Pengeroyokan Siswi SMP

Terduga Pelaku dan Saksi Pengeroyokan Siswi SMP Sangkal Ada Perusakan Keperawanan

Kasus pengeroyokan siswi SMP di Pontianak Kalimantan Barat diungkap oleh pelaku dan saksi yang bantah ada perusakan keperawanan dari si siswi SMP ini

Editor: Budi Susilo
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Kepolisian di Kalimantan Barat besuk korban pengeroyokan para siswi SMA di Pontianak. Kasus pengeroyokan siswi SMP di Pontianak Kalimantan Barat diungkap oleh pelaku dan saksi yang bantah ada perusakan keperawanan si siswi SMP sebagai korban. 

Legislator asal Kalimantan Barat itu menjelaskan, dalam UU SPPA, definisi anak adalah mereka yang sudah melewati usia 12 tahun namun masih belum 18 tahun.

“UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat karena membedakan anak menjadi pelaku tindak Pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana,” ujarnya.

Menurutnya, UU ini mengandung prinsip keadilan restoratif dengan mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.

“Selain itu ada prinsip diversi yakni pengalihan proses penyelesaian perkara dari proses pidana ke proses di luar peradilan pidana,” tegasnya.

Erma meminta korban diberikan pendampingan psikologis dengan maksimal agar tidak ada trauma berat.

Mengingat korban masih berusia sangat muda.

Korban harus dibimbing agar bisa tetap tegar melanjutkan hidupnya setelah pulih kondisi fisik dan psikisnya.

Sementara untuk pelaku, lanjut Erma, apabila mereka melakukan tindak pidana dengan ancaman di atas 7 tahun penjara atau lebih, maka mereka dapat dikenakan penahanan.

“Pidananya dapat berupa peringatan atau pidana dengan syarat (pembinaan di luar Lembaga Permasyarakatan),” tuturnya.

Perlu diketahui, tindak pidana yang dituduhkan pada pelaku adalah penganiayaan di pasal 351 ayat 1.

Jika terjadi penganiayaan berat, maka ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Terkait isu yang menyebut pelaku telah merusak alat kelamin korban, Erma menyebut hal itu harus dibuktikan lewat persidangan.

“Apabila terbukti tentu hakim akan memberikan pertimbangan lain."

"Patut diingat bahwa UU SPPA mengatur bahwa vonis terhadap anak yang menjadi pelaku pidana harus dikurangi sepertiga dari jumlah hukuman."

"Karena prinsip keadilan resoratif dan diversi dalam UU SPPA, " tegas Erma Ranik.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved