Bicarakan Vaksin Rubella, Dinkes dan MUI Kaltim Diundang ke Jakarta
Inti fatwa tersebut, vaksin MR Rubella diperbolehkan digunakan, meskipun pada dasarnya vaksin yang diimpor ternyata mengandung babi.
“Iya, nanti Gubernur kirim surat ke Kabupaten/Kota untuk tetap lanjutkan imunisasi MR. Kan ada Kabupaten/Kota yang hentikan kegiatan (imunisasi). Nantinya dasar untuk melanjutkan, itu karena ada fatwa MUI, dan juga surat edaran dari Kemendagri. Kami akan infokan terus jika dalam 1-2 hari ke depan, surat resminya sudah turun ke Kaltim,” ucapnya.
Terkait stok vaksin, dijelaskan Soeharsono tak memiliki masalah.
“Logistik untuk vaksin MR, itu siap. Itu untuk 1 juta sasaran. Satu botol vaksin itu, untuk 8- 10 orang, dan sasaran kami kan ada 1 juta orang. Dikalikan saja 1 juta dengan 8 orang, berarti stok untuk itu kami siapkan,” katanya.
JIka pun nanti jumlah sasaran vaksin MR bertambah melebihi satu juta orang, Soeharsono pun meyakinkan stok logistik di Kaltim tetap akan mencukupi.
“JIka bertambah pun tak masalah. Kalau logistik tak masalah,” ucapnya.
Baca: Jelang Hadapi UEA, Timnas U-23 Indonesia Perbaiki Umpan Silang dan Finishing
Direktur LP POM MUI Kaltim, Sumarsongko, ikut membenarkan perihal datangnya fatwa MUI Nomor 33/2018 perihal diperbolehkannya vaksin MR. Disebutnya, hal ini juga sudah disebar dan diberitahukan kepada perwakilan MUI di Kabupaten/Kota lainnya.
"Sudah kami sebar ke Kabupaten/Kota. Artinya, status vaksin itu memang belum bersertifikat halal, tetapi karena klausulnya darurat, diperbolehkan. Intinya seperti itu," ucap Sumarsongko, Rabu (22/8).
Kasusnya sama, seperti pengandaian, dimana saat tak ada makanan lain, babi diperbolehkan untuk dikonsumsi.
"Iya, benar. Namanya darurat seperti itu. Kaidah darurat, ketika tak ada penggantinya. Kedua, menyangkut bahaya jiwa atau pun fisik. Kan dilihat (jika tak divaksin) saat di kandungan, bayi bisa cacat, bisa buta, tuli, bisa kelainan jantung," ucapnya.
Baca: Jelang Hadapi UEA, Timnas U-23 Indonesia Perbaiki Umpan Silang dan Finishing
Dalam penentuam akan fatwa tersebut, Sumarsongko ikut yakinkan bahwa MUI pasti telah mempertimbangkan banyak faktor hingga akhirnya fatwa tersebut terbit.
"Pasti. Dalam penelitian juga meliputi analisa DNA menggunakan PCR," ucapnya.
Hadirnya fatwa tersebut, juga disampaikan membuat terang persoalan akan penggunaan vaksim MR tersebut.
"Sekarang kan jadi lebih jelas. Kalau kemarin kan, ada keraguan karena belu, ada fatwa MUI. Sekarang sudah ada, dan bagi yang ingin lakukan vaksin, ya silakan. Karena hukumnya mubah," ucapnya.
Hukum mubah ini juga pernah dibahas antara MUI dengan pihak Kemenkes dalam pengurusan sertifikasi halal vaksim MR beberapa waktu lalu.
Disebutkan, sesuai Fatwa Nomor 4/2016 menjelaskan jika imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Selain itu, imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis memang tidak dibolehkan, terkecuali atas beberapa kondisi
"Kondisi pertama, digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat, kedua belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, dan terakhir, adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal," ucap Sumarsongko.