Pilpres 2019
Kembali Disinggung Sandiaga, Ini Alasan Utama Jokowi tak Hapus Ujian Nasional Tahun 2016 Lalu
Wacana seputar penghapusan Ujian Nasional sebenarnya bukanlah hal baru. Tahun 2016 lalu, pemerintah sudah hampir menghapus ujian nasional.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Syaiful Syafar
"Yang dimaksud kompetensi kelulusan, minilai dalam kompetensi. Jadi soal-soal yang digunakan sudah distandarkan, jadi tingkat kesukaran yang layak. Kalau siswa belajar dengan baik, guru mengajar dengan semestinya. Insyaallah siswa bisa mengerjakan dengan baik," ungkapnya.
Kalau tanpa kompetensi minimal yang dikuasai anak, maka sekolah akan cenderung meluluskan 100 persen peserta didiknya. Bila hal itu terjadi maka yang paling dirugikan adalah sekolah yang bermutu rendah dan di daerah-daerah yang belum maju pendidikannya.
"Makannya kami berikan UN, dari sinilah Kemendikbud, dari sekolah-sekolah yang belum baik, dari daerah yang masih rendah tingkat pendidikannya masih harus dibantu. Dari Sabang sampai Merauke harus bisa mengakses pendidikan bermutu," ungkapnya.
Sekarang banyak pendidikan bermutu, tapi hanya ada di kota-kota besar dan hanya orang kaya saja. Maka pihak BSNP ingin anak-anak miskin juga bisa mengakses pendidikan bermutu.
"Hanya dengan pendidikan bermutu kita bisa berkomperisi di tingkat global," ucapnya.
3. Soal terlalu sulit
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin atas sulitnya soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMA tahun 2018 dalam mata pelajaran matematika.
“KPAI menyampaikan keprihatinan atas sulitnya soal mata uji matematika UNBK SMA tahun 2018 yang viral di media sosial maupun media massa.”, ujar Retno Listyarti Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Menteng, Selasa (17/4/2018) seperti dilansir kpai.go.id.
KPAI juga menyesalkan cepatnya reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang langsung menyatakan bahwa soal matematika UNBK SMA memang dibuat sulit, karena termasuk jenis soal HOTS (Higher Order Thinking Skills).
“Padahal, sulit (hard) atau mudahnya sebuah soal tidak bisa langsung ditentukan dari teks ataupun konteks soal.”
“Secara metodologis tingkat kesukaran soal ditentukan dengan statistik. Dari populasi atau sampel diperiksa berapakah siswa yang menjawab benar, salah atau malah tidak menjawab,” katanya.
Retno mengatakan sederhananya bila banyak siswa menjawab dengan benar berarti soal itu mudah, dan bila yang terjadi sebaliknya berarti soal itu Sulit.
“Sementara hasil UN BK matematika SMA belum diketahui hasilnya saat itu,” tambah Retno.
Ada beberapa hal yang dikeluhkan oleh siswa diantaranya soal UNBK yang sangat sulit, tidak cukup waktu mengerjakannya karena langkahnya yang banyak dan rumit, soal tidak sesuai dengan kisi-kisi, dan siswa menyatakan hanya menyakini jawaban benar sekitar 5 s.d. 10 dari 40 soal yang diuji.
“Siswa juga mengaku tidak pernah membayangkan soal matematika UNBK sesulit itu, padahal selama ini mereka sudah belajar keras untuk berlatih menyelesaikan soal-soal matematika dari berbagai sumber,” katanya.