Gempa dan Tsunami Sulteng

Terkepung Tsunami Aceh dan Palu, Begini Kisah Dramatis Rahmat Saiful Bahri 2 Kali Lolos dari Maut!

Lolos dari maut dalam bencana yang menewaskan ribuan orang dan meluluhlantakkan segalanya, merupakan pengalaman luar biasa.

MOHD RASFAN/AFP/Getty Images
Saat gempa, Rahmat berlari ke lantai lima karena yakin akan ada tsunami. Dan betul: mereka selamat, dan hanya bagian bawah bangunan yang rusak. 

Pada Rabu (3/10/2018), Rahmat kembali mendarat di Aceh, kampung halamannya, tempat ia mengalami kejadian serupa 14 tahun lalu dalam skala yang bahkan jauh lebih dahsyat.

Gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menewaskan lebih dari 220.000 orang di berbagai negeri, termasuk Thailand.

Namun yang paling menderita dan paling banyak korban, adalah Aceh, dengan lebih dari 170.000 korban jiwa.

Rahmat Saiful Bahri mengenang, pada 2004 ia selamat dari gempa dan tsunami Aceh dengan berlindung di atas surau yang tinggi.

Pengalaman yang memberinya pelajaran penting dalam menyelamatkan diri di Palu.

"Tanggal 26 Desember tahun 2004 itu saya sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja, walaupun hari Minggu, karena ada tugas menyiapkan pidato wali kota untuk rapat paripurna," Rahmat Saiful Bahri, mengenang gempa dan tsunami Aceh 14 tahun lalu.

Itu tsunami pertama yang dialaminya dalam hidupnya, dan Rahmat tak pernah membayangkan akan mengalami yang kedua kalinya, dan, untungnya, selamat.

"Mulanya tidak ada yang tahu itu tsunami, semua berpikir itu banjir saja," kata Rahmat.

Saat itu rumahnya yang berada di Desa Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, hanya berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.

"Saya pikir banjir biasa, makanya saya masih sempat mengunci pintu dan membawa semua keluarga ke surau di dekat rumah. Namun tiba-tiba gelombang tinggi datang, dan menggulung apa saja," kenang Rahmat.

"Banyak orang yang di depan mata kita terhimpit bangunan dan dibawa ombak, semua meminta tolong, tapi kita hanya bisa melihat sampai mereka meninggal. lailahaillallah... lailahaillallah... awalnya hidup walaupun terhimpit, tepat di depan mata, tapi tidak ada yang berani menolong.

"Saat itu semua orang berzikir dan mengucapkan apa pun yang bisa diucapkan untuk berdoa," ungkap Rahmat dengan suara yang semakin serak.

Keluarga Rahmat sempat panik karena salah satu anaknya tak ada.

Namun ternyata sang anak sudah dievakuasi ke Kabupaten Pidie oleh tetangga, "Semua kami sehat."

Surau dengan bangunan dua tingkat tempat mereka mengungsi dan berlindung dari tsunami, masih ada sampai saat ini, jelas Rahmat Saiful Bahri.

Pengalaman itulah yang membuatnya bisa mengendus bahaya, Jumat pekan lalu, ketika gempa terjadi.

"Jadi langsung sya mencari tempat tinggi, dan alhamdulillah, selamat untuk kedua kalinya."

Tentu saja, Rahmat berharap peristiwa Palu akan merupakan tsunami terakhir yang dialaminya, dan tak akan pernah mengalami yang ketiga kali. (BBC Indonesia)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved