Pilpres 2019
Kembali Disinggung Sandiaga, Ini Alasan Utama Jokowi tak Hapus Ujian Nasional Tahun 2016 Lalu
Wacana seputar penghapusan Ujian Nasional sebenarnya bukanlah hal baru. Tahun 2016 lalu, pemerintah sudah hampir menghapus ujian nasional.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Syaiful Syafar
Salah satunya adalah keluhan para orang tua yang menganggap sistem zonasi yang diterapkan di PPDB 2018 tak memperhitungkan perjuangan anaknya selama berbulan-bulan untuk Ujian Nasional (UN).
“Nilai UN hanya dilihat jika ada dua calon peserta didik memiliki jarak yang sama dengan sekolah, sehingga yang utama tetap jarak dari rumah ke sekolahnya,” ungkap Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018).
Menurut Retno para orang tua mengeluhkan perjuangan anaknya selama berbulan-bulan untuk mendapatkan nilai UN bagus akhirnya sia-sia karena kalah jarak rumah dengan peserta didik yang lain.
“Sehingga mereka berpikir apakah salah membeli rumah yang jaraknya jauh dengan sekolah yang dituju sehingga anaknya gagal lulus PPDB, karena dengan nilai UN 9 anaknya kalah dengan calon peserta didik lain dengan nilai UN 5 tapi jarak rumahnya lebih dekat,” imbuhnya.
Pihak KPAI pun mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk pembuat regulasi PPDB di daerah agar melakukan pemetaan dan penyesuaian kebijakan dengan kondisi di lapangan.
“Dalam Permendikbud No 14 Tahun 2018 mengakomodasi hal tersebut, yakni peraturan PPDB bisa disesuaikan dengan perkembangan di lapangan,” pungkas Retno.
PPDB 2018 yang meliputi penerimaan siswa untuk sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas serta yang sederajat memang menuai banyak kontroversi mulai dari indikator penerimaan hingga pemalsuan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) oleh orang tua agar siswa dipermudah mendapatkan kursi di sekolah yang diinginkan.
2. BNSP minta ujian nasional dipertahankan
Tahun 2013 lalu, sejarah buruk merundung dunia pendidikan Indonesia setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengundur waktu pelaksanaan Ujian Nasional (UN) pada 11 provinsi.
Dilansir oleh Tribunnews.com kala itu, Kemendikbud memilih menyalahkan PT Ghalia Indonesia Printing yang melakukan wanprestasi sehingga tidak bisa memenuhi kewajibannya menyiapkan naskah UN tepat waktu.
Akibat hal tersebut, pelaksanaan UN pun menjadi perbincangan apakah UN tetap harus ada atau dihapuskan dengan berbagai alasan.
Sebagian pihak menilai UN harus dihapuskan karena kualitas pendidikan setiap daerah berbeda.
Namun berbeda hal dengan Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) yang menganggap bahwa UN tetap harus ada.
"Kalau dihapus kita tidak punya standar nasional. Standar nasional itu diperlukan karena pendidikan di daerah sangat beragam. Jadi kita menginginkan siswa harus menguasai pendidikan pada tingkat tertentu dan itu tidak terlalu tinggi atau rendah," ungkap anggota BSNP Teuku Ramli Zakarian dalam Polemik Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/4/2013).
Menyikapi keluhan sebagian orang di daerah yang memandang soal-soal UN saat ini terlalu sulit, Ramli menjelaskan bahwa memang UN untuk mengukur kompetensi kelulusan.