Kaltim Fair 2019
Keresahan Pengerajin Kampung Tenun Samarinda, Tak Ada Generasi Muda yang Mau Belajar Menenun
Penenun asal Kampung Tenun, Kota Samarinda menunjukkan cara menenun pada ajang Kaltim Fair 2019. Penenun resah, generasi muda tak berminat menenun
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kain tenun motif Sarung Samarinda sendiri terdapat sekitar 20 motif, belum ditambah dengan motif lainnya, seperti motif perpaduan motif dayak.
Sedangkan benang yang digunakan yakni benang sutra yang berasal dari China, dengan harga Rp 4,2 juta per 5 Kg, dan benang Nomor 2 asal Surabaya seharga Rp 1.250.000 per 5 Kg.
Sebelum mulai menenun, benang-benang tersebut terlebih dahulu diolah agat kuat.
Dikutip dari Majalah Syejati edisi khusus Dekranasda, benang terlebih dahulu direndam selama 3x24 jam di air.
Lalu benang dimasak di air mendidih yang sudah dicampur dengan pewarna selama 2 jam.
Setelah itu benang dicuci sampai bersih, lalu diberi kanji.
Setelah itu diperas, lalu dijemur sampai kering, dan benang siap dipintal menjadi benang tenun.
Benang yang telah dipintal, selanjutnya dilingkarkan dan dimasukan satu per satu ke alat yang bernama are dan sisir.
Pemasangan benang ini dapat memakan waktu sekitar 2 jam.
Setelah itu proses menenun dapat dilakukan.
Lanjut Marhumi menjelaskan, saat ini bisa dihitung dengan jari pengrajin yang dapat menenun dengan menggunakan gedokan dan ATBM.
Pasalnya tidak ada lagi generasi muda yang mau belajar menenun.
Bukan tanpa alasan generasi muda enggan untuk meneruskan maupun melestarikan tenun di Kota Tepian.
Selain susah membuat kain tenun, penjualan kain tenun juga tidak semudah dengan barang pada umumnya.
"Sekarang yang bisa pakai gedokan ini sekitar 5 orang saja, sudah tidak banyak, itu pun sudah tua-tua semua.