada 10 kamar mandi yang dikelola oleh Marsuki. Pembongkaran bangunan kamar mandi karena dianggap ilegal.

Penulis: Budi Susilo |
TRIBUN KALTIM / BUDI SUSILO
Marsuki, mengais sisa bangunan kamar mandi miliknya yang dibongkar Pemkot Balikpapan di Pantai Manggar Segara Sari, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Jumat (6/7/2018).  

Laporan Wartawan Tribunkaltim Budi Susilo

TRIBUNKALTIM.CO BALIKPAPAN - Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Balikpapan angkat bicara mengenai nasib warga yang telah tahunan mengelola toilet pengunjung di kawasan wisata alam Pantai Manggar Segara Sari, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

Belum lama ini, pemerintah Kota melalui institusi Satuan Polisi Pamong Praja Balikpapan telah menertibkan bangunan-bangunan toilet yang dianggap ilegal berdiri di kawasan wisata pantai kebanggaan masyarakat Balikpapan.

Wakil Ketua DPRD Balikpapan, Sabaruddin Panrecalle, menyatakan, kegiatan pembongkaran puluhan bangunan toilet ini memberi dampak terhadap warga yang selama ini mengelola.

Sejak dibongkar, warga merasa ada ketidakjelasan nasib perekonomiannya. 

Baca juga:

Hasil Voting Senat Putuskan Tiga Nama Ini sebagai Calon Rektor Unmul

Rayakan Pernikahan Perak Secara Sederhana, Kapolda Kaltim Beberkan Kisah Masa Lalunya

Penduduk Desa Terperanjat Ada Pesawat Jet di Tengah Ladang Berlumpur, Pemilih Lahan Angkat Bicara

Kejati Kaltim Bakal Periksa Sekitar 50 Pelabuhan di Kaltim dan Kaltara

"Kemana mereka setelah toilet dibongkar? Warga harus bekerja, harus ada peran pengganti pekerjaannya. Jangan dibongkar begitu saja ditinggalkan," ujarnya saat ditemui di lobi Hotel Grand Tjokro Balikpapan, Jl Marsama Iswahyudi pada Selasa (10/7/2018). 

Seharusnya toilet yang berdiri tersebut tidak bisa dikatakan sebagai bangunan ilegal.

Setiap pengelola toilet memberikan kontribusi berupa bayaran di tiap tahunnya, ini berarti tidak bisa dianggap ilegal karena membayar iuran.

Kecuali, tegas dia, jika pengelola tersebut tidak memberikan iuran maka jatuhnya adalah kegiatan dan bangunan ilegal. 

"Mengambil retribusi yang selama ini diberikan berarti legal. Pengelola memberikan kontribusi Rp 200.000 per tahun ke pihak UPTD pantai itu kan kontribusi namanya, kok dibilang ilegal kan aneh," ujarnya. 

Karena itu, pemerintah kota harus memberikan solusi yang tepat dan cerdas. 

"Dipikirkan mau dikemanakan orang-orang yang selama ini kelola toilet. Harus dipikirkan kemana mereka bekerja," kata Sabaruddin yang besar dan bertempat tinggal di Manggar ini. 

Menurut dia, warga kelola toilet itu mencari nafkah karena inisiatif sendiri untuk menghidupi keluarganya. Ketika dibongkar pasti nyaris kehilangan pekerjaan  

"Pemerintah tanggung jawab harus dicarikan kemana mereka harus bekerja. Dipikirkan mereka akan dikaryakan, ditaruh di mana," tegasnya.

Kondisi yang tanpa solusi tepat pastinya akan menimbulkan pengangguran baru di Balikpapan, semakin membawa beban di tengah masyarakat. 

"Tugas pemerintah kota seharusnya memberi pekerjaan ke masyarakat," tutur Sabaruddin, politisi kelahiran Balikpapan, 16 Agustus 1972 ini.  

Dia mengimbau kepada Dinas Pariwisata Balikpapan harus berperan aktif di dalamnya, perlu ada terobosan dan harus ada solusinya.

"Bagaimana caranya jangan sampai ada pengangguran. Bila pengangguran sudah merajalela, kalau orang sudah berurusan dengan perut, akan berbagai cara dilakukan," ujar Sabaruddin. 

Puluhan Toilet Dibongkar, Warga Pun Menganggur 

Sore itu, Marsuki (59) nampak sibuk mengais punging-puing sisa bangunan kamar mandi di area tempat wisata Pantai Manggar Segara Sari, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur pada Jumat (6/7/2018). 

Aktivitas itu dia lakukan sendiri, hanya bermodalkan alat tukang sebuah martil, mencerabut kayu-kayu bekas kamar mandi. Dalam kesempatannya, Marsuki sempatkan waktu bersua dengan Tribunkaltim.

Ia bercerita, bangunan kamar mandi yang dikhususkan bagi turis Pantai Manggar Segara Sari ini sudah dibongkar oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan. 

Sebelum dibongkar, bangunan ini menjadi ladang rezki bagi Marsuki. Setiap pengunjung pantai yang memakai kamar mandi mesti membayar kepada Marsuki. 

