Sejarah Hari Ini
Sejarah Hari ini - Gempa 'Kembar' yang Tak Biasa Guncang Aceh, Masterplan Tsunami Langsung Disusun
Sejarah hari ini, 11 April 2012 terjadi gempa kembar di Aceh yang membuat publik terheran-heran.
Penulis: Doan Pardede | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Sejarah hari ini, 11 April 2012 terjadi sebuah peristiwa di Indonesia yang cukup membuat publik terheran-heran.
Hari ini, pada 7 tahun lalu, terjadi sebuah gempa berkekuatan 8,5 SR di Aceh.
Dari sisi magnitude, gempa ini merupakan yang terbesar pascagempa dahsyat 9,1 SR yang mengguncang Aceh pada akhir 2004 lalu.
Meski demikian gempa, yang bertitik pusat di barat daya Kabupaten Simuelue, Aceh, itu tidak menimbulkan kerusakan masif, seperti terjadi pada gempa dan tsunami 2004.
Gempa tahun 2012 sendiri sebenarnya terjadi pada lokasi 500 kilometer dari Banda Aceh.
Namun, karena mengguncang wilayah Aceh dan sempat memicu kepanikan di sana, gempa tersebut lantas kerap disebut gempa Aceh.
Karena dua jam setelah gempa pertama kembali terjadi gempa 8,1 SR, sejumlah ahli juga menamai gempa ini menjadi 'gempa kembar'.
Presiden atau Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohadi mengatakan bahwa gempa seperti yang terjadi di Aceh pada Rabu (11/4/2012) sebenarnya jarang terjadi.
"Gempa kemarin terjadi di dekat NER (Ninety East Ridge). Gempa jarang sekali terjadi di daerah ini," kata Rovicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/4/2012).
NER adalah jejak perjalanan lempeng samudera Hindia ke arah utara sejak 71 juta tahun yang lalu.
NER berupa punggung laut yang memanjang 5.000 km dari Teluk Benggala ke selatan hingga tenggara India Ridge.
Rovicky menuturkan bahwa dahulu gempa banyak terjadi di sepanjang NER.
Namun saat ini gempa relatif jarang terjadi.
Bisa dikatakan, zona ini sudah inaktif atau disebut aseismik.
"Jarang tejadi karena lempengnya bergerak lurus dan paralel, relatif lebih 'licin'. Jadi tetap bergerak, tapi tidak menimbulkan gempa," jelas Rovicky.
Oleh karena itu, Rovicky berpendapat, terjadinya gempa Rabu kemarin tak lepas dari gempa Aceh 2004 lalu.
Menurut Rovicky, gempa Aceh 2004 memberi tekanan pada wilayah bagian selatan Aceh sehingga terluapkan dalam bentuk gempa kemarin.
Tercatat, gempa merupakan gempa kembar dengan kekuatan 8,5 Skala Richter dan 8,1 Skala Richter, diikuti sejumlah gempa susulan terjadi di daerah tersebut kemarin.
Gempa mengakibatkan tsunami kecil setinggi 1 meter di Nias, 80 cm di Meulaboh, dan 6 cm di Sabang.
Dengan terjadinya gempa di luar zona yang tidak terduga itu, hal tersebut berarti bahwa setiap gempa yang terjadi di laut tetap perlu diwaspadai.
Lokasi gempa berkekuatan besar tak langsung bisa diketahui apakah di daerah berpotensi tsunami yang sudah banyak ahli pekirakan maupun yang tidak.
Membuka mata
Belum tiga bulan sejak gempa Aceh, pada 28 Maret 2005 gempa dengan kekuatan 8,5 Mw kembali mengguncang pesisir barat Sumatera bagian utara.
Dilansir kompas.com, pusat gempa hanya berjarak sekitar 250 kilometer di sebelah selatan pusat gempa 26 Desember 2004, dan menimbulkan kerusakan hebat di Pulau Nias, Simeulue bagian selatan, Pulau Banyak dan Singkil.
”Kedua gempa dan tsunami ini merupakan titik balik dari studi gempa dan tsunami di daerah zona subduksi dan dampaknya di daerah pesisir secara internasional,” kata Gegar Prasetya, ahli tsunami dari Amalgamated Solution and Research (ASR).
Ahli paleotsunami dari LIPI, Eko Yulianto, mengatakan, setelah tsunami 2004 muncul keyakinan baru di kalangan ilmuwan, gempa besar dapat terjadi di semua jalur subduksi di seluruh dunia.
Besaran gempa dan interval waktu perulangan yang dihasilkan oleh setiap jalur subduksi tergantung pada panjang jalur subduksinya.
Untuk Indonesia, gempa besar ini berpeluang terjadi lagi di jalur subduksi sebelah barat Sumatera, jalur subduksi selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, jalur subduksi utara Sulawesi dan utara Papua, serta jalur subduksi Maluku.
Gegar mencatat, setelah 2004, bumi Nusantara terus dientak gempa dan dilanda tsunami.
Walaupun kekuatannya tak sedahsyat 2004, korban tetap berjatuhan.
Gempa berkekuatan 7,6 Mw membangkitkan tsunami di pesisir selatan Jawa Barat-Tengah pada tanggal 17 Juli 2006, menewaskan lebih dari 500 orang.
Pada 25 Oktober 2010 terjadi gempa di Mentawai berkekuatan 7,8 Mw, menewaskan hampir 1.000 orang.
Dan, terakhir kejadian gempa kembar pada 11 April 2012 (8,6 Mw dan 8,2 Mw) yang terjadi di punggung samudra di selatan Simeulue.
Gempa kali ini tidak menimbulkan tsunami besar, tetapi telah membuat kepanikan masyarakat pesisir Sumatera.
”Jelas bahwa sistem peringatan dini dan upaya-upaya pelatihan yang telah dilakukan sebagai pelajaran dari peristiwa yang terjadi di tahun 2004 seperti menjadi tak berdaya,” kata Gegar.
Lalu, apa yang salah? Kenapa kita tidak juga belajar? Menurut Gegar, sederet gempa dan tsunami yang terjadi memang tak mendorong pemerintah serius mendanai penelitian di bidang ini.
Padahal, hasil penelitian yang dilakukannya memperlihatkan bahwa setiap gempa dan tsunami di zona subduksi ini adalah unik dan kompleks.
Tanpa basis data yang komprehensif serta dapat dipercaya tentang kejadian gempa dan tsunami yang telah lalu sampai dengan yang terjadi akhir-akhir ini, beserta analisis ilmiahnya, upaya pengurangan risiko bencana dan mitigasi secara keseluruhan akan kehilangan dasar berpijak.
”Tanpa penelitian yang kuat, strategi mitigasi kita bisa salah arah,” katanya.
Sebaliknya, justru Singapura yang belakangan membangun Earth Observatory of Singapore (EOS) atau pusat penelitian kebumian dan merekrut Kerry Sieh sebagai salah satu peneliti utamanya.
Selain meneliti gempa dan tsunami, EOS juga banyak mengkaji soal kegunungapian.
Masterplan tsunami
Usai terjadi dua gempa kembar pada April 2012, seperti dilansir kompas.com, langsung dilakukan evaluasi yang dipimpin Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet terbatas di Bogor.
Dalam rapat terbatas itu, akhirnya diputuskan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengoordinasikan penyusunan rencana induk (masterplan) antisipasi ancaman tsunami 2012-2014.
Dana yang disiapkan untuk masterplan itu mencapai Rp 16,7 triliun dan diharapkan selesai dikerjakan dalam lima tahun.
”Untuk tahun 2013, dana yang dianggarkan Rp 1 triliun, diprioritaskan di daerah paling rawan tsunami, yaitu sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa, dan pantai selatan Bali-Nusa Tenggara,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Beberapa kegiatan yang akan dilakukan, antara lain, pemasangan sirene berbasis komunitas 1.375 unit, pembangunan evakuasi sementara 139 unit, pembangunan pusat pengendalian operasi di 50 kabupaten/kota, pembangunan rambu evakuasi di 51 kabupaten/kota, pengembangan desa tangguh bencana sejumlah 1.080 desa, simulasi di 51 kabupaten/kota, serta sosialisasi dan diseminasi di 51 kabupaten/ kota.
”Masterplan itu sudah melibatkan kajian ilmiah dan para ahli dari dalam dan luar negeri,” paparnya.
Namun, belakangan sejumlah ahli gempa dan tsunami seperti Gegar Prasetya, Danny Hilman, Widjo Kongko (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi/BPPT), dan beberapa lainnya mengkritik masterplan itu sebagai sesuatu yang terburu-buru dan dinilai tidak didasarkan kajian keilmuan yang rinci.
”Masterplan itu reaktif, pendekatannya lebih ke proyek, dan para ahli yang dilibatkan hanya sebatas sebagai narasumber,” kata Gegar.
Dia menyarankan, langkah awal yang seharusnya dilakukan adalah mendata siapa melalukan apa, baik itu di pemerintahan maupun swasta.
”Sampai saat ini semua kegiatan mitigasi dan pengurangan risiko bencana tsunami didominasi lembaga pemerintah yang sering pada akhirnya terjebak kepada ego sektoral dan akhirnya berjalan sendiri-sendiri,” tuturnya.
(Tribunkaltim.co/Doan Pardede)
Baca juga :
Khawatir Gedung Sekolah Roboh Karena Gempa, UNBK di Daerah Ini Digelar di Tenda
Gempa Hari Ini Kembali Guncang Lombok, Sehari Sebelumnya 2 Turis Malaysia Tewas dan 44 Orang Luka
Ikan Langka yang Diyakini Pertanda Gempa dan Tsunami Ditemukan di Jepang, Begini Penampakannya
Mengenal Gempa Sunda Megathrust yang Ancam Jakarta dan Sekitarnya, Bisa Capai 9 SR serta Dampaknya
Like fanpage Facebook Tribun Kaltim
Follow Instagram Tribunkaltim.co di bawah ini:
Subscribe Youtube Channel Tribunkaltim.co di bawah ini: