Ramadhan 2019
Jejak Masjid Tertua di Paser, Ada Peninggalan Jam Matahari Bisa Jadi Petunjuk Waktu Salat
Masjid Jami Nurul Ibadah di Desa Pasir Belengkong, Kecamatan Pasir Belengkong merupakan masjid tertua di Kabupaten Paser.
TRIBUNKALTIM.CO - Masjid Jami Nurul Ibadah di Desa Pasir Belengkong, Kecamatan Pasir Belengkong merupakan masjid tertua di Kabupaten Paser. Berdiri sejak tahun 1851, Masjid Jami Nurul Ibadah sekarang sudah berusia 168 tahun.
KEBERADAAN Masjid Jami Nurul Ibadah ini, selain sebagai bukti perkembangan syiar Islam di Bumi Daya Taka, juga merupakan bagian situs Cagar Budaya Nasional, yakni Keraton Kesultanan Sadurengas atau lebih dikenal dengan Museum Sadurengas.
Keraton dan masjid menurut Kaum (Marbot) Masjid Jami Nurul Ibadah Bahrudin dibangun pada tahun yang sama.
"Itu bisa kita lihat tahun berapa masjid ini dibangun," kata Bahrudin sambil menunjuk pada jam digital yang menempel di dinding masjid.

Bahrudin mengaku lahir dan dibesarkan di Desa Pasir Belengkong. Sempat bekerja di Tanah Grogot, di usia 50 tahun, namun ia kembali ke Pasir Belengkong.
"Saya menetap di sini lagi, sudah ada 10 tahun. Dulu, waktu saya kecil salatnya di masjid ini," ucap pria kelahiran 1959 ini.
Sekitar tahun 1969, lanjut Bahrudin, belum ada energi listrik PLN. Apalagi pengeras suara dan sound system seperti sekarang, sehingga muadzin harus mengumandangkan azan di menara masjid agar panggilan waktu salat berjamaah terdengar warga sekitar.
Tanpa diminta Bahrudin kembali menunjukkan anak tangga menuju menara masjid yang berbentuk spiral melingkari tiang utama Masjid Jami Nurul Ibadah. "Itu tangga menuju menara masjid, di atas sana dia (muadzin) azannya," ucapnya.

Karena belum ada aliran lisrik PLN, Masjid Jami Nurul Ibadah hanya diterangi lampu strongkeng. Itu masih mending, tadinya pakai lampu pelita tanpa semprong.
"Yang pakai lampu pelita itu juga saya alami, cuma waktu itu sudah ada jam atau menunjukan waktu," ungkapnya.
Bagaimana menentukan waktu shalat sudah tiba kalau belum ada jam? Menurut Bahrudin, Masjid Jami Nurul Ibadah sudah berdiri jauh sebelum ia dilahirkan, sehingga penentuan waktu salat dapat dari cerita orantua terdahulu.

Di depan masjid ini, kata Bahrudin, ada jam matahari berupa sebatang besi tembaga menancap di tengah-tengah lempengan batu marmer warna putih. Di batang besi tembaga itu dibagi dalam 6 ruas, penentuan waktu dilihat dari bayangan besi tembaga di atas marmer.
"Kalau matahari tepat di atas batang besi tembaga, tidak ada bayangan besi tembaga yang melindungi sinar matahari ke permukaan marmer, berarti waktu salat Duhur sudah tiba.
Sebaliknya, masih ada sedikit bayangannya waktu salat belum sampai," ungkapnya.
Sebagai masjid tertua di Paser, Masjid Jami Nurul Ibadah selalu masuk agenda Safari Ramadan Pemkab Paser ke-10 Kecamatan di Kabupaten Paser. Karena Safari Ramadan tahun ini tidak ada, sehingga tradisi rutin setiap bulan Ramadan tidak digelar Masjid Jami Nurul Ibadah.
"Biasanya setiap tahun ada Safari Ramadan rombongan Bupati Paser, tapi tahun ini tidak ada. Semoga tahun depan ada, Safari Ramadan kita bisa mempererat ikatan tali silaturahmi, yang baik untuk meningkatkan semangat persatuan dan kebersamaan," tambahnya.
Masjid 145 tahun
Masjid Jami' Aji Amir Hasanudin Tenggarong kini sudah berusia 145 tahun sejak selesai dibangun pada 1874 silam, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman sebagai Sultan Kutai ke-17 periode 1850-1899.
Masjid peninggalan Kesultanan Kutai ini masih berdiri kokoh di samping bangunan Kedaton Kesultanan Kutai di Jalan Monumen Timur Tenggarong.
Masjid tua ini ditopang 13 pilar yang menunjang interior bangunan masjid sehingga tampak kokoh.
Konon, tiang masjid ini didirikan waktu subuh sesuai kepercayaan warga Kutai.
Sedangkan sebagian besar konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu ulin yang didatangkan dari tanah hulu.
Secara fisik bangunan masjid ini tidak mengalami perubahan signifikan sejak pertama kali berdiri, bahkan kalaupun ada pemugaran karena kerusakan kecil, pihak masjid tidak sampai mengubah konstruksi bangunan aslinya.
Beberapa lantai keramik turun sekitar 3 cm akibat kondisi tanah yang labil. Pada pembangunannya dulu, lantai keramik masjid hanya direkatkan dengan pasir, tanpa semen seperti umumnya konstruksi masjid pada zaman sekarang.
"Kami hanya melakukan pengecatan ulang agar warnanya tak pudar, tetap sama sesuai warna dasarnya. Itupun harus seizin pihak kesultanan," kata
Edy Sofyansyah, Seksi Ibadah Masjid Jami' Aji Amir Hasanuddin.
Warna cat bangunan masjid didominasi putih, kuning dan hijau.

Pengaruh syiar Islam dari Jawa ke Kerajaan Hindu Tertua begitu kental.
Sehingga konstruksi bangunan masjid ini menyerupai Masjid Demak di Jawa Tengah.
Masjid ini memiliki 19 pintu mengelilingi bangunannya agar para jamaah bisa masuk lewat segala penjuru.
Pintu ini memiliki tinggi 2,5 meter. Masjid ini juga ditambah lantai keramik dengan penutup kanopi di pelatarannya agar dapat menampung para jamaah yang membludak saat salat Jumat dan tarawih.
"Kami juga melakukan perbaikan tempat wudhu untuk kenyamanan jamaah," ucapnya.
Masjid Jami' Aji Amir Hasanuddin berada di bawah pengawasan langsung pihak kesultanan.
"Selama Ramadhan 2019 ini, Sultan Aji Muhammad Arifin selalu tarawih di sini, sekaligus memantau apa yang kurang dari masjid ini," tutur Edy.
Masjid ini pernah dilakukan pemugaran pada 1929 tanpa menghilangkan sisi historisnya setelah difungsikan pada 1874-1927.
Adapun tokoh pendiri masjid ini adalah Haji Aji Amir Hasanuddin dan Tuan Guru Sayid Sagaf Baraqbah.
Kemudian masjid ini pun dinamakan dengan nama Aji Amir Hasanuddin untuk menghormati pendirinya.
Edy mengatakan luas area bangunan masjid 50x50 meter dengan daya tampung 1.000 jamaah.
Masjid ini punya agenda rutin untuk menyemarakkan ramadhan kali ini, seperti pemberian takjil, tarawih dirangkai kultum, tadarus, kuliah subuh dan kuliah dzuhur yang diisi oleh para penceramah dari Tenggarong.
"Kami juga sudah melakukan persiapan sebelum ramadhan, seperti mengecek lampu dan soundsystem agar pas pelaksanaan nanti tidak menemukan kendala," ujarnya.
Masjid ini juga dilengkapi gedung perpustakaan yang terletak di belakang masjid dengan koleksi buku sebanyak 3.000 eksemplar.
Bangunan perpustakaan ini dibangun oleh HR Syaukani, mantan Bupati Kukar.
Jamaah masjid bisa mengisi waktu luang dengan mengunjungi perpustakaan untuk menggali wawasan tentang keislaman, fiqih, hadist dan sebagainya. (*)
(aas)
Subscribe official YouTube Channel
BACA JUGA:
Tito Karnavian, Luhut, Wiranto, hingga Adian Napitupulu jadi Target Ancaman Penculikan & Pembunuhan
SEJARAH HARI INI: 22 Tahun Lalu Ratusan Orang Meninggal akibat Tragedi Jumat Kelabu di Banjarmasin
Di Balik Kerusuhan 22 Mei, Reporter Cindy Permadi Mendadak Viral di Sosial Media, Begini Faktanya
Jubir MK: Gugatan Sulit Diterima jika Tuduhan Kecurangan hanya Berupa Klaim tanpa Alat Bukti
Musibah Kebakaran Kembali Terjadi di Kota Samarinda, Tiga Relawan Tersengat Listrik