Baca juga:

Soal Jadwal Penetapan Paslon Terpilih, Ini Dokumen yang Masih Ditunggu KPU Kaltim

Masyarakat jadi Kunci Keamanan Wilayah, Polri Percaya Diri Tatap Agenda Politik 2019 di Kaltim

Dejan Antonic Bakal Kenakan Baju Bergambar Choirul Huda saat Bersua Persela

Ganjar Pranowo: 30.000 Lebih Calon Siswa di Jawa Tengah Dicoret karena Gunakan SKTM Palsu

Sekitar ada 10 kamar mandi yang dikelola oleh Marsuki. Pembongkaran bangunan kamar mandi karena dianggap ilegal. 

“Yang bangun kamar mandi saya. Lahannya punya pemkot,” tutur pria kelahiran Balikpapan ini kepada Tribunkaltim sekitar pukul 16.00 Wita. 

Sejarah keberadaan kamar mandi didirikan sekitar tahun 2000. Kala itu Marsuki sudah izin dengan Unit Pelaksana Pengelola Pantai Manggar Segara Sari tetapi syaratnya harus membayar iuran.

“Setiap tahunnya harus bayar Rp 200 ribu. Membayarnya tidak dikasih nota pembayaran, saya bayar begitu saja sama orang yang mengaku dari pemerintah,” ungkap Marsuki, yang lahir pada 31 Desember 1959 ini.  

Uang iuran yang dibayar Marsuki tersebut alasanya untuk keperluan kebersihan di lingkungan wisata Pantai Manggar Segar Sari. 

Jadi setiap tahun Marsuki mesti keluarkan uang Rp 200 ribu untuk bisnis kamar mandinya. 

Seriring berjalannya waktu, memasuki tahun 2018, tidak ada lagi yang memungut uang Rp 200 ribu sebab ada kebijakan baru dari pemerintah kota untuk melakukan penggusuran. Kamar mandi yang berdiri dipugar karena dianggap ilegal. 

Dia pun menyadari, jika lahan yang ditempatiknya merupakan milik Pemkot Balikpapan berada di tempat wisata pantai. Tetapi Marsuki sangat berharap, seharusnya tetap ada solusi, mesti tetap dirangkul. 

Yang bernasib seperti Marsuki ada banyak orang. Kata Marsuki, sekarang semua kamar mandi yang dianggap ilegal sudah ditertibkan, dibongkar paksa, dirinya tidak ada lagi pekerjaan. 

Sebenarnya ada banyak orang yang hidup dari sewakan kamar mandi, semestinya pemkot tetap perhatian pada nasib warga. 

“Kalau bisa tetap diajak kerja sama, jangan diusir begitu saja. Dahulu bayar juga per tahun, sekarang masa iusir begitu saja,” katanya.

Menurut dia, warga masih butuh pekerjaan. Warga ingin dilibatkan dalam usaha di wisata Pantai Manggar Segara Sari. “Bekerjasama dengan pemerintah kota mau saja. Yang penting tidak diperas,” ujar Marsuki, ayah beranak empat ini.  

Sebagai contoh, Marsuki rela untuk bekerjasama kelola kamar mandi dengan nanti memberi kontribusi, seperti 30 persen untuk pemkot sisanya 70 persen untuk pengelola kamar mandi. 

“Pemerintah bisa ambil 30 persen keuntungan. 70 persen saya. Nanti yang jaga kebersihan, kelola kamar mandi sampai sediakan airnya dan semua kelengkapan kamar mandi saya yang penuhi. Tidak masalah nanti setor retribusi ke pemerintah,” ungkapnya. 

Menurut Marsuki, ada puluhan orang yang berwirausaha menyewakan lapak kamar mandi ke para pengunjung wisatawan Pantai Manggar Segara Sari. Dirinya sendiri sangat menggantungkan sewa kamar mandi sebagai tulang punggung keluarga. 

Dia mengaku, hanya mengandalkan berjualan membuka lapak warung di Pantai Manggar Segara Sari hasilnya tidak memuaskan, dianggap kurang, tidak bisa mendapat untung banyak. Namun jika tawarkan sewa kamar mandi, hasilnya bisa cukup untuk buat makan sama keluarga dan menambung. 

“Waktu liburan lebaran ketiga sehari saya bisa sempat dapat Rp 500 ribu,” ujar pria yang tinggal di Teritip RT 07, Jl Mulawarman ini.     

Jika kondisi situasi Pantai Manggar Segara Sari sedang sepi dari pengunjung, Marsuki berharap pada ladang pencarian sebagai buruh harian pekerja bangunan yang sifatnya musiman. 

“Saya mengandalkan hanya jadi tukang bangunan. Kalau lagi tidak ada yang bangun hanya menganggur. Saya tidak punya lagi pekerjaan,” kata pria yang berdarah golongan O ini. 

Sebelumnya pada Rabu (4/7/2018), sebanyak 96 toilet yang dianggap ilegal berdiri di dalam kawasan Pantai Manggar Segara Sari dibongkar oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Balikpapan. 

Menurut Oemy Facessly, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kota Balikpapan, bangunan toilet dianggap ilegal tidak memberi kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah. 

Pemerintah kota sengaja menertibkan untuk meningkatkan kualitas pantai dan bisa memberi sumbangsih bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor wisata. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved