Ngaping Umaa’ Berlangsung, Masyarakat Adat Mahulu Lakukan Pungan atau Nyepi
Tutung dan Ngaping Umaa’ merupakan ritual yang serius, bukan seremonial yang main-main, sifatnya sangat sakral, ada nilai-nilai sipiritual adat Dayak.
Penulis: Budi Susilo |
Usai dilakukan ritual doa di tempat yang disebut Napoq, maka para kepala adat di Ujoh Bilang dan Long Melaham berserta tokoh spiritual berkeliling kampung menebar percikan-percikan air menggunakan daun-daunan yang sudah dibacakan doa.
“Keliling kampung. Kalau dahulu jalan kaki. Sekarang kan jauh antar kampungnya, makanya memakai mobil. Kasih doa-doa supaya tidak ada lagi bencana di kampung kami,” ungkap Luhung.
Setelah selesai berkeliling sambil merapal doa-doa maka ritual selanjutnya menutup jalan.
Suasana jalan harus dibuat sepi, sunyi dan bersih.
Ketentuan adat, barang siapa yang tidak mematuhi aturan, tetap memaksakan diri masuk melintasi jalan yang dijadikan lokasi ritual maka akan mendapat hukuman adat.
“Buat yang melanggar harus mengganti semua segala kebutuhan ritual Ngaping Umaa’ membuat lagi yang sama. Yang tidak patuh tetap melanggar harus mau sediakan segala kebutuhan hewan persembahan dan hasil tanaman yang ada di Tutung dan Ngaping Umaa’,” Katanya.
Siang itu, dipayungi awan yang sedikit mendung, ritual adat Tutung dan Ngaping Umaa’ diikuti puluhan orang.
Ritual merapal doa yang dilakukan oleh tokoh spiritual berjalan selama satu jam, berlangsung sekitar pukul 12.00 Wita hingga 13.03 Wita.
Ritual Tutung dan Ngaping Umaa’ mempersembahkan dua ekor babi kecil dan dua ekor anak ayam.
Semua hewan ini dikorbankan, akan disembelih yang kemudian digantung di tempat doa yang disebut Napoq, yang ditaruh di lokasi bekas kecelakaan sepeda motor.
Sisi lainnya, ada juga dibuat tenda beratapkan terpal biru, tempat berkumpulnya masyarakat dari Ujoh Bilang dan Long Melaham.
Warga secara swadaya membawa berbagai kebutuhan pangan untuk dimasak dan dimakan bersama-sama.
“Kami di sini sukarela. Yang menyumbang dari warga sendiri. Sumbang apa saja, masing-masing kesadaran warga,” kata Hang Lawing, Ketua Dewan Adat Dayak Long Bagun.
Di antaranya ada yang membawa beras, sayur-sayuran dan rempah.
Juga ada yang membawa ayam broiler, ayam kampung dan babi yang masih hidup untuk kemudian disembelih lalu dimasak di dapur yang menggunakan wajan dan panci besar. Proses masak menggunakan kayu bakar.
Kata Lawing, biasanya sehabis lakukan ritual doa Tutung dan Ngaping Umaa’ warga bersama tokoh adat melakukan santap bersama-sama, berbahagia makan bersama.
“Makan bareng-bareng. Semua kumpul, kita bersatu,” ujarnya. (*